Bandar Lampung (SL)-Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana yang memerintahkan Tim Pengawas Pajak Daerah Kota Bandar Lampung untuk berburu penunggak pajak kembali menyegel tiga hotel dan empat rumah makan. Dua hotel diantaranya adalah hotel tertua di Bandar Lampunh, yang di anggap menunggak setoran pajak, Rabu 23 Juni 2021
Tiga hotel itu adalah Hotel Marcopolo di Jalan Dr Susilo, Hotel Sahid di Jalan Yos Sudarso, dan Hotel Sari Damai di Jalan Teuku Umar. Sementara empat Rumah Makan adalah Rumah Makan Sederhana di Jalan Teuku Umar, Rumah Makan Pecel Lele Mbak Mar di Jalan Sultan Agung, dan Warung Soto Sedap Hj. Widodo atau Soto Sedap Boyolali di Jalan Sultan Agung.
Ketua Tim Pengawas Pajak Daerah, Kota Bandar Lampung M. Umar, mengatakan ada tujuh perusahaan yang kita segel hari ini Rabu, 23 Juni 2021, terdiri dari empat rumah makan dan tiga hotel. “Ke tujuh perusahaan ini nunggak pajak dan tidak menggunakan tapping box. Hotel Marcopolo, Sahid dan Sari Damai, 4 rumah makan adalah RH Sederhana, Pecel Lele.Mba Mar Warung Soto Hj Widodo dan Soto Sedap Boyolali,” kata Umar.
Menurut Umar tempat-tempat yang disegel dan ditutup sementara itu terkait pelanggaran masalah tunggakan pajak. “Mereka kita berikan kesempatan untuk menyelesaikan tunggakannya ke Pemerintah Kota Bandar Lampung,” katanya.
M. Umar yang juga Kepala Inspektorat Kota Bandar Lampung itu menerangkan pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha ini berkenaan dengan peraturan daerah. Potensi kehilangan pajak cukup besar akibat keterlambatan ini.
“Berkenaan dengan masalah pajak, ada beberapa tunggakan yang belum mereka selesaikan, oleh karena itu mereka kita kasih kesempatan segera menyelesaikan tunggakan itu dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Kita berharap dengan perusahaan-perusahaan dan pengusaha untuk kerja sama yang baik dan menaati peraturan yang ada,” ungkap M. Umar.
Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Bandar Lampung, Yanwardi menjelaskan tiga rumah makan tersebut melanggar peraturan yakni tidak menggunakan tapping box secara maksimal.
“Rumah Makan Sederhana, itu tunggakan tidak ada, sejak 2020 mereka tidak memaksimalkan tapping box, perbulan yang disetor sekitar Rp5 juta dari hasil pengawasan seharusnya Rp12-15 juta,” kata Yanwardi.
Kecurigaan ini, kata dia, akibat penggunaan tapping box yang kurang maksimal, mereka menggunakan nota pribadi sehingga tidak tercatat di tapping box. “Sama dengan Soto Sedap Boyolali (SSB), mereka tidak memakai tapping box secara maksimal juga, dengan setoran setiap bulannya Rp3,5 juta dari hasil pengawasan seharusnya sekitar Rp10 juta,” kata Yanuardi.
Menuruy Yanuardi untuk rumah makan Pecel Lele Mbak Mar, menunggak pajak sejak maret 2020, dan tapping box tidak dipakai. “Tunggakan pajaknya sekitar Rp6,5 juta per bulan mereka cuma setor Rp1 juta per bulan. Untuk Resto Garam yang di MBK, dia ngak pernah bayar sejak buka, sudah memakai tapping box, tapi tidak mau bayar. Sejak bulan Juli 2020, tunggakannya sekitar Rp119 juta,” ujar Yanwardi.
Sementara itu, untuk tiga hotel yang disegel seluruhnya karena menunggak pajak. Hotel Sari Damai menunggak pajak sejak Maret 2020, Hotel Sahid menunggak sejak November 2020, dan Hotel Marcopolo menunggak sejak Februari 2019.
“Estimasi untuk Hotel Sari Damai sekitar Rp5 Juta perbulan, Hotel Sahid sekitar Rp16-20 Juta perbulan sejak November 2020. Sedangkan Hotel Marcopolo menunggak pajak sekitar Rp1,6 miliar dari PBB sejak 2017, pajak hotel, dan retribusi parkir,” katanya.
Pengusaha Resah
Salah seorang pengusaha di Bandar Lampung yang usahany tidak pernah menunggak pajak mengaku khawatir dengan aksi segel yang di Lakukan Pemda Kota Bandar Lampung. Pasalnya selain meresahkan para pengusaha juga akqn berdampak kepada investasi di Bandar Lampung.
“Lain hal jika memang pengusaha Hotel, Restoran, dan hiburan yanv memang nakal alias ngemplang pajak. Situasi dua tahun terakhirkan memang pandemi covid-19, banyak tempar dibatasi jam kerja, dan memang omset semua merugi. Pemasukan tidak sepadan dengan operasional, bahkan banyak pengurangan karyawan,” katanya yang tidak mau namanya di publik.
Sementara kepada pengusaha yang tidak membayar pajak sesuai taping Box, adalah kelewatan, pasalnya resyribusi 10 persen itu adalah dari para pembeli atau konsumen. “Jadi seharusnya tidak ada alasan untuk tidak membayarkan pajak 10% itu. Karena pengusaha mayoritas membebani kepada konsumen. Tinggal di setorkan saja,” katanya.
Dia berharap Pemda Kota Bandar Lampung juga dapat menyesuaikan dengan kondisi pandemi covid-19 yang semua dapat merasakan kondisinya semua dengan omset menurut. “Harus juga diberi kebijakan yang mampu menyicil. Jika semua di segel, lalu mereka tutup, dan hengkang, inikan membunuh investasi. DAN Sepanjang Kota Bandar Lampung, baru ini banyak tempat usaha yang di segel pemerintah karena pemaksaab pelunasan pajak,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan