Sengketa Lahan HGU 53 PTPN VII Saksi Sebut Pemakaman Didalam Areal Milik Allah

Bandar Lampung (SL)-Sidang sengketa lahan HGU 53 tahun 2002 antara Penggugat: Masyarakat Desa Tanjung Pandang, Kecamatan Bangunrejo, Lampung Tengah melawan Tergugat PTPN VII unit kerja Bekri dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Tengah kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung, Senin 13 Juni 2022.

Pada sidang ke lima itu penggugat menghadirkan empat orang saksi. Salah satunya saksi fakta berusia lanjut, Ahmad Syafei, yang menjelaskan histori keberadaan pemakaman Dipo. Saksi menjelaskan bahwa ia adalah juru kunci pemakaman di Kampung Dipo. Namun sayang kesaksian Ahmad Syafei kurang berjalan lancar karena saksi sudah sangat uzur dan pendengarannya kurang.

Keterangannya terkait pemilik lahan pemakaman itu adalah punya Allah sempat mengundang tawa semua orang di ruang sidang utama PTUN, tiga hakim PTUN sempat tertawa terkekeh-kekeh.

Namun saksi ketiga, Lilik, seorang mantan pekerja lepas PTPN menyebutkan bahwa lahan makam itu adalah tanah wakaf. Meski demikian, keterangan saksi fakta Ahmad Syafei memperkuat fakta bahwa memang luas pemakaman di Kampung Dipo sudah banyak berkurang.

“Dulu sebelum digusur tahun 1974, ada 2 ha. Sekarang tinggal satu atau dua rantai saja,” katanya.

Saksi lain, Gina Indarwati, mantan Kepala Kampung Tanjung Pandan periode 2000-2013 mengungkapkan dirinya pernah membuatkan surat kepemilikan tanah untuk lebih dari 250 surat/warga. “Itu tahun 2006 lalu, saat itu warga datang berbondong-bondong meminta saya membuatkan surat kepemilikan tanah yang diakui warga adalah hak mereka,” jelasnya.

Saksi Gina mengakui, keputusannya membuatkan ratusan surat kepemilikan tanah itu disampaikan secara lisan kepada camat pada waktu itu. Setelah itu, jelas saksi Gina , ia meminta warga dan tim yang dibentuknya untuk melakukan penelusuran atau mencari tahu keberadaan surat HGU 53 ke kantor pajak dan BPN Lampung Tengah.

Ia juga mengaku, saat menjadi Kepala Kampung Tanjung Pandan tidak pernah dilibatkan dalam urusan HGU bahkan dirinya tidak pernah diajak bicara soal HGU termasuk perpanjangannya. Terkait perkara ini, sebelumnya pada Selasa, 10 Juni 2022 telah dilakukan sidang lapangan di lokasi di pemakaman umum yang ada di tengah- tengah kebun sawit.

Pada sidang lapangan tersebut pihak saksi tergugat atau PTPN membenarkan telah melakukan pengukuran ulang yang dilakukan oleh PTPN tanpa didampingi oleh pihak penggugat.

“Hasil pengukuran ulang ini, menurut saksi ke-empat, Suyanto, sudah dibuatkan berita acaranya oleh PTPN. Namun ia mempertanyakan hasil pengukuran itu yang disebutnya dilakukan sepihak hingga berpotensi tidak valid dan tidak kongkrit. Jelas kami meragukannya,” tegasnya.

Suyanto juga menjelaskan bahwa keterangan saksi tergugat saat sidang lapangan yang menyebutkan bahwa objek sengketa masuk dalam wilayah Desa Sinar Banten adalah tidak benar.

“Yang disebut Sinar Banten itu adalah Kampung Dipo, yang berbatasan dengan lahan milik masyarakat yang masuk dalam dalam kewilayahan Bangunrejo, Lampung Tengah, bukan Bekti,” jelasnya.

Ia menjelaskan berdasarkan peta yang dikeluarkan pihak PTPN memiliki 4 lahan garapan (afdeling 1 sampai 4).

“Yang kami pertanyakan apakah peta yang dibuat oleh PTPN itu hanya yang ditanami atau keseluruhan karena di sana ada sungai, danau, jalan, gunung yang luasannya lebar. Bagaimana dengan fakta adanya temuan BPKH yang menyatakan ada kelebihan lahan sekitar 3019 ha,” katanya.

Fakta menarik lain yang disebutkan Suyanto adalah akibat pencaplokan lahan oleh PTPN ini telah mengubah luasan Desa Definitif Tanjung Pandan yang kini hanya seluas 351 ha. Besaran luas desa itu tidak memenuhi syarat untuk sebuah desa definitif sesuai UU.

“Ini juga dialami Desa Panca Bakti yang juga dicaplok. Luas desa itu kini tinggal 257 ha. Ini juga berpotensi digugat warga. Saya bisa buktikan ini, saya tidak mengada-ada,” tegasnya. (iwa/Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *