IPW Desak KPK Usut Aktor Main Pajak PT GMP

Bandar Lampung, sinarindonesia-Indonesia Police Watch (IPW) mengapreiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dan mendesak lembaga antirasuah bertindak adil dan tidak pandang bulu mengusut dugaan suap dan gratifikasi pengaturan pembayaran kewajiban pajak perusahaan PT. Gunung Madu Plantation (GMP)

Selain PT. Gunung Madu Plantation yang ada di Lampung, dua perusahaan lain adalah PT Jhonlin Baratama dan PT Bank Panin. Ketiga perusahaan besar tersebut masih dalam proses penanganan KPK atas dugaan main mata dengan Direktorat Jenderal Pajak.

KPK harus menuntaskan kasus tersebut sampai ke akar-akarnya. “KPK jangan hanya mengusut personel Direktorat Jenderal Pajak dan Konsultan Pajak saja, tetapi juga para aktor intelektual korporasi yang menyuapnya,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, Kamis 23 November 2023.

Sebelumnya Juru bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, menyebutkan KPK akan menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan pihak korporasi dan lima saksi tersangka pegawai Ditjen Pajak YNR dan FB. Kelima saksi tersebut adalah Aries Subhan karyawan PT Dua Samudera Perkasa, anak perusahaan PT. Jhonlin Baratama dan empat orang mantan karyawan PT. Jhonlin Baratama yaitu Fahruzzaini, Ozi Reza Pahlevi, Fahrial dan Ian Setya Mulyawan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah menyatakan bahwa KPK akan mengusut tiga perusahaan yang diduga melalukan manipulasi pajak dengan menyuap pejabat ditjen pajak melalui konsultan pajak perusahaan masing masing yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Panin Bank TBK dan PT Gunung Madu Plantation.

Menurutnya, dalam kasus suap pajak ketiga perusahaan tersebut, KPK hanya menuntut pejabat ditjen pajak serta Konsultan pajak masing-masing perusahaan. Tetapi belum memproses pengurus korporasi masing masing perusahaan tersebut.

Dijelaskannya, konsultan pajak yang menyuap pejabat pajak tersebut bukanlah menggunakan dana pribadi miliknya dan tindakan penyuapan tersebut bukan untuk kepentingan pribadinya. Pada bulan Januari 2023, melalui statmentnya, IPW telah mendesak KPK agar memproses hukum pengurus PT Jhonlin Baratama yang adalah perusahaan yang dimiliki oleh Syamsudin Andi Arsad.

Kasus Penggelapan Pajak PT GMP

Sebelumnya, Kewajiban pajak PT Gunung Madu Plantation (GMP) tahun 2016 seharusnya tembus Rp 608 miliar. Namun hasil utak-atik, produsen gula itu hanya membayar pajak Rp 20 miliar. Angka itu hasil nego konsultan pajak Foresight Consulting Aulia Imran Maghribi dan Ryan Ahmad Ronas dengan tim pemeriksa dan pejabat Ditjen Pajak.

Disepakati pula uang rasuah Rp 15 miliar untuk mengubah angka kewajiban pajak PT GMP. Akibat praktik ini, negara boncos Rp 588 miliar. Kehilangan penerimaan itu terungkap pada sidang perkara suap pemeriksaan PT GMP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Jaksa KPK menghadirkan Supervisor Tim Pemeriksa Ditjen Pajak, Kelik Widyatmoko sebagai saksi. “Pokok pajak (PT GMP) ditambah sanksi Rp 588 miliar untuk tahun pajak 2016,” ujarnya.

Kelik menjelaskan, Ditjen Pajak melakukan perhitungan ulang kewajiban PT GMP. Lalu menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Kurang Bayar Pajak (KBP). Penghitungan ulang dilakukan setelah terkuak skandal suap pemeriksaan pajak yang melibatkan mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji.

Perintah penghitungan ulang datang dari Irawan Afrizal, pengganti Angin. Pemeriksaan terhadap PT GMP dilakukam 26 April 2021 hingga Maret 2022.

Tim pemeriksa Ditjen Pajak yang dipimpin Arif Budiman sempat menyambangi lokasi pabrik PT GMP di daerah Metro, Lampung. Pemeriksaan di tempat ini berlangsung tiga hari. “Kita melakukan pertemuan di lokasi pabrik wajib pajak (PT GMP), kita periksa data-datanya dan dokumen-dokumen,” ungkap Kelik.

“Ada main deal-deal lagi enggak?” cecar ketua majelis hakim Fahzal Hendri.

Kelik menegaskan, hasil pemeriksaan kali ini berdasarkan peraturan yang ada.

PT GMP keberatan dengan jumlah kewajiban pajak hasil penghitungan ulang. PT GMP menggugat hasil perhitungan itu ke pengadilan pajak. Kini masih proses persidangan. “Kalau keberatan terus, sampai kiamat nggak bayar-bayar,” sindir Hakim Fahzal.

Diketahui, PT GMP menyuap Angin Prayitno Aji dan tim pemeriksa agar menurunkan nilai kewajibannya pajak untuk tahun 2016. Uang suap disiapkan Rp 15 miliar.

Dalam surat dakwaan disebutkan, Ryan Ahmad Ronas menyampaikan PT GMP menyediakan uang Rp 30 miliar untuk pembayaran kurang pajak beserta fee tim pemeriksa pajak dan pejabat Ditjen Pajak Tim pemeriksa pajak menerima tawaran ini. Angin memerintahkan agar meminta imbalan Rp 15 miliar.

Akhirnya ditetapkan nilai pajak PT GMP tahun 2016 hanya sebesar Rp 19.821.605.943. Guna memenuhi komitmen “fee” untuk tim pemeriksa dan pejabat Ditjen Pajak, PT GMP mengeluarkan dana yang dicatat sebagai bantuan sosial (bansos). Yakni bansos untuk Teluk Betung Barat pada 15 Januari 2018 sebesar Rp 5 miliar.

Bansos Desa Kedaton tertanggal 15 Januari 2018 sebesar Rp 5 miliar. Kemudian, bansos Gunung Sugih tertanggal 17 Januari 2018 sebesar Rp 5 miliar. “Padahal bantuan-bantuan tersebut bersifat fiktif,” kata jaksa KPK.

Uang tersebut kemudian dibawa secara tunai dari Lampung ke kantor Foresight Consulting di Jakarta. Aulia dan Ryan selanjutnya menyerahkan uangnya kepada Yulmanizar, anggota tim pemeriksa Ditjen Pajak.

Uang itu lalu ditukar menjadi dolar Singapura di Money Changer Dolar Asia kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat. Namun setelah dikurs nilainya hanya Rp 13,2 miliar. Ryan memberikan kekurangannya Rp 300 juta. Sisanya Rp 1,5 miliar dinikmati Ryan dan Aulia.

Pajak Alat Berat PT GPM

Medio sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, mendesak PT. Gula Putih Mataram (GPM) agar membayar tunggakan pajak alat berat. Pasalnya KPK terus melakukan pantauan terhadap potensi pendapatan daerah di Lampung. Salah satu sektor yang disorot KPK adalah pendapatan daerah dari pajak alat berat (PAB).

Ketua Tim Wilayah III Korsupgah KPK Dian Patria bahkan mengatakan, belum ada satupun perusahaan di Lampung yang memiliki alat berat membayarkan pajaknya. “Pasnya bisa ditanyakan ke pemda. Tetapi, setahu saya tidak ada satupun yang membayar (pajak alat berat),” kata Dian, Senin 22 April 2019.

Salah satu pantauan KPK dimulai pada Senin 22 April 2019 lalu, ke perusahaan yang cukup terkenal di Lampung yakni PT Gula Putih Mataram (GPM) Tulangbawang. Unsur KPK diwakili oleh Ketua Tim Wilayah III Korsupgah KPK Dian Patria dan Desmon bersama tim dari Pemprov Lampung yang dipimpin Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lampung, E Pieterdono.

Dian mengungkapkan, perusahaan belum membayar PAB karena masih berbeda persepsi terhadap pungutan PAB itu sendiri. Terlebih, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017, yang mengabulkan gugatan PT Tunas Jaya Pratama, PT Mappasindo, dan PT Gunung Bayan Pratamacoal perihal uji materi UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurut Dian, pihak perusahaan seolah berlindung dibalik putusan MK tersebut. “Tetapi setelah pantauan kami ke PT GPM, sudah sepakat jika pajak alat berat akan dibayarkan. Tetapi, pihak perusahaan meminta ada surat penegasan dari pemerintah pusat mengenai pajak alat berat ini. Nanti Pemprov Lampung yang bersurat ke pusat,” ujar Dian.

Dian menegaskan, memang pemprov bisa langsung memungut PAD dari sektor PAB, karena putusan MK tersebut tidak mengubah UU dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun. “Ini kan sekarang. Nanti, setelah 10 Oktober 2020, jika tidak ada aturan pengganti atau tidak ada revisi atas undang-undangnya, maka pemda tidak bisa lagi memungut PAB,” tandas Dian. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *