Bandar Lampung, sinarlampung.co-Kasus pengundulan pohon-pohon di lahan hutan kota Bandar Lampung tidak boleh dianggap sepele. Pasalnya, kini hilangnya tanaman pohon di sembilan hektar lahan hutan kota itu menghilangkan 1800 ton oksigen. Juga tidak terserapnya 4.500 ton CO2. Dan itu akan berdampak kepada masyarakat terutama yang tinggal di Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kecamatan Sukabumi, dan Way Halim Permai, Kecamatan Way Halim.
Hal itu dikatakan pakar lingkungan Universitas Lampung Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S.IPU, kepada wartawan, menanggapi hilangnya hutan Kota Bandar Lampung. “Dampak negatif penebangan ratusan pohon itu sangat memprihatinkan bagi kehidupan masyarakat sekitar. Karena dalam satu hektare kawasan penghijauan, menghasilkan sedikitnya 200 ton oksigen yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” kata Prof Dr Ir Slamet Budi Yuwono, M.S.IPU, Selasa 16 Januari 2024.
“Kalau saat ini ada sembilan hektare lahan yang digunduli, berarti perusahaan itu telah menghilangkan sekitar 1.800 ton oksigen. Dan tentu saja ini merupakan persoalan berkait erat dengan kejahatan lingkungan,” tambahnya.
Selain menghilangkan ribuan oksigen bagi kepentingan masyarakat sekitar, dibabat habisnya ratusan pohon penghijauan di kawasan kiri-kanan flyover Sultan Agung-Korpri dan samping kanan serta depan Transmart Lampung itu, juga mengakibatkan tidak terserapnya 4.500 ton CO2. Dimana dalam satu hektare pohon penghijauan berkemampuan menyerap CO2 sebanyak 500 ton.
“Jadi bisa dibayangkan akibat penggundulan pohon penghijauan itu. Polusi udara dari kendaraan bermotor yang lalulalang atau industri yang ada di sekitar wilayah itu, saat ini tidak bisa lagi terserap. Masyarakat sekitar benar-benar menghadapi tragedi kemanusiaan yang cukup ironis akibat pembabatan kawasan ruang terbuka hijau tersebut,” jelas Prof Slamet prihatin.
Menurut Prof Slamet, keberadaan pohon yang telah berusia di atas 5 tahun sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan. Karena memiliki fungsi melindungi erosi, menyerap polutan, dan menghasilkan oksigen. Terkait kerugian secara materiil atas hilangnya ratusan pohon penghijauan berusia 20 tahun itu, Prof Slamet menyatakan, dikalkulasikan saja dengan harga oksigen di rumah sakit.
“Kalau mau di-rupiah-kan jumlah kerugian secara materiil, hitung dari harga oksigen di rumah sakit dan kalikan sedikitnya 1.800 ton. Itu kalau hitungan kerugian materiil. Yang lebih parah adalah kerugian immaterial. Dan ini tidak bisa dihitung, karena menyangkut kehidupan masyarakat,” katanya yang sepakat dengan pendapat Anshori Djausal bila PT HKKB telah melakukan kejahatan lingkungan.
Slamet menmbahkan penolakan atas akan disusunnya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang dilakukan warga setempat dalam acara konsultasi publik yang digagas PT HKKB, Sabtu 13 Januari 2024 lalu, telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Saya mengapresiasi apa yang menjadi sikap warga masyarakat setempat. Karena memang aturannya, jika sebuah perusahaan mengajukan AMDAL. Namun sebelumnya telah dilakukan kegiatan di lapangan, maka harus ditolak. Bahkan harus langsung ditolak. Ini aturan yang bicara. Harus ada izin lingkungan dulu, dalam hal ini AMDAL, baru boleh ada kegiatan di lapangan. Jangan dibalik-balik,” ucap Prof Slamet.
Hanya persoalannya, seharusnya yang melakukan penolakan diprosesnya AMDAL adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung. “Namun, terlepas dari itu, masyarakat berhak mengajukan class action. Kalau dilakukan gugatan terkait kejahatan lingkungan, pasti akan terbawa siapa yang memberi izin lokasi. Termasuk pemberi izin atau pelaku penebangan atas pohon penghijauan itu,” katanya.
Prof Slamet menyebutkan bahwa hal ini memang harus disikapi dengan serius. Karena ruang terbuka hijau (RTH) di Bandar Lampung sekarang memang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan setiap daerah kabupaten atau kota memiliki RTH 30 persen dari luas wilayahnya. “Seharusnya Pemkot Bandar Lampung yang memfasilitasi atau melindungi ruang terbuka hijau (RTH), bukan justru membiarkan hancurnya kawasan tersebut,” katanya.
Prof Slamet mengaku baru mengetahui adanya pembabatan kawasan ruang terbuka hijau di tepian Jln Bypass Soekarno-Hatta, Way Halim, itu beberapa waktu lalu. “Saya kaget pas lewat daerah itu. Lho, kok sudah gundul begini. Kemana ratusan pohon penghijauannya. Dulu kan wilayah itu termasuk RTH. Saya sangat prihatin dengan peristiwa ini,” ujarnya.
Hearing DPRD Bandar Lampung Aneh

DPRD Kota Bandar Lampung menggelar rapat dengar pendapat (RDP) atau hearing kedua dengan dalih membahas hilangnya hutan Kota Bandar Lampung. Namun, dalam undangan, bukan PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) yang diundang, tapi yang diundang wakil rakyat PT Usaha Hasil Kita Bersama (UHKB).
Belum jelas apakah perbedaan nama perusahaan hanya sekadar salah ketik atau ada unsur kesengajaan agar Mintardi Halim alias Aming selaku Direktur PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) tak hadir pada RDP tersebut. Pasalnya dalam undangan yang ditandatangani Ketua DPRD Kota Balam Wiyadi, ada catatan yang digaris bawahi dan ditulis tebal, sang pengusaha diminta bawa data atau dokumen yang dimiliki dan tanpa berwakil.
Baru Buat AMDAL
Sebelumnya Mintardi Halim alias Aming selaku direktur PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) mengundang warga untuk persiapan pembuatan AMDAL Hutan Kota Wayhalim. Dari surat yang beredar di warga, Jumat 2 Januari 2024. Aming mengundang wakil warga di Hotel Nusantara Syariah, Jl. Soekarno Hatta No.50, Sukabumi Indah, Sabtu 14 Januari 2024, pukul 09.30 WIB.
Alasan Aming mengundang warga agar rencana pembangunan super bloknya lancar di Jl. Soekarno Hatta, Kelurahan Waydadi dan Waydadi Baru, Kelurahan Sukarame dan Wayhalim Permai, Kecamatan Waypermai, Kota Bandarlampung. Namun hasil pertemuannya tak memuaskan warga. Mereka menyoal kenapa lingkungan permukiman mereka sudah kena banjir dan hutan kota sudah dibabat dan ditimbun baru berwacana pembuatan AMDAL.
Anak PT Sinar Laut?
PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB) ternyata anak perusahaan PT Sinar Laut, yang menggasak dan menimbun Taman Hutan Kota Wayhalim tanpa terlebih dulu melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). “PT HKKB, anak perusahaan PT Sinar Laut, melakukan kekeliruan, belum memiliki AMDAL lebih dulu, sudah melakukan pengurukan lahan buat superblok” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkot Bandarlampung Ahmad Husna, Selasa 16 Januari 2024.
Seharusnya sebelum land clearing, kata Ahmad Husna , Mintardi Halim alias Aming selaku direktur PT HKKB sudah memiliki AMDAL terlebih dulu di lahan sekitar 20 hektare, terutama di kawasan Taman Hutan Kota Wayhalim. Karena itu Ahmad Husna meminta pengembang agar kembali menyusun Izin Amdal nya. “Harus segera disusun, jadi karena ada kekelirua kita minta kepada pemilik sesegera mungkin menyusun berkas,” katanya.
Untuk tahapan pembuatn AMDAL biasanya memakan waktu hingga 3 sampai 6 bulan. Soal kepemilikan lahan, kata Ahmad Husna bukan kewenangan DLH, dan masalah hutan kota sudah dijelaskan Kadis DPMPTSP, memang sudah bukan ranahnya DLH. Dia minta perusahaan mematuhi kewajiban yang tertera di UU Lingkungan Hidup yang berhubungan dengan pembangunan dan kehidupan bermasyarakat. “Pembuatan Amdal tahapannya Panjang, konsultasi publik, kerangka acuan, termasuk rapat lanjutan, mungkin memakan waktu yang lumayan panjang. (Red)
Tinggalkan Balasan