Pemerintah Diminta Mengesahkan Revisi PP 109 Tentang Rokok

Jakarta (SL)-Pemerintah diminta untuk mengesahkan revisi dari PP 109 Tahun 2012 tentang larangan anak dibawah umur untuk menjual, membeli atau mengonsumsi produk tembakau. Dan menggalakkan sanksi yang berlaku di Peraturan Daerah terkait penjual atau pedagang rokok yang melanggar aturan.

“Kami Mahasiswa meminta pemerintah segera mengesahkan revisi dari PP 109 Tahun 2012, adanya penegasan kebijakan dari PP 109 Tahun 2012 oleh pemerintah serta menggalakkan sanksi yang berlaku di Peraturan Daerah terkait penjual atau pedagang rokok yang melanggar aturan,” kata Risma, mahasiswa Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin 7 Desember 2020,

Risma menjelaskan, produk tembakau merupakan produk yang secara keseluruhan terdiri dari bahan tembakau, sebagai bahan bakunya dan diolah menjadi bahan yang bisa dibakar, dihisap dan atau dihirup asapnya, salah satu produk tembakau adalah rokok. Saat ini tembakau dan produk turunannya sudah menjadi masalah kompleks, terutama masalah kesehatan.

“Besarnya populasi dan tingginya prevalensi merokok telah menempatkan Indonesia pada urutan ketiga dengan konsumsi tembakau tertinggi di dunia. Berdasarkan data riskesdas tahun 2018, menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi merokok pada penduduk usia 18 tahun, yakni dari 7,2% menjadi 9,1% atau setara dengan 7,8 juta anak Indonesia,” Ungkap Risma didampingi Putri rekan satu kampus UIN Syarif Hidayatullah yang tengah melakukan penelitian kebijakan PP 109 Tentang Rokok.

Hal senada juga diungkapkan Inayah, mahasisa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berdasarkan data survei perilaku merokok di kalangan remaja oleh Kementerian Kesehatan tahun 2019 yakni, sebanyak 19,2% pelajar merokok (35% laki-laki dan 3,5% perempuan).

Sehingga peningkatan prevalensi merokok pada penduduk usia 18 tahun menjadikan Indonesia memiliki sebutan baby smokers countries. Baby smoker adalah calon dan perokok jangka panjang dan menempatkan mereka pada kerusakan kualitas generasi dan kematian dini yang sebenarnya dapat dicegah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menargetkan prevalensi perokok pada anak harusnya turun menjadi 5,4% pada 2019.

Kebijakan yang telah dibuat pemerintah terkait dengan upaya mengurangi jumlah perokok memang sudah ada, namun komitmen pemerintah dengan penegakan hukum belum dilakukan secara tegas. Sesuai dengan PP 109 Tahun 2012 di pasal 25 yang menyebutkan bahwa terdapat larangan menjual produk tembakau kepada anak usia dibawah 18 tahun. Pada pasal 46 PP 109 Tahun 2012 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menyuruh anak dibawah usia 18 tahun untuk menjual, membeli atau mengonsumsi produk tembakau.

Namun, kenyataannya masih banyak para pedagang yang menjualkan rokok ke anak yang berusia dibawah 18 tahun. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Sinambela & Somad (2020) kepada beberapa pemilik toko kelontong.

Mereka mengatakan bahwa walau sudah adanya kebijakan dan larangan terkait menjual rokok kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun, tidak mengurangi sikap mereka dan tetap memberikan rokok apabila ada remaja yang ingin membeli. Hal ini dikarenakan pendapatan yang dihasilkan dari penjualan rokok lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan produk lain. Lemahnya sanksi dan monitoring yang dilakukan oleh pemerintah membuat penjual mengabaikan kebijakan tersebut.

Jika Peraturan Pemerintah No.109 tahun 2012 dijalankan secara tegas, maka hal tersebut dapat menurunkan angka prevalensi perokok pada usia kurang 18 tahun. Upaya ini juga sebagai peningkatan derajat kesehatan dan angka harapan hidup Indonesia, sehingga dapat mewujudkan visi generasi emas pada tahun 2045 yang bebas dari adiksi rokok.​

“Perlunya peran pemerintah Indonesia memberikan perhatian melalui edukasi dengan memberikan informasi kepada penjual rokok agar tidak menjual rokok kepada anak usia kurang 18 tahun, dan diharapkan segera menandatangani dan meratifikasi WHO FCTC atau perjanjian Internasional mengenai pengendalian tembakau.,” harap Inayah diaminin Aulia yg juga maha siswa UIN Syarif Hidayatulah. (rilis/red).

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *