Sinyal Pertalite dan Elpiji 3 KG Segera Susul Pertamax

Jakarta (SL)-Setelah disesuaikannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax oleh PT Pertamina (Persero) membuat pemerintah berencana juga akan mengurangi subsidi BBM jenis Pertalite dengan menaikkan harganya. Bahkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan sinyal kenaikan BBM jenis Pertalite secara bertahap dan gas elpiji 3 kg.

Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menilai naiknya gas elpiji 3 kg jenis subsidi berisiko terhadap daya beli 40% kelompok pengeluaran terbawah sangat besar. “Harusnya wacana kenaikan harga gas elpiji 3 kg lebih baik di tutup buku saja, tidak perlu disampaikan pemerintah. Karena naiknya berisiko terhadap daya beli 40% kelompok pengeluaran terbawah sangat besar,” kata Bhima Yudhistira, Minggu 10 April 2022.

Kemudian, lanjut dia untuk Inflasi diperkirakan menembus 5% di 2022 apabila pemerintah bersikeras naikan harga pertalite dan gas elpiji 3 kg secara bersamaan. “Mau tidak mau masyarakat kelas bawah akan tetap pakai gas elpiji 3 kg subsidi karena kebutuhan utama. Akhirnya berimbas kemana mana termasuk naiknya angka kemiskinan,” urainya.

Daya beli langsung turun karena sebelumnya gas elpiji non-subsidi naik sebanyak 2 kali, banyak yang turun kelas konsumsi gas elpiji 3 kg.

Sementara Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan wacana tersebut merupakan wujud daripada ketidakempatian pemerintah kepada masyarakat kelas bawah.

“Rencana kenaikan harga Pertalite menunjukkan ketidakempatian pemerintah terhadap masyarakat miskin. Masyarakat miskin sudah tertekan dengan kenaikan berbagai macam barang kebutuhan namun tetap saja diberikan beban oleh pemerintah,” ujar Huda, Jumat 8 April 2022.

Huda mengatakan, pada saat kenaikan harga Pertamax kala itu ditujukan untuk menyeimbangkan kas PT Pertamina dengan catatan tidak menaikkan Pertalite karena akan disubsidi oleh pemerintah. Namun nampaknya pemerintah sudah ingkar janji terhadap masyarakat miskin untuk tetap menyediakan dan tidak menaikkan harga Pertalite. “Jadi selain tidak punya empati, pemerintah juga ingkar janji,” tegasnya.

Huda melanjutkan, saat ini nampaknya pemerintah memang tidak sanggup menanggung beban subsidi yang cukup besar. Namun hal itu berbanding terbalik dengan urusan proyek-proyek yang dimilikinya termasuk didalamnya adalah proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru.“Selain itu, program perpajakan pemerintah juga patut dipertanyakan. Dengan gembar gembor menghasilkan berapa triliun tapi kok untuk masyarakat miskin dikurangin belanja-nya dengan hendak menaikkan harga Pertalite,” ungkapnya.

Lebih lanjut, jika memang wacana tersebut terwujud tentunya akan berdampak kepada inflasi yang akan meningkat dan menurunkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek.“Dalam jangka panjang, harga akan ternormalisasi di harga baru dan sulit untuk turun sehingga beban masyarakat akan meningkat dengan kenaikan pendapatan yang tidak signifikan,” katanya.

Elpiji 5,5 Kg dan 12 Kg Lebih Dulu Naik

Sementara PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) sebelumnya sudah menaikkan harga gas Elpiji non subsidi mulai hari ini, Minggu 27 Februari 2022 lalu.

Pjs. Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting menjelaskan, penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas. “Tercatat, harga Contract Price Aramco (CPA) mencapai 775 dolar AS/metrik ton, naik sekitar 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang tahun 2021,” jelas Irto dalam keterangan resmi, Minggu

Kenaikan harga berbeda-beda di beberapa tempat untuk gas Elpiji 5,5 kilogram maupun 12 kilogram. Dengan adanya penyesuaian, harga Elpiji non subsidi yang berlaku saat ini sekitar Rp15.500 per kilogram. Lantas, berapa kenaikan masing-masing di tingkat agen?

Mengacu pada laman resmi Pertamina.com, harga Elpiji nonsubsidi rumah tangga di DKI Jakarta mencapai Rp88.000 untuk tabung Bright Gas 5,5 kilogram dan Rp 187.000 untuk tabung Bright Gas 12 kilogram/Elpiji 12 kg. Harga serupa juga berlaku di wilayah Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah, meliputi Bandung, Bekasi, Bogor, Depok, Cianjur, Garut, Indramayu, Karawang, Sukabumi, Tasikmalaya, Boyolali, Cilacap, Demak, Kudus, Pemalang, Semarang, Solo, dan Tegal.

Lalu, berlaku pula di wilayah Bantul dan Sleman DIY Yogyakarta. Begitu pun di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat meliputi Banyuwangi, Gresik, Kediri, Malang, Ngawi, Pamekasan, Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, Tulungagung, dan Lombok.

Sementara di Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah harga LPG non subsidi mencapai Rp94.000 untuk tabung Bright Gas 5,5 kilogram dan Rp 197.000 untuk tabung Bright Gas 12 kilogram/ elpiji 12kg.

Di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah harganya mencapai Rp91.000 untuk tabung Bright Gas 5,5 kilogram dan Rp189.000 untuk tabung Bright Gas 12 kg/elpiji 12 kg.

Di Kalimantan Utara, harga Bright Gas 5,5 kilogram menjadi Rp 104.000 dan harga Bright Gas 12 kilogram/elpiji 12 kg Rp 223.000. Terakhir di Maluku, harganya mencapai Rp 114.000 untuk tabung Bright Gas 5,5 kilogram dan Rp 243.000 untuk tabung Bright Gas 12 kilogram/elpiji 12 kg. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *