Lampung Barat (SL)-Pemuda dan mahasiswa Lampung Barat yang tergabung dalam aliansi pemudan petani menuntut Bupati Lampung Barat Parosil Mabesus memperhatikan kesejahteraan petani dan menaikkan harga sayuran. Pasalnya, saat harga sayuran anjlok dan petani merugi. Sementara mereka belum tersentuh Pemda. Hal itu disampaikan Aliansi Pemuda Peduli Petani, yang menggelar unjuk rasa di depan kantor bupati Lampung Barat, Selasa 25 Mei 2021.
Koordinator Lapangan Putra Ari Utama dalam orasinya mengatakan unjuk rasa itu adalah aksi damai yang dilakukan untuk mendukung petani. “Unjuk rasa ini murni, tidak ada yang menunggangi. Kami bergerak atas nama peran pemuda sebagai kontrol sosial,” kata Putra Ari.
Menurut Putra, dalam kurun waktu satu tahun belakangan harga sayur mayur di Lampung Barat cenderung merosot, sehingga menyebabkan banyak petani merugi. “Kami berharap pemerintah melakukan pengawasan dan pengawalan yang intens dan mengevaluasi penyaluran bantuan sarana prasarana produksi pertanian,” katanya.
Massa juga menuntut Pemerintah Lampung Barat segera membuat kebijakan terkait kestabilan harga dan standar minimum harga online yang diperbaharui. Hal itu untuk meminimalisir fluktuasi harga di bidang pertanian.
“Harusnya Pemkab Lampung Barat cerdas dengan membentuk badan usaha milik daerah (BUMD). Sehingga hasil dari pada pertanian Lampung Barat dapat dikelola dengan baik, dikemas, dan didistribusikan di tradisonal dan pasar modern. Pemkab juga bisa membuat terobosan seperti menggandeng perusahaan produksi untuk memasarkan hasil pertanian yang ada di Lampung Barat,” katanya.
Menanggapi aksi massa itu. Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus berjanji sesegera mungkin mencari solusi atas tuntutan massa. “Saya menerima aspirasi para pemuda pemudi Lampung Barat, untuk membantu memberi masukan serta solusi dari permasalahan yang terjadi. Saya bisa merasakan apa yang petani rasakan terkait rendahnya harga sayur mayur dan keluhan lainnya,” kata Parosil.
Parosil menyatakan untuk pembangunan gudang penampungan atau wadah pihaknya tidak akan mampu direalisasikan, karena keterbatasan APBD. “Namun kita akan segera mencarikan solusi bersama dinas terkait. Bagaimana petani bisa sejahtera, sesuai program kami,” katanya.
“Nanti akan saya kasih tugas baru untuk Dinas Koperasi, Industri, UKM, dan Perdagangan (Diskoperindag) dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Lampung Barat. Bagaimana caranya membuka jaringan baru, bagaimana membangun komunikasi dengan perusahaan daerah yang ada di berbagai kota supaya produk hasil tani Lampung Barat dapat didistribusikan ke luar daerah,” jelasa Parosil.
Soal fluktuasi harga produk hasil tani, Parosil menerangkan, hal tersebut jelas tidak terlepas dari pandemi Covid-19. “Coba liat saat ini, berapa banyak yang menggelar pesta pernikahan (nayuh)? Berapa banyak rumah makan saat ini yang tutup? Berapa banyak hotel-hotel yang masih sepi,” urainya.
Namun, menurut Parosil, itu semua tidak dapat dijadikan alasan klasik atas permasalahan fluktuasi harga produk hasil tani di wilayah Lampung Barat. “Ke depan kita upayakan ada pendampingan dari Diskoperindag dan DTPH Lampung Barat kepada para petani. Minimal pada sistem pertaniannya,” ujar Parosil.
Parosil juga mengapresiasi aksi demo tersebut. “Kita perlu pemuda yang seperti ini, yang berani menyuarakan gagasannya. Bila ada program dari Pemkab Lampung Barat yang tidak sesuai, dan ada ingin menyumbangkan idenya, silakan disampaikan,” katanya.
Informasi di Lampung Barat menyebutkan, semenjak wabah Pandemi Covid-19, petani sayuran di Lampung Barat sangat terpuruk dan merugi, karena semua harga sayur mayur menurun. Masyarakat terutama paraa petani di Lampung Barat berharap Pemerintah Lampung Barat dapat berperan membantu petani minimal menyetabilkan harga sayur mayur agar petani bisa bergerak seperti semula.
Lampung Barat juga sebagai penghasil utama kopi robusta di Provinsi Lampung dan menjadi pemasok utama produksi kopi untuk ekspor nasional. Kopi robusta menjadi komoditas andalan Lampung Barat dan diusahakan sedikitnya oleh 70% petani di daerah itu. Komoditas kopi juga terbukti menjadi sandaran utama pendapatan masyarakat selama ini.
Namun belakangan tingkat produktivitas panen kopi petani di daerah itu terus merosot. Salah satu penyebabnya adalah usia tanaman kopi yang rata-rata sudah tua, antara 20 dan 40 tahun. Praktis pendapatan yang diterima petani kopi juga kian menyusut.
Karena itu, Pemerintah harus hadir memberikan perhatian pada nasib petani kopi agar kehidupannya menjadi lebih baik serta berkemampuan menyekolahkan anak-anak mereka lebih baik. Jangan sampai nasib petani kopi di Lampung terus saja didera kemiskinan. (Red)
Tinggalkan Balasan