Tokoh Asal Sukadana KH Ahmad Hanafian Pahlawan Nasional

Lampung Timur, sinarlampung.co-Nama tokoh asal Sukadana, Lampung Timur, KH Ahmad Hanafiah, masuk dalam daftar tokoh yang akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Presiden Republik Indonesia telah menyetujui sejumlah tokoh yang akan menerima Gelar Pahlawan Nasional dalam sebuah upacara penghargaan yang akan diselenggarakan pada hari Jumat, tanggal 10 November 2023, di Istana Negara.

Kementerian Sosial mengundang para ahli waris penerima, termasuk keluarga KH. Ahmad Hanafiah untuk hadir di Jakarta paling lambat tanggal 8 November 2023. Kehadiran mereka diharapkan akan menambah kekhidmatan acara penghargaan tersebut.

Bupati Lampung Timur M Dawam Rahardjo mengaku bangga dan memberikan apresiasi atas penyetujuan Presiden Republik Indonesia terhadap KH. Ahmad Hanafiah sebagai Calon Pahlawan Nasional yang akan dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional.

“Setelah proses yang panjang akhirnya disetujui. Kami sangat bersyukur atas keputusan Presiden yang mengakui dedikasi dan jasa besar yang telah diberikan oleh KH. Ahmad hanfiah atas kontribusinya dalam mengusir penjajah di Indonesia,” ujar Dawam. Selasa 7 November 2023.

Dawam melanjutkan, KH. Ahmad Hanfiah adalah sosok yang telah berkontribusi dengan luar biasa dalam bidang keagamaan, sosial, dan pendidikan. Penetapan beliau sebagai Calon Pahlawan Nasional adalah sebuah penghormatan yang sangat layak. “Pemerintah Daerah komitmen memperjuangkan KH. AHMAD HANAFIAH untuk menjadi pahlawan nasional karena beliau putra terbaik Lampung Timur,” kata Dawam.

Dawam juga berterimakasih kepada Pemprov Lampung, TAIM IAIN Radem Intan Lampung, tokoh agama, masyarakat dan adat Lampung Timur, semua pihak atas doa dan dukunganya sehingga diakhir masa jabatan periode pertama bisa memberikan kado terbaik untuk masyarakat dengan gelar pahlawan nasional. “Diakhir masa jabatan saya periode pertama kita mendapat kado terindah yaitu gelar pahlawan nasional dan ini merupakan kebanggan untuk kita semua,” ucap Dawam.

Bupati Dawam menambahkan bahwa penghargaan ini akan menjadi inspirasi bagi masyarakat Sukadana dan generasi muda untuk mengikuti jejak perjalanan KH. Ahmad Hanfiah dalam membangun bangsa. “Semangat dan semakin besarnya peran beliau dalam sejarah Indonesia harus dijadikan sebagai contoh yang patut diikuti oleh generasi penerus,” tambahnya.

Diketahui, KH. Ahmad Hanfiah adalah salah satu dari banyak tokoh yang telah memberikan kontribusi luar biasa bagi bangsa, dan pengakuan sebagai Calon Pahlawan Nasional adalah penghormatan yang pantas untuk sosok yang telah berjuang dengan sepenuh hati dalam membela nilai-nilai dan kebaikan.

Dalam buku Biografi Perjuangan KH Ahmad Hanafiah ikut dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Lampung 1945–1947 yang ditulis Prof. Wan Jamaluddin dan penulis lainnya yang terbit 2022. Dalam buku itu disebutkan Ahmad Hanafiah dikenal sebagai tokoh agama, pemimpin pergerakan, dan perlawanan fisik umat Islam di Lampung.

Namun, sosok tersebut diyakini memiliki kemampuan unik, yaitu ilmu kebal dalam melawan penjajah Belanda. Sosok kelahiran Kecamatan Sukadana, Lampung Timur, pada 1905 itu putra sulung KH. Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana.

Pesantren tersebut menjadi pondok pesantren pertama di Lampung. “Beliau ini keturunan penyiar Islam Ki Masputra yang diutus Sultan Banten Maulana Yusuf (1570-1580) ke Sukadana. Kakeknya KH. Abdul Halim pernah belajar di Mekkah abad ke-19, dan Ayahnya KH. Muh. Nur pernah belajar di Mekkah selama 10 tahun sejak masa kecilnya,” tulis buku tersebut.

Buku itu menyebut, KH Ahmad Hanafiah sebagai ulama dan pejuang dari Sukadana yang berjasa mempertahankan kemerdekaan di Lampung (Sumatera bagian Selatan) pada 1945–1947. “Pilihan untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari cengkraman kolonialisme Belanda tak lepas dari latar sosiohistoris Hanafiah,” kutip buku biografi tersebut.

Setelah belajar di Batavia (Jakarta), Malaysia dan Mekkah, ia menghasilkan dua karya penting yaitu Sirr al-Dahr (1934-1936) dan Al-Hujjah (1937). Karya pertamanya Sir al-Dahr menitikberatkan mengenai tafsir surat al-Ashr yang dihubungkan dengan kata Al-Dahr.

Lalu karya kedua membahas tentang aspek-aspek fiqih, seperti salat sunnah qalbiyyah sebelum khutbah Jumat, mengangkat tangan saat qunut, menyentuh mushaf bagi yang berhadas, dan hukum tabu-tabuhan dan peralatan musik yang terjadi di masyarakat Lampung. Selain menulis dua kitab itu, Hanafiah pun aktif dalam pergerakan nasional. Ia tercatat sebagai Ketua Sarekat Islam (SI) di Kewedanan Sukadana (1937-1942).

Organisasi itu sebagai spektrum pergerakan nasional masa Hindia Belanda (1900-1942) menjadi wadah perjuangan umat Islam lintas daerah dan suku bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Untuk itu, SI dianggap organisasi berbahaya dan setiap pergerakannya di berbagai daerah mendapat pengawasan dari pemerintah Hindia Belanda.

Organisasi lain dengan posisi sebagai pimpinan adalah Nahdatul Ulama (NU) dan Masyumi pada 1937-1942. Pada masa pendudukan militer Jepang, Hanafiah aktif sebagai anggota Sangikai Keresidenan Lampung (1943-1945).

Pada awal proklamasi kemerdekaan Indonesia, ketika dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di Keresidenan Lampung, Hanafiah berkiprah sebagai Ketua KNID di Kewedanan Sukadana. Pada era itu, ia tercatat sebagai ketua Masyumi dan pimpinan Hisbullah Sukadana. Peran dan posisi tersebut memperkokoh semangat kebangsaan (nasionalisme) Hanafiah dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Lampung.

Terlebih, sejak Oktober 1945, Masyumi pusat menegaskan membela Tanah Air dari cengkeraman kekuasaan kolonial (Belanda) sebagai kewajiban bagi setiap umat Islam dan tindakan tersebut sebagai jihad.

Berlandaskan upaya menegakkan kemerdekaan dan semangat keagamaan (jihad), Hanafiah mengerahkan segenap jiwa dan raga memimpin laskar-laskar dari Lampung merebut Baturaja dari pendudukan pasukan Belanda pada Juli dan Agustus 1947, ketika Agresi Militer Belanda Pertama.

Pada serangan kedua (16-17 Agustus 1947), Ahmad Hanafiah dan ratusan laskar Lampung dikepung tentara Belanda. Setelah melakukan perlawanan sengit, Hanafiah ditangkap dan dieksekusi mati oleh Belanda di Baturaja dengan cara ditenggelamkan ke dalam Sungai Ogan.

Sehingga jasadnya tidak dapat ditemukan para pejuang dan masyarakat setempat. Untuk itu, tidak ada makam untuk sang ulama dan pejuang yang sangat heroik tersebut. KH. Ahmad Hanafiah mengakhiri hayatnya di jalah Allah demi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *