Bandar Lampung (SL)-Mantan Bendahara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bandar Lampung Krissanti, yang menjadi terdakwa kasus penggelapan kas dan gaji pegawai mengakui adanya pemotongan gaji pegawai atas perintah lisan kepada BPBD Kota Bandar Lampung Kepala BPBD Syamsul Rahman.
Hal itu diungkap Kepala Krissanti dalam Sidang lanjutan, kasus penggelapan kas dan gaji pegawai di BPBD Bandar Lampung, di PN Tanjungkarang, Kamis 9 Desember 2021. “Saya memotong gaji pegawai atas perintah Kepala BPBD Syamsul Rahman. Ada perintah kepala BPBD melakukan pemotongan gaji, tapi secara lisan,” kata Krissanti dihadapan majelis hakim.
Krissanti juga menyatakan dirinya menggunakan uang dari pemotong gaji lantaran kesulitan ekonomi. Usaha yang ia bangun macet saat pandemi Covid-19. “Sehingga saya harus tutup lubang gali lubang menggunakan uang tersebut,” ujarnya.
Dia menjelaskan sebagai pembantu bendahara pengeluaran gaji, dia bertugas memilah data gaji. Ada tiga jabatan lagi di atas dirinya yang memiliki akses rekening BPBD. Yakni bendahara pengeluaran, kasubag keuangan, dan Kepala BPBD Syamsul Rahman.
“Saya sejak awal diberikan password akses payroll meskipun tidak tertulis. Gaji dibayarkan dari rekening BPBD sebelum diberikan ke pegawai. Pemotongan tersebut saya transfer ke rekening pribadi saya,” ujarnya
Kuasa hukum Krissanti, M Yunus, mengatakan kasus ini seharusnya tidak dikategorikan tipikor, melainkan hanya penggelapan biasa. Pasalnya yang dirugikan dari pemotongan gaji adalah pegawai, bukan negara. “Jadi ini perbedaan pemikiran kami dengan jaksa,” kaya M Yunus, usai sidang.
Hingga berita ini diterbitkan, wartawan kesulitan melakukan konfirmasi kepada Syamsul Rahman. Dia yang dihubungi di nomor telepon 0821-8364-xxxx belum merespons konfirmasi wartawan.
Sebelumnya, Mantan bendahara BPBD Kota Bandar Lampung, Krissanti didakwa oleh JPU Kejari Bandarlampung Ferdy Andrian, melanggar Pasal 8 Jo Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 3 jo pasal (18) ayat 1, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Peristiwa itu berawal ketika para pegawai negeri maupun tenaga kontrak di BPBD Kota Bandarlampung mengajukan pinjaman kredit pada beberapa Bank. Yakni Bank Lampung, Bank BPR Syariah dan Bank Eka,” katanya.
Menurut jaksa, untuk pembayaran gaji pegawai BPBD itu pun menggunakan pemda online. Dengan sistem payroll. Dilakukan dengan tiga tahap. Yang melibatkan beberapa pihak, yakni tahap pertama creator dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
“Dan setelah mendapatkan data dari pembantu bendahara gaji. Lalu tahap kedua verifikator yakni kasubag keuangan yang memverikasi data dari creator dan tahap ketiga adalah outorisator adalah kepala pelaksana BPBD kota Bandarlampung yang mengkoreksi ulang data data, dari verifikator yang kemudian menyetujui transaksi payroll itu,” kata dia.
Lalu untuk Surat Perjanjian Kerjasama antara PT. BPR Eka Bumi Artha Cabang Bandarlampung dengan BPBD Kota Bandar Lampung Nomor B.035/KPG/EBA/BDL/VII/2018; terkait pemotongan gaji pegawai Negeri maupun Pegawai Tenaga Kontrak pada BPBD Kota Bandarlampung diberikan kuasa kepada terdakwa.
Dimana selaku pembantu bendahara pengeluaran (gaji) pada BPBD Kota Bandarlampung untuk melakukan pemotongan dan penyetoran angsuran kredit terhadap para pegawai BPBD Kota Bandarlampung ke masing-masing Bank pemberi Kredit.
“Terdakwa yang dimana selaku pembantu bendahara pengeluaran gaji pada BPBD Kota Bandarlampung memegang password pembayaran secara payroll. Melakukan edit data gaji pegawai untuk dikurangi atau dipotong sesuai dengan besaran angsuran pinjaman kepada bank pemberi kredit atau perubahan-perubahan lainnya,” jelasnya.
Sejak bulan Oktober 2020, terdakwa mentransfer gaji para pegawai BPBD Kota Bandar Lampung tersebut ke rekening pribadi milik terdakwa. Dimana selanjutnya pembayaran angsuran disetorkan oleh terdakwa secara manual dari rekening pribadi milik terdakwa ke masing-masing bank yaitu PT. BPR Syariah Bandar Lampung, PT. BPR Bank Waway, PT. BPR Bank Pasar Pemkot Bandarlampung dan PT. BPR Eka Bumi Artha Cabang Bandar Lampung.
“Dan terkecuali untuk PT Bank Lampung kantor cabang utama yang langsung di debit dari rekening masing-masing para pegawai setelah dilakukan Payroll oleh terdakwa,” bebernya.
Setelah pada pada Januari 2021 pegawai BPBD Bandar Lampung bernama Ragil, dipanggil Bank Lampung karena adanya tunggakan angsuran. Ragil heran, karena ia yang sedang disanksi berat, merasa seharusnya masih menerima gaji, ia pun melapor.
“Saat dilakukan pengecekan oleh Bendahara Pengeluaran diketahui angsuran kredit pegawai di Bank Lampung tidak disetorkan oleh terdakwa. Kemudian dilakukan pengecekan di Bank BPR Syariah dan Bank EKA ditemukan ada tunggakan terhadap angsuran kredit para pegawai BPBD Kota Bandarlampung,” ujarnya.
Lalu untuk di Bank Waway terdakwa meminta pembukaan dana blokir dengan alasan gaji pegawai honor belum keluar. Tetapi kenyataannya gaji pegawai honor tersebut telah dipotong oleh terdakwa namun tidak disetorkan ke Bank Waway.
“Akibat perbuatan terdakwa dari Oktober 2020 sampai Januari 2021 terjadi penunggakan angsuran para pegawai BPBD Kota Bandar Lampung pada PT. BPR Syariah Bandar Lampung sebesar Rp.10.586.363,00,” katanya.
Lalu, PT. BPR Bank Waway/PT. BPR Bank Pasar Pemkot Bandar Lampung sebesar Rp. 104.267.116,00, PT. BPR Eka Bumi Artha Cabang Bandar Lampung sebesar Rp.32.895.358, dan PT. Bank Lampung kantor cabang utama sebesar Rp184.018.516,33.
“Dimana langsung ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat tagihan kepada terdakwa. Yang justru surat tagihan tersebut terdakwa simpan dan tanpa diketahui oleh Pelaksana Kepala BPBD Kota Bandarlampung,” jelasnya.
Dan dari perhitungan ahli Inspektorat Kota Bandar Lampung jumlah angsuran kredit. “Yang telah disalahgunakan oleh terdakwa adalah sebesar Rp331.767.353,33,” ucap Jaksa. (Red)
Tinggalkan Balasan