Oyos Saroso Dukung Proses Hukum Wilson Lalengke

Bandar Lampung (SL)-Sikap wartawan senior, Oyos Saroso terkait penangkapan dan proses hukum Ketua PPWI Wilson Lalengke, adalah memang itu yang harus di lakukan aparat kepolisian. Karena tidak ada wartawan yang kebal hukum. Bahkan Oyos mendukung sikap tokoh adat Lampung timur yang melaporkan kasus tersebut.

“Sikap saya jelas, memang itulah yang mestinya dilakukan polisi. Wartawan itu tidak kebal hukum. Saya justru mendukung para tokoh adat. Boleh dong. Alasannya bukan karena mereka ngirim ucapan selamat, tapi karena apa yang mereka lakukan bisa menjadi triger kawan-kawan yang selama ini setia pada dunia pers untuk membangkitkan marwah profesi wartawan,” kata Oyos Saroso, yang juga merinci dan meluruskan makna statmennya sehari sebelumnya

“Mereka bisa jadi mitra PWI, AJI, dll untuk mengiliminasi orang-orang yang mengatasnamakan wartawan untuk memalak atau bertindak. Tapi itu yang saya praktikkan ketika diminta jadi ahli pers Dewan Pers terhadap media yang dilaporkan ke polisi atau wartawan-media yang melaporkan kasus ke polisi. Acuannya ya Dewan Pers,” kata Oyos.

Oyos menjelaskan, dalam kasus Lalengke ini, dirinya juga tidak mau jurnalis warga atau orang yang tidak tahu menahu jurnalistik diseret-seret untuk jadi wartawan karena rayuan “jadi wartawan itu enak dan gampang dapet duit. Apakah jurnalis warga tidak profesional dan tidak dilindungi UU Pers?.

“Kalau dia ujian kompetensi dan dinyatakan lulus ya artinya profesional. Bagaimana dengan medianya? Kalau medianya menjalankan fungsi pers ya harus tetap pakai mekanisme melalui Dewan Pers jika ada kasus. Tapi jika medianya cuma buat cari duit dan tidak menjalankan fungsi pers ya itu utusan polisi,” urainya.

Intinya kepada kawan-kawan wartawan yang selama ini mengacu pada Dewan Pers dan organisasi profesinya menjadi konstituen Dewan Pers, juga harus adil dan objektif. “Bukan karena saya anggota AJI (konstituen Dewan Pers) lalu saya merasa paling benar terus/mau benarnya sendiri. Ke dalam kita harus berbenah. Semua konstituen Dewan Pers menurut saya harus berbenah,” katanya.

Terhadap cara-cara Wilson Lalengke bermedia dan membangun organisasi profesi wartawan, Oyos jelas tidak sependapat. “Yang dia lakukan di Polres Lampung Timur itukan maksudnya memprotes polisi karena menangkap wartawan yang diduga memeras. Lha memangnya kalau bukti-buktinya ada kemudian wartawan tidak bisa diproses hukum? Wartawan itu bukan dewa. Kalau melakukan tindakan kriminal ya harus diproses hukum. Ini juga jawaban bagi kawan Muhammad Ilyas (praktisi hukum/eks aktivis LBH) yang saya lihat membela Lalengke,” katanya.

Menurut Oyos, sikap adil dan demokratis yang didengungkan harus sesuai dengan hati dan pikiran. “Katanya kita harus adil dan demokratis. Kalau gitu kita harus mulai adil dari niat dan pikiran. Kita jadi wartawan buat apa sih, bikin media buat apa? Sekadar cari makan? Kalau sekadar cari makan, masih banyak ladang lain. Kita sering teriak menjaga marwah profesi. Tapi yang seperti apa praktiknya? Diskusinya masih panjang” kata Oyos.

Ke depan, lanjut Oyos, mari sama sama mendorong Dewan Pers tidak sekadar legal formal dalam melakukan verifikasi media sehingga menjadi berwibawa. “Jadi, kasus Lalengke mestinya menjadi momen bagi wartawan yang benar-benar wartawan untuk instropeksi. Saya juga harus instropeksi. Jangan-jangan selama ini saya salah menjalankan peran sebagai jurnalis. Jangan-jangan media saya banyak melanggar etika,” ujarnya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *