Bandar Lampung (SL)-Pengusaha Lampung Babay Chalimi kembali memenangkan Kasasi atas enam aset yang diletakkan sita jaminan di Lampung dan Jakarta. Salah satunya bangunan yang dikuasai oleh Bank BPR Utomo di Enggal, Kota Bandar Lampung.
Selain enam properti tersebut, putusan inkracht juga memuat kerugian materiel Rp40 miliar dan kerugian immateriel Rp20 miliar juga dwangsom senilai tidak kurang dari Rp12 miliar mengingat putusan telah inkracht sejak 17 tahun yang lalu.
Kuasa Hukum Babay Chalimi, Robinson Pakpahan membenarkan hal tersebut. Dan sebagai sesama pengusaha di Lampung, dia menyarankan pihak Bank BPR Utomo menghargai kliennya dengan menyerahkan aset tersebut.
“Kami tunggu BPR Utomo menyerahkan secara sukarela aset yang telah ditempatinya selama bertahun-tahun tanpa sekalipun berusaha mencari tahu status hukum property untuk mes karyawan Bank BPR Utomo,” katanya kepada wartawan, Selasa 10 Mei 2022.
Menurut Robinson, masalah ini sudah lama, Mahkamah Agung (MA) telah menetapkan perkara No. 15/PDT.G/2002/PN.TK inkracht dimenangkan Babay Chalimi pada 28 Juli 2005. Kemudian, 7 Oktober 2014, melalui Kuasa Hukumnya Babay Chalimi telah mengajukan eksekusi atas putusan inkracht ke PN Tanjungkarang.
Dan pada 14 Oktober 2019, Ketua PN Tanjungkarang Timur Pradoko, SH, MH menerbitkan Penetapan No. 26/Pdt.Eks.PTS/2019/PN.Tjk. “Kami meminta Pak Timur memberikan aanmaning (teguran) terhadap para pihak agar segera melaksanakan isi putusan,” ujarnya.
Namun, lanjut Robinso Pakpahan, pihak termohon eksekusi tersebut mengajukan Bantahan yang akhirnya tetap perkara tersebut dimenangkan oleh Babay Chalimi. “Jika hukum ditaati dari 3 tahun yang lalu, putusan inkracht tersebut bisa dieksekusi karena segala upaya hukum bukan penghalang pelaksanaan eksekusinya termasuk pengajuan bantahan oleh para termohon yang mengada-ada dan nebis in idem tersebut,” katanya.
Potensi Pidana
Robinson Pakpahan, penasehat hukum Babay Chalimi melihat adanya dugaan pidana atas proses penguasaan objek sita beberapa lahan, salah satunya Mes Bank BPR Utomo di Kelurahan Enggal, Kota Bandarlampung. “Bank BPR Utomo bisa menempati objek sita yang terkait dengan putusan inkracht setelah Kohar Widjaja meninggal dunia itu dengan cara bagaimana dan oleh siapa?” kata Robinson Kamis (12 Mei 2022.
Babay telah mengantongi putusan Mahkamah Agung (MA) No.15/PDT.G/2002/PN TK sejak 28 Juli 2005. Bantahan Handayanti dkk telah ditolak MA sampai Babay 2 kali memperoleh putusan inkracht. Pertama, perkara ini inkracht sejak 28 Juli 2005 dalam perkara No.15/PDT.G/2002/PN.TK. Kedua, inkracht pada 1 November 2021 dalam perkara Bantahan Handayanti dkk No.34/Pdt.Bth/2020/PN TK.
Atas putusan inkracht pertama, Ketua PN TK menerbitkan Penetapan No. 26/Pdt.Eks.PTS/2019/PN TK tanggal 14 Oktober 2019 tentang Eksekusi Putusan Inkrah yang ditandatangani Timur Pradoko selaku ketua PN TK. Handayanti dan Stepanus Soegianto kasasi, namun MA malah menegaskan bahwa putusan sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan eksekutorial.
Ditambahkan lagi oleh Robinson, tak ada alasan lagi Ketua PN Tanjungkarang Syamsul Arief yang baru menjabat Februari 2022 menunda eksekusi paksa atas inkrachtnya perkara Babay sejak 17 tahun lalu. Atau, BPR Utomo menyerahkan aset tersebut.”Kami tunggu BPR Utomo menyerahkan secara sukarela aset yang telah ditempatinya selama bertahun-tahun,” katanya.
Putusan inkracht juga memuat kerugian materiel Rp40 miliar dan kerugian immateriel Rp20 miliar juga dwangsom senilai tidak kurang dari Rp12 miliar mengingat putusan telah inkracht sejak 17 tahun yang lalu. Tergugat utama, Kohar Widjaja alias Athiam meninggal awal Agustus 2010 di Kota Bandarlampung. Seharusnya pihak-pihak yang menguasai objek sita menyerahkannya ke Babay, kata Robinson. (Red)
Tinggalkan Balasan