Peternak Telur Ayam Menjerit, Harga Pakan Tak Sebanding Dengan Ongkos Produksi dan Harga Telur Anjlok

Bandar Lampung (SL)-Para peternak telur ayam di Lampung mengeluhkan tingginya harga pakan, yang tidak sebanding dengan harga penjualan telur. Para peternak ayam petelur merugi tiap hari, dan bias terancam gulung tikar. Sementara harga telur ayam di pasaran terus menurun.

Kepada sinarlampung.co, peternak ayam telur di Tulangbawang mengatakan bulan Juli 2021, harga pakan 1 karung berat 50 kg, dengan harga Rp350 ribu. Sementara harga telur Rp20 ribu perkilo gram.

“Sementara biaya produksi Rp20 ribu, sekarang harga telur jatuh di harag Rp17 ribu, ini semakin mencekik peternak ayam petelur. Idealnya, harga pakan itu di harga Rp285 ribu, dengan harga jual telur Rp20 ribu, itu baru bias masyarakat juga terbantu, dan tidak terlalu berat,” kata H Nursalim.

Nursalim berharap, hal ini juga menjadi perhatian Gubernur Lampung, agar dapat merespon jeritan peternak ayam telur yang ada di Lampung. “Kita berharap Pak Gubernur bisa meninjau kembali harga pakan yang tak sebanding dengan harga jual telur,” katanya.

Hal yang sama dialami, setra peternak ayam petelur di Desa Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Bahkan mereka menyebutkan jika harga jual telur tidak kunjung stabil maka peternak terancam gulung tikar.

“Tidak akan ketemu, harga telur terlalu murah. Sementara pakan naik tinggi, kalau seperti ini terus saya yakin satu bulan ke depan telur akan langka, karena tidak ada lagi ternak ayam telur yang bertahan,” kata peternak ayam petelur, Kasmani, Selasa, 14 September 2021.

Menurutnya dalam satu hari jika dirata-ratakan rugi mencapai Rp8 juta dengan harga telur Rp17 ribu saat ini, karena ada pengurangan harga Rp4.000 dari sebelumnya Rp21 ribu. “Satu kilonya saya rugi Rp4.000, kali kan saja 2 ton setiap harinya otomatis saya rugi Rp8 juta sehari,” katanya.

Menurut Kasmini jika pemerintah tidak cepat tanggap menyelesaikan persoalan ini dapat dipastikan satu bulan ke depan tidak akan ada lagi peternak ayam petelur. Jika pun ada sangat sedikit, dan itu tidak akan memenuhi kebutuhan pasar.

Untuk mempertahankan usahanya, lanjut Kasmani, ia terpaksa menjual sebagian ayam karena itu jalan satu-satunya untuk bertahan. “Saya jual ayam yang setengah produksi untuk menyelamatkan ayam yang masih muda, kalau tidak kami tidak bisa ngasih ayam ini makan,” katanya.

Kasmini berharap pemerintah segera mengambil kebijakan dengan menstabilkan harga kembali, jika tidak semua akan dirugikan dengan tidak adanya telur di pasaran. Peternak tidak akan sanggup bertahan jika harga terus menurun. “Saya yakin peternak akan selesai, tidak akan ada lagi yang sanggup bertahan dengan kondisi seperti sekarang,” katanya. (Jun/red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *