Kini Kejati Lampung berdalih bahwa proses hukum tetap berjalan meski sudah menerima pengembalian kerugian negara senilai Rp2,57 miliar. Uang itu dikembalikan atas nama pengurus KONI Lampung ke kas negara.
Kepala Kejati Lampung, Nanang Sigit Yulianto membenarkan pihak KONI Lampung sudah mengembalikan kerugian negara. Meski demikian, pihaknya memastikan proses penyidikan kasusnya tetap berjalan.
“Saat ini sudah dikembalikan dan disetorkan ke kas daerah, ada pengurus sukarela mengembalikannya tanpa paksaan. Tapi untuk proses hukumnya tetap berjalan,” kata Nanang Sigit Yulianto saat ekspos refleksi kinerja 2022 di Kantor Kejati Lampung, Kamis 22 Desember 2022.
Meski demikian, Kejati Lampung menganggap pengembalian kerugian negara tersebut, sebagai itikad baik KONI secara kolegial, bukan perorangan. Pihaknya juga sudah menerima bukti surat tanda setor ke kas daerah dari KONI Lampung.
“Kami tidak tahu itu dari mana, tapi yang jelas itu atas nama KONI Lampung. Jadi kami nanti merujuk untuk penetapan tersangkanya, nanti ketika sudah ada kesimpulan,” ujar Nanang Sigit Yulianto.
Untuk diketahui hasil audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), terdapat kerugian negara Rp2,57 miliar dari kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung.
Praktisi hukum asal Provinsi Lampung Sopian Sitepu menyoroti penanganan kasus korupsi penyelewengan dana hibah KONI Lampung sedang ditangani Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Lampung.
Menurut Sopian, tim penyidik sebaiknya segera mengambil langkah tegas ihwal proses penyidikan kasus korupsi mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp2,5 miliar tersebut. “Pendapat saya, dalam kasus ini sebaiknya ada ketegasan. Hentikan atau lanjutkan pekara,” ujar pengacara tersebut, Kamis 22 Desember 2022.
Pemberitaan Kasus Membuat Masyarakat Bingung
Sopian melanjutkan, penanganan perkara hingga diberitakan berbagai mediadan dikonsumsi publik membuat khalayak masyarakat umum bingung. Apalagi, kejaksaan baru saja menyampaikan KONI Lampung telah mengembalikan kerugian keuangan negara. Namun belum ada penetapan tersangka.
Pasalnya, dalam menyikapi kasus korupsi tersebut perlu konsistensi dan mengedepankan hal-hal menjadi acuan tentang niatan dimaksud. “Acuan itu sangat subjektif, delik ini delik formil, dan perlu ada ketentuan pasal 4 Tipikor (tindak pidana korupsi),” ungkap dia.
Menghabiskan Banyak Energi
Dikatakan Sopian, sikap tegas penghentian atau melanjutkan penanganan perkara tersebut lebih baik. Itu dibandingkan harus menghabiskan banyak energi.
“Sebaik ambil kesimpulan yang terbaik untuk semua. Adanya kehati-hatian penyidik, justru langkah konkret penyidik yang perlu diwujudkan, sehingga ada produk hukum,” kata dia.
Selain itu, ia pun sependapat dengan sikap kejaksaan untuk mendalami atau mencari niat jahat atau mensrea. “Penting, baik dolus (sengaja) dan culpa (lalai),” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan