Nilai Politik Lembaga AIK di Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyah

Dalam sejarah, lahirnya perguruan tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) merupakan bukti kesungguhan Muhammadiyah dalam berkiprah mencerdaskan kehidupan bangsa. Diusia ke 43 tahun persyarikatan, tempatnya 18 Nopember 1955 gagasan untuk mendirikan pendidikan tinggi dengan terlahirnya fakultas falsafah dan hukum di Padang Panjang yang hari ini menjadi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.

Walaupun hanya mampu berjalan tiga tahun, dikarena pergolakan politik saat itu yang terjadi di Indonesia. Tetapi, ini adalah titik awal dari lahirnya PTMA yang hari ada di Indonesia bahkan di luar Indonesia.

Harus disadari bahwa keberadaan Perguran Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA), adalah usaha dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan persyarikatan Muhammadiyah. Sehingga kehidupan kampus sudah semestinya memuat nilai-nilai pesan gerakan yang ada dalam pesyarikatan sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

Maka semua komponen yang ada dikampus diarahkan untuk senantiasa bergerak mewujudkan masyaratan utama adil makmur yang di ridhai Allah SWT dan juga masyarakat Islam sebenar-benarnya. Dengan yang disampaikan di atas tentuya ini menjadi satu pekerjaan besar lembaga AIK di PTMA, sehingga lembaga AIK harus terus bergerakan menjadikan AIK sebagai nilai hidup. Artinya, AIK harus ada diberbagai komponen yang ada di perguruan tinggi.

Dari sini, lembaga AIK harus berani melakukan integrasi dengan lembaga-lembaga yang ada di kampus dan kegiatan non akademik mahasiswa sehingga semua aktifitas kampus terisi ruh Muhammadiyah. Sehingga AIK harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan juga mampu menjawab masalah zaman.

Diakui, bahwa masih banyak kampus PTMA yang belum terpenuhi standar keislaman dan kemuhammadiyah yang telah rumuskan melalui standar mutu AIK yang diterbitkan oleh majelis Diktilitbang. Disinilah pentingnya peran dari lembaga AIK yang ada di PTMA, sehingga secara implementasi memiliki tanggung jawab bersama dengan pimpinan kampus.

Maka secara politik nilai lembaga AIK harus menjadi lembaga yang menghidupkan semua aktifitas kampus. Namun hal ini akan ditentukan dengan komitmen dan pemahaman pimpinan terhadap keberadaan lembaga AIK.

Bertolak dari sini, adanya lembaga AIK bukan saja mengawal dalam pendidikan sebagai mata kuliah bagi mahasiswa, namun lembaga yang juga berfungsi sebagai pengawal prilaku baik itu dosen dan tenaga kependidikan.

Sehingga AIK harus menjadi basis kegiatan akademik dan non akademik. Dimana secara realita bahwa setiap ada persoalan kampus yang menyangkut prilaku sivitas akademik, maka AIK dipaksa untuk bertanggung jawab. Dan sebaliknya jika prestasi yang di miliki kampus, AIK tidak akan dilibatkan atas kebanggaan tersebut. Oleh itu keberadaan lembaga AIK harus cermat dalam implementasi diseluruh kegiatan akademik dan non-akademik di kampus PTMA.

Penting kiranya kedepan bahwa lembaga AIK mampu menjadi gawang dan menggarap dari integerasi keilmuan. Sehingga, kedepan semua PTMA memiliki kesamaan dalam pemikiran dalam mengembangkan Islam dan kemuhammadiyahan. Walaupun kita harus menghormati kearifan lokal dan kebutuhan kampus.

Tetapi yang harus juga di fahamkan bahwa AIK harus ditampilkan sebagai ciri khas dari PTMA, AIK sebagai subyek dakwah yang menggembirakan bagi obyeknya dan juga AIK sebagai ruh keseluruhan aktifitas kampus. Sebagai catatan, bahwa orang-orang yang ada di lembaga AIK mereka yang juga harus memiliki latar belakang AIK yang jelas baik secara keilmuan maupun kekaderan di Muhammadiyah.

Selain itu juga pengurus dan dosen AIK juga memberikan kontribusi konkrit kepada kampus baik pendidikan, penelitian dan pengabdian sehingga AIK bukan menjadi momok bagi kampus namun menjadi pemacu kemajuan kampus. Maka lembaga AIK memberikan kontribusi kepada seluruh kegiatan yang setiap elemen yang ada di kampus, setidaknya kontribusi pemikiran, nilai-nilai kebaikan dan kebermanfaatan terhadap kemaslahatan kehidupan.

Secara politik, lembaga AIK selanjutnya harus juga menghidupakan pemahaman ke-Islam-an secara menarik dan menyengakan baik untuk dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa. Sehingga dosen-dosen AIK harus memiliki kemampuan dan menguasai metode serta strategi dalam proses pendidikan dan pembelajaran.

AIK sebagai pembelajaran dan AIK yang diimplemtasikan dalam kajian harus disenangi dan dirindukan. Jalan politik dari lembaga AIK lainnya adalah dengan menjalankan serta menguatakan proses perkaderan Muhammadiyah baik itu Darul Arqom, Baitul Arqom dan juga Latihan Istruktur bagi dosen dan tenaga pendidikaan.

Akhirnya, lembaga AIK secara politik juga harus mampu membangun jaringan dengan berbagai komponen yang ada di persyarikat di Muhamamdiyah. Secara struktural bahwa lembaga harus mampu berjejaring dengan pimpinan Muhammadiyah mulai dari Ranting, Cabang, Daerah, Wilayah bahkan Pusat. Bahkan juga jaringan organisasi otonom Muhammadiyah (Asiyiyah, NA, Pemuda Muhammadiyah, IMM, IPM, HW dan TSPM).

Secara Ideologi maka lembaga AIK harus bisa membangun jaringan dengan Majelis Pendidikan Kader (MPK), majelis Tarjih dan Tajdid serta majelis Tabliq. Sehingga secara kekuatan organisasi, lembaga AIK memiliki suppot bukan saja dari kampus namun juga dari persyarikatan secara menyeluruh. (***)

Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *