DPD RI Desak Menteri ATR Ukur Ulang Lahan PT SGC di Lampung

Jakarta (SL)-Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan RI Sofyan Djalil diminta untuk hadir menyelesaikan sengketa lahan antara PT Sugar Group Companies (PT SGC) dengan masyarakat Lampung Tengah dan Tulangbawang, di Provinsi Lampung. Terutama persoalan ukur ulang, karena banyak tanah masyarakat yang dirampas, dan sulit mendapatkan haknya,

Hal itu di ungkapkan Anggota Komite I DPD RI Ahmad Bastian Suyitno saat kunjungan kerja Komite I DPD RI ke Kantor Kementerian ATR di Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu 11 Februari 2021.

“Ada tuntutan dari beberapa elemen di Lampung bagaimana kalau persoalan tanah di Sugar Group ini dilakukan ukur ulang. Karena banyak persepsi di masyarakat, banyak lahan-lahan masyarakat yang ‘dirampas’ Sugar Group, yang proses masyarakat untuk mendapat haknya terhadap tanah itu, ini yang sulit sekali,” kata Bastian dalam keterangan tertulisnya, Kamis 11 Februari 2021.

Senator Lampung itu mengharapkan Kementerian ATR/BPN bisa memberikan solusi terhadap konflik lahan perkebunan yang berlarut-larut dan acapkali memanas. “Kita ketahui bersama investasi itu penting karena untuk menggerakkan ekonomi kita. Tapi di satu sisi, hak-hak masyarakat ini juga penting untuk dilindungi oleh negara. Persoalan antara masyarakat dengan PT SGC sudah dari tahun ke tahun belum menemui penyelesaian,” jelasnya.

Apalagi, kata Bastian, perusahaan perkebunan tebu itu sudah masuk ke ranah politik dan kerap terlibat secara tidak langsung dalam kontestasi Pilkada dan Pilpres. “Karena kita ketahui PT Sugar Group ini sudah masuk ke ranah politik sehingga mereka menguasai kekuasaan-kekuasaan yang ada di daerah. Sehingga masyarakat menemui tembok besar untuk menuntut hak-haknya mendapatkan keadilan terkait hal ini,” ungkap Bastian.

Bastian mengakui keberadaan PT SGC memang menggerakkan ekonomi secara nasional. Hanya saja menurut Bastian, jangan sampai roda perekonomian berputar dengan mengorbankan rakyat. “Masyarakat harus dilindungi, keadilan untuk masyarakat terhadap tanah juga harus dijaga. Ini tugas negara, harus kita sama-sama wujudkan,” tegasnya.

Tuntutan warga tersebut diterima langsung oleh Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil yang didampingi Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan R.B. Agus Widjayanto, Dirjen Penataan Agraria Andi Tenrisau, dan Staf Khusus Menteri Harry Sud.

Selain sengketa lahan SGC, Bastian juga berharap Menteri Sofyan Djalil bisa memberikan solusi terhadap status tanah warga desa yang berada di wilayah perhutanan. “Ini memang pemainnya di Kementerian Kehutanan tetapi pengakuan terhadap status tanah itu ada di Kementerian Agraria. Oleh karenanya itu, mungkin Pak Menteri ada bentuk semacam pengakuan. Mereka itu butuh diakui mereka punya legal untuk di desa itu,” sebutnya.

Selama ini, menurut Bastian, masyarakat desa yang ada di wilayah perhutanan sudah mendapat pengakuan secara kependudukan. Hanya saja dari sisi status tanah, mereka belum diakui. “Kan selama ini mereka ada, tetapi tidak diakui, sudah beranak-pinak bahkan secara kelembagaan negara desanya juga diakui, tetapi status tanahnya tidak ada mereka. Mungkin ada solusi dari Pak Menteri terhadap masyarakat kita yang ada di desa agraria kehutanan ini,” ujar Bastian.

Pada kesempatan itu, Komite I DPD RI memberikan apresiasi terhadap program sertifikat elektronik yang sedang digagas Kementerian ATR/BPN. Hanya saja, Komite I DPD meminta penjelasan yang lebih mendalam terkait program tersebut untuk bahan sosialisasi kepada masyarakat di daerah.

“Saya sampaikan apresiasi kepada Pak menteri tentang sertifikat elektronik. Ini suatu terobosan yang baik, walaupun di tingkat sosialisasinya masih banyak hal yang simpang siur. Kami butuh bekal untuk melakukan sosialisasi di masyarakat dalam rangka reses anggota DPD di seluruh Indonesia,” ujar Bastian. (red/*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *