Server SIREKAP KPU “Diam-diam” Pindah ke Indonesia?

Alhamdulillah, “anak ayam sudah kembali ke induknya”. Istilah ini mungkin cocok untuk menggambarkan bagaimana situs Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menggunakan IP Address: 170.33.13.55 milik Aliyun Computing Co.Ltd alias Alibaba.com Singapore e-commerce Private Ltd, kini “diam-diam” sudah dipindah ke Bumi Pertiwi. Jadi kalau dalam beberapa hari kemarin Sirekap tersebut sempat “mati” alias tidak berfungsi, memang saat itu sedang terjadi migrasi.

Saat ini Sirekap KPU sudah menggunakan IP Address 163.181.100.202 alias di Jakarta Raya (meski masih terdaftar di Alibaba Cloud LLC). Jadi pemindahan atau migrasi (sekali lagi diam-diam dengan alasan “Perbaikan Sistem”) ini mungkin memang buru-buru dikejar sebelum audit Forensik IT KPU jadi dilaksanakan untuk proyek yang sudah membuat heboh dan menimbulkan Keresahan Masyarakat tersebut. Istilahnya, sebelum ketahuan sudah “dilarikan atau diselamatkan” terlebih dahulu.

Secara pribadi saya yang tidak berpretensi apapun terhadap semua yang selama ini diungkap, tentu bersyukur bahwa Akhirnya KPU sadar bahwa meskipun UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) nomor 27/2022 itu yang di dalamnya memuat aturan agar data-data penting dan vital harus disimpan di dalam negeri belum sepenuhnya diberlakukan (karena baru disahkan Oktober 2022 lalu, alias baru Oktober 2024 yang berlaku penuh). Namun seharusnya UU tersebut dipatuhi oleh KPU sebagai Lembaga resmi penyelenggara Pemilu.

Meski demikian, saat audit Forensik IT nantinya dilakukan, jikalau Auditor yg digunakan benar (baca: Pintar), pasti tetap akan menemukan “Jejak Digital” Perpindahan IP Address dari yang sebelumnya Singapore menjadi Jakarta di atas. Sekali lagi meski hal tersebut dilakukan untum menyesuaikan Aturan perundang-undangan yang ada, namun sebelumnya de facto pernah terjadi (Minsrea?) data-data di Cloud SIREKAP tersebut disimpan di luar negeri yang tidak sesuai aturan.

Jadi selain saya tetap mendorong audit Forensik IT tersebut dilakukan, karena selain membongkar jejak digital, juga untuk menelisik mengapa bisa terjadi “Auto Algorithm” yang mengakibatkan angka-angka bisa otomatis melonjak tajam. Tidak hanya salah baca 1 jadi 4 atau 7, tetapi kemarin bisa bertambah desimalnya menjadi puluhan, ratusan, bahkan ribuan. Tentu hal ini tetap salah dan tidak masuk akal secara teknis, karena Optical Character Recognizer (OCR) dan Optical Mark Reader (OMR) tidaklah “sebodoh” itu menimbulkan kesalahannya.

Juga sangat penting adalah apa yg sudah disampaikan oleh rekan-rekan Indonesian Corruption Watch (ICW) dan KontraS kemarin tentang perlunya dilakukan audit investigatif untuk membuka Anggaran Uang Rakyat yg sudah dihabiskan sangat besar (menurut media ternama sampai Rp3,5 miliar) dari proyek yang dikerjasamakan KPU dengan salah satu kampus ternama di Bandung sesuai MoU tahun 2021 ini. Audit Investigatif juga bisa membuka anggaran-anggaran (gelap) perpindahan penyewaan server yang sebelumnya di Singapore ke Jakarta. karena pasti ada anggarannya atau ada pihak yang mau dikorbankan menanggung biayanya agar tidak ditulis.

Hal ini berarti citra kampus ternama di Bandung tersebut dapat “dipulihkan” agar tidak terus menerus menjadi perbincangan di berbagai sosial media akhir-akhir ini. Apalagi di media ternama sudah jelas-jelas disebut nama GAPS selaku penanggungjawab proyek tersebut sebagai realisasi adanya MoU antara kampus ternama di Bandung tersebut dan KPU. Semua akan menjadi terang benderang dan terbuka, bermanfaat untuk masyarakat.

Sehingga kalau saja KPU kemudian menolak diselenggarakannya audit oleh institusi yang independen tersebut, maka jelas-jelas sudah terjadi Pelanggaran UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) nomor 14 tahun 2008 yang mana di dalamnya jelas mempersyaratkan bahwa pengungkapan proyek yang menggunakan anggaran negara atau uang rakyat tidak termasuk dalam hal yang dirahasiakan, artinya harus dibuka sejelas-jelasnya ke publik.

Semua hasil audit Forensik IT dan Investigatif Anggaran ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi bahan yang diperlukan besoknya jika DPR-RI benar-benar bisa menggunakan akal sehatnya alias masih waras untuk membuat Hak Angket Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang disebut-sebut oleh banyak pihak sebagai “Pemilu terburuk sepanjang Reformasi” ini. Karena hasil dari audit akan bisa menentukan siapa saja yang harus bertanggungjawab dalam kesalahan-kesalahan kemarin.

Pelaksanaan Hak Angket di DPR juga bisa membongkar apakah modus kesalahan yang terjadi selama Pemilu 2024 ini (termasuk soal Sirekap) adalah bersifat Terstruktur Sistematis Masif (TSM) atau tidak, karena Pansus Angket akan leluasa memanggil semua pihak yang diperlukan terkait atau terlibat dengan kegiatan tersebut. Sekali lagi ini lebih penting dibandingkan sekedar membuktikan kuantitas kesalahan di Mahkamah Kalkulator, eh, Mahkamah Konstitusi sebagaimana selama ini terjadi.

Jadi sekali lagi sebagaimana tulisan-tulisan sebelumnya saya tetap mendorong audit Forensik IT, audit investigatif anggaran sampai ke DPR untuk bisa tetap menyelenggarakan Hak Angket tersebut dan benar-benar dilakukan, karena partai-partai politik adalah representasi rakyat yang membawa amanah mulia akal sehat untuk mendorong terlaksananya hal tersebut. Jangan sampai Hak Angket yg sudah disounding hari-hari ini malahan layu sebelum berkembang karena mungkin ada Lobi-lobi pemufakatan jahat yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk menggagalkannya.

Kesimpulannya, meski “pemindahan server” Sirekap KPU tersebut bisa juga dianggap oleh sebagian kalangan sebagai upaya TSM untuk “bersih-bersih kesalahan” (baca: Penghilangan Barang Bukti), namun saya tetap bersyukur dan mengucap selamat kepada KPU karena sudah mendengar kritik akan lokasi data server yg kemarin saya permasalahkan. Memang sekali lagi saya nothing to loose dalam hal ini, jadi kalau data sudah dipindah ke Indonesia ya Alhamdulillah, semoga KPU tidak melakukan kesalahan yang lainnya.

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *