Bandar Lampung (SL)-Ketua DPP Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pergerak Masyarakat Analisi Kebijakan (PEMATANK) Lampung Suadi Romli mendesak aparat penegak hukum mengusut dugaan penyimpangan dua proyek peningkatan jalan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulangbawang Barat, senilai Rp10 miliar yang baru seumur jagung selesai dikerjakan sudah rusak.
Baca: Dua Proyek Jalan Rp10 Miliar di Tulang Bawang Barat Sarat Dikorupsi?
Pasalnya, nilai dua proyek bernilai pantastis, Rp3,5 miliar dan Rp6,5 miliar tahun anggaran 2021 itu sarat dikorupsi, mulai dari volume hingga kesesuaian bestek dalam RAB. Dua mega proyek itu yakni Jalan Toto Katon-Toto Makmur tepatnya di Tiyuh Toto Makmur, Kecamatan Batu Putih yang dikerjakan CV Delapan Belas Guna Mandiri dengan pagu anggaran mencapai Rp3,5 miliar.
Kemudian, proyek peningkatan Jalan Marga Jaya-Suka Jaya yang dikerjakan CV Graha Kencana dengan nilai anggaran Rp6,5 miliar di Kecamatan Gunung Agung. “Saya kira penegak hukum dapat segera mengusut proyek tersebut,” kata Suadi Romli.
Menurut Suadi Romli, selain dikeluhkan masyarakat, juga menjadi sorotan media. “Kita sudah menurunkan Tim Investagasi atas dua proyek Rp10 miliar itu. Kita akan kaji, dan akan kita laporkan kepada penegak hukum. Baik ke Polda ataupun Kejati Lampung,” kata penggiat anti korupsi ini.
Suadi Romli menjelaskan korupsi menjadi penyakit akut di Lampung. Meski sudah banyak kepala daerah hingga jajarannya di OTT KPK terkait korupsi, tetapi sepertinya tidak menjadikan efek jera. Buktinya masih saja banyak temuan korupsi, mulai dari fee proyek, hingga korupsi pengerjaan. “Meski begitu kita sudah sepakat bahwa korupsi mensengsarakan rakyat, dan harus di berantas,” katanya.
Hal senada diungkapkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Peduli Lampung (GPL) Fariza Novita (Ica). kepada sinarlampung.co, Srikandi penggiat anti korupsi ini mendesak penegak hukum segera mengusut indikasi penyimpangan pelaksanaan proyek tersebut. “Kita sudah tebak, nantinya akan diperbaiki, dan masa perawatan. Tapi realisasi anggaran sudah selesai. Ini Pola pola kongkalikong yang terjadi,” kata Ica.
Menurut Ica, peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi. “D an hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi ini, diatur di PP 71/2000,” kata Ica.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. “Jadi kita punya kewajiban turut serta memberantas korupsi,” urainya.
Menurut Ica, selama ini, pengadaan barang dan jasa menjadi ladang korupsi. Namun, angka tertinggi terjadi di sektor infrastruktur yang jadi sasaran empuknya korupsi. “Belum lagi korupsi peradilan. Data pemerintah menyebutkan lebih dari 30 persen korupsi terjadi saat pengadaan barang dan jasa. Korupsi menumpuk di infrastruktur pembangunan, lebih dari 30 persen,” katanya.
Ica menambahkan seharusnya ada pengawasan dalam infrastruktur dalam pembangunan barang dan jasa. Serta dibarengi dengan perbaikan tata kelola yang lebih baik. “Semangat brantas korupsi itu harus ada upaya mendorong perbaikan tata kelola, tranparansi misalnya,” katanya.
Sementara, Sekertaris Dinas PUPR Tulang Bawang Barat Sadarsyah mengatakan bahwa terkait dua proyek tersebut, saat ini masih dalam masa perawatan. Dan saat ini dalam proses perawatan, dan dilakukan perbaikan. “Proyek masih dalam masa perawatan. Kita sudah perintahkan pelaksana untuk memperbaikinya,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan