Penjual Miras di Bandar Lampung Wajib Patuhi Aturan Ini, Agar Terhindar dari Sanksi 

Bandar Lampung (SL) – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandar Lampung terus melakukan pengawasan terhadap peredaran minum beralkohol di wilayah setempat.

Hal itu guna untuk mengontrol dan menertibkan para penjual yang sewaktu-waktu melanggar aturan. Sehingga DPMPTSP melalui bidang pengawasan memperketat kinerjanya.

Kepala DPMPTSP Bandar Lampung, Muhtadi Arsyad, kepada Sinarlampung, memaparkan tentang jual-beli miras yang sesuai aturan.

Menurutnya, dalam mengawasi penjualan miras di Bandar Lampung, pihaknya mengacu pada peraturan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sebab, saat ini Pemerintah Bandar Lampung sendiri belum mempunyai Perda khusus yang mengatur penjualan Miras.

Berdasarkan Peraturan Kemendag tersebut, hanya ada tiga tempat usaha yang diperbolehkan, seperti restoran, hotel dan bar yang izinnya sudah legal.

“Itupun harus minum di tempat (di lokasi penjualan,red) dan harus sesuai ketentuan,” kata Muhtadi, Rabu 26 Juli 2023.

Sedangkan pedagang eceran miras hanya yang diperbolehkan, yakni,  supermarket dan hypermart. Toko dan warung tidak boleh menjual miras kecuali ada Perda yang mengaturnya seperti di Bali dan Lombok.

“Juga tidak boleh menjual miras jika melanggar akan dikenakan sangsi administrasi berupa teguran secara tertulis 1, 2, dan 3 serta pencabutan izin sementara,” ujar Muhtadi.

Muhtadi memaparkan, cafe dan restoran memiliki resiko rendah kurang dari 50 kursi dan menengah rendah 50-100 kursi terbit secara otomatis. Artinya, data diinput di Online Single Submission atau OSS. Berdasarkan Klafisikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) resiko rendah dan menegah rendah maka yang terbit hanya NIB tanpa dikalukan verifikasi lagi oleh PTSP maupun Dinas Teknis.

“Resiko menengah tinggi 100-200 kursi upload data dan diverifikasi kewenangan ada di provinsi dan jumlah kursi lebih dari 200 merupakan kewenangan pemerintah pusat,” papar Muhtadi.

Muhtadi juga menjelaskan, Kota Bandar Lampung sebagai ibu kota Provinsi Lampumg dengan jumlah penduduk hampir 1,2 juta jiwa merupakan pusat pemerintahan, perkonomian, dan perdagangan yang sudah masuk katagori kota besar yang tidak memiliki sumber daya alam.

Karenanya, pendapatan daerah didapatkan dari pajak dan retribusi daerah dari kegiatan pelaku usaha seperti hotel, restoran, tempat hiburan dan lainnya, ungkap Muhtadi.

Muhtadi juga mengutip pernyataan Wali Kota Eva Dwiana, bahwa Bandar Lampung  terbuka bagi semua investor.

“Siapapun silahkan kalau memang bidang usaha terbuka seperti pusat hiburan, mall, serta pusat perdagangan berdasarkan aturan yang ada. Bukan bidang usaha tertutup yang menjadi kewenagan pusat seperti pabrik senjata juga pabrik miras,” tuturnya.

Dirinci, ada beberapa kegiatan usaha yang sudah kita lakukan tindakan karena memang izin yang mereka miliki tidak sesuai dengan kegiatan usaha yang ada di lapangan. Misalnya sudah melakukan proses membangun tetapi belum mengantongi izin bangunan.

“Tindakan yang dilakukan tidak serta merta langsung memberhentikan mereka tidak bisa berusaha lagi akan tetapi memberikan kesempatan pada pelaku usaha untuk melakukan perbaikan menyesuaikan dengan izin yang dimiliki”, kata Muhtadi.

Kemudian juga, kegiatan usaha yang dilakukan tetap memperhatikan budaya dan kearifan lokal. Sepanjang sudah memenuhi ketentuan silahkan saja melakukan kegiatan usaha dengan nyaman.

Muhtadi berpesan, bagi masyarakat Bandar Lampung, berilah kenyamanan bagi pelaku usaha untuk melakukan investasinya. Jangan mereka dibuat tidak nyaman. Artinya kita senang investasi ini selain membuka lapangan pekerjaan juga akan memberikan PAD dan dananya digunakan untuk anggaran pembangunan diberbagai sektor.

“Berikan respon yang positif karena kegiatan usaha akan berpengaruh pada kegiatan perekonomian”, kata Muhtadi.

Pemerintah daerah juga tidak tinggal diam, ini artinya pada saat pelaku usaha itu tidak sesuai dengan izin yang diberikan juga belum melengkapi izinnya. Pemerintah daerah memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan akan mengambil tindakan berdasarkan aturan hukum yang ada, tambah Muhtadi.

“Apalagi bidang usaha yang merugikan masyarakat, diperingatkan untuk melakukan perbaikan tetapi mereka tidak lakukan. Misalnya perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan yang membahayakan masyarakat. Maka aturan mainnya kita lakukan pencabutan izin”, pungkas Muhtadi. (Heny)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *