Bandar Lampung (SL)-Empat saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan lanjutan terdakwa Mustafa, di Pengadilan Tipikor Kelas IA Tanjungkarang, Bandar Lampung, Dari empat saksi, hanya tiga saksi yang hadir. Satu saksi berhalangan tanpa keterangan, Kamis 28 Januari 2021.
Saksi-saksi yang dihadirkan Direktur PT Sorento Nusantara Budi Winarto alias Awi, Manager PT Sorento Nusantara Tapif Agus Suyono, dan Kasir PT Sorento Nusantara Muhammad Yusuf, Sedangkan saksi yang tak hadir ialah Soni Adiwijaya.
Dihadapan majelis JPU KPK Taufiq Ibnugroho bertanya ke Budi Winarto sejak kapan dirinya menjabat sebagai Direktur PT Sorento Nusantara. “Dan perusahaan ini bergerak di bidang apa,” katanya. “Dari tahun 2016 dan sampai sekarang, PT Sorento bergerak di bidang kontraktor. Seperti pemecah batu dan redimix,” kata Budi Winarto.
Lalu, JPU KPK Taufiq Ibnugroho bertanya sejak kapan mengenal Mustafa. Menjawab itu Budi Winarto menjelaskan bila dirinya sudah kenal lama dengan terdakwa. “Sebelum menjabat sebagai Bupati (Lampung Tengah) saya sudah kenal. Waktu itu dia sebagai pengusaha. Dan sebagai Ketua Pemuda Pancasila (PP) Lamteng,” jelas Awi.
JPU KPK Taufiq kemudian bertanya apakah PT Sorento Nusantara ini pernah ikut terlibat sebelumnya di Dinas Bina Marga Lampung Tengah. “Enggak pernah ada. Baru kali ini. Prosesnya baru ini,” jawab Awi.
Awi, menjelaskan awal mula dirinya bisa mendapatkan proyek di Lampung Tengah adalah ditawari oleh Soni Adiwijaya. Di mana waktu itu Soni menjelaskan bahwa dirinya sangat dekat dengan Mustafa. “Ya waktu itu saya percaya aja dengan dia. Dan saya pun berminat,” jelas Awi.
Menurut Awi Soni menjelaskan bila ingin mendapatkan proyek, harus menyetor sejumlah fee terlebih dahulu. Dengan kisaran besarannya antara 10 sampai 20 persen. Dari total proyek. “Akhirnya saya pun menyanggupi. Dan menyetor fee di angka Rp5 miliar untuk mendapatkan proyek itu. Semuanya saya setorkan ke Soni, dengan beberapa tahap pembayaran,” kata Awi.
JPU KPK Taufiq kembali bertanya kenapa dirinya sangat percaya dengan Soni agar bisa menyetorkan uang. “Dia (Soni) sudah pernah bekerja dengan saya. Makanya saya mau. Menurut saya dia kenal dengan Bupatinya. Saya lebih percaya dengan Soni saja. Karena dia mau memberikan pekerjaan,” kata Awi.
Awi menceritakan dirinya juga sudah beberapa kali bertemu dengan Soni. “Saya juga lupa tanggalnya. Tak hanya Soni, saya juga bertemu dengan Taufik Kadis Bina Marga Lamteng di Bukit Randu,” ucapnya.
Bahkan Awi mengaku tak hanya bertemu dengan Taufik, dirinya juga bertemu dengan Mustafa dua kali. “Yang pertama itu bertemu di Hotel Borobudur Jakarta. Dan kedua di Summit Bistro yang berada di Sukadanaham Bandar Lampung. Ketika di Jakarta saya dapat perintah untuk menghubungi Taufik mengenai proyek itu,” jelasnya.
Di Jakarta dirinya bertemu Mustafa di salah satu restoran Jepang. Yang ikut dalam pertemuan itu ada Taufik juga Soni. “Ketika bertemu itu Mustafa memerintahkan agar koordinasi dengan Taufik. Karena secara tekniknya di dia,” ungkapnya.
Usai dari Jakarta, dirinya pun menghubungi Taufik lalu ketemu kesepakatan untuk bertemu di Hotel Bukit Randu untuk membicarakan proyek yang akan dikerjakan. “Saya diberi tahu sama Taufik apabila mendapatkan proyek pembangunan jalan sepanjang 22,5 kilometer,” jelasnya.
Pernyataan Taufik itu pun disaksikan Rusmadi alias Ncus dan Tapif. “Saya dijelaskan proyek jalan. Yang akan dikerjakan nanti,” katanya.
Merasa Dibohongi Sony
Di persidangan lanjutan Budi Winarto alias Awi juga mengungkapkan bahwa dirinya seperti dipermainkan Soni Adiwijaya-orang yang menawarkan dirinya proyek di Lamteng. Pasalnya bayar fee tapi tidak tahu dengan nilai pagu proyek yang akan dikerjakan.
“Ya di awal dia menawarkan proyek ke saya dan harus membayar fee sebesar Rp5 miliar. Uang itu sudah saya bayarkan dengan beberapa kali pembayaran. Namun proyek yang saya akan kerjakan tak kunjung diberikan oleh Soni,” kata Awi
Lantaran uang fee sudah masuk dengan pembayaran beberapa kali ia pun terus mendesak Soni agar segera diberikan proyek yang dijanjikan. “Akhirnya saya pun diminta Soni untuk ke Jakarta menemui Mustafa. Kami bertemu di Hotel Borobudur. Dan Mustafa sampaikan untuk menghubungi Taufik. Ketika pulang Taufik ngajak saya bertemu di Hotel Bukit Randu. Dan disepakatilah di sana bahwa saya mengerjakan proyek jalan sepanjang 22,5 kilometer di Desa Kalirejo. Dengan nilai pagu Rp75 miliar,” katanya.
Usai diketahui nilai pagu proyek dan sasarannya dirinya mengerjakan apa, barulah Mustafa mengajak ia bertemu di Summit Bistro. Untuk membicarakan proyek itu. “Di sana saya malah diminta mengerjakan proyek dengan nilai pagu sebesar Rp80 miliar oleh Mustafa. Dan Mustafa meminta fee sebesar Rp15 miliar. Harus membayar di awal,” kata dia.
“Saya kan binggung. Kok nilai fee dan pagu pengerjaan proyeknya besar sekali. Saya pun berpikir bahwa kesepakatan ini tak sama yang dijanjikan oleh Taufik terhadap dirinya,” tambahnya.
Akhirnya Awi pun tak bisa menyanggupi untuk membayar fee sebesar Rp15 miliar itu. Karena melihat kondisi keuangan perusahaannya yang sedang krisis keuangan. “Kami memberikan uang Rp5 miliar itu saja, sebagian meminjam ke bank. Dan sisanya uang pribadi saya,” ucapnya.
“Di situ pun tak ada kesepakatan. Karena ya saya enggak sanggup dan sudah membayar Rp5 miliar melalui Soni. Itu pun apabila saya sanggup menerima proyek itu, fee-nya bayar di belakang. Tetapi Mustafa tidak mau. Karena waktu itu dia sangat butuh uang,” ujarnya.
Mustafa Bantah Terima Fee Rp5 Miliar
Mendengar keterangan dari tiga saksi: Budi Winarto alias Awi, Tapif Agus Suyono, dan Muhammad Yusuf, terdakwa Mustafa tak mengakui bahwa dirinya pernah menerima sejumlah uang pengamanan proyek sebesar Rp5 miliar dari Soni Adiwijaya. Yang diterangkan oleh saksi Budi Winarto alias Awi. “Seperti ini yang mulia. Saya hanya menanyakan terakhir ke saksi Budi Winarto. Karena saya enggak ada keberatan dari keterangan saksi tadi,” katanya, Kamis 28 Januari 2021.
Mustafa menegaskan bahwa dia baru tahu di BAP ada penyerahan uang sebesar Rp5 miliar ke dirinya. “Ketika di Hotel Borobudur Jakarta itu saya juga belum tahu kalau ada penyerahan uang sebesar Rp5 miliar untuk saya,” kata dia.
Di akhir persidangan kuasa hukum Mustafa pun mengajukan permohonan Justice Collaborator yang ditujukan kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Saya terimakasih sudah diterimanya permohonan JC ini. Dan kedepannya semoga kasus ini menjadi terang. Sehingga masyarakat Lampung tahu persoalan yang sebenarnya, saya terimakasih saya doakan semua sehat selalu,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan