Jakarta, sinarlampung.co-Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan 10 Kepala Daerah hasil Pilkada 2020 lainnya dapat menjabat hingga pelantikan kepala daerah yang baru pada 2025. Otomatis, keputusan Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 hasil Pilkada 2020 berakhir 2024 batal oleh MK. Alasan MK bentuk keseimbangan antara hak konstitusional dengan kepastian hukum terselenggaranya Pilkada 2024.
Di Lampung, ada delapan Pilkada 2020, yakni Kota Bandarlampung, Kota Metro, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Timur, Pesawaran, Waykanan, dan Pesisir Barat. Ketua MK Suhartoyo yang memimpin sidang pembacaan Putusan Perkara No. 27/PUU-XXII/2024 tersebut dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Rabu 20 Maret 2024.
Pemohon dalam perkara ini, ada Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi, Bupati Malaka Simon Nahak, Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Bupati Malang Sanusi, Bupati Nunukan Asmin Laura, Bupati Rokan Hulu Sukiman, Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bontang Basri Rase, dan Wali Kota Bukit Tinggi Erman Safar.Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan pasal 201 ayat 7 UU 10/2016:
“Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 202 bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945. Selain itu, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota oleh KPU hasil pemilihan tahun 2025.
MK kemudian memberikan sejumlah pertimbangan terhadap dalil para pemohon. MK menyatakan memahami maksud permohonan para pemohon terkait norma Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 telah menyebabkan para pemohon sebagai kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 tidak dapat menjabat selama 5 tahun penuh sebagaimana mestinya sesuai dengan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016, dikarenakan harus mengakhiri jabatannya pada tahun 2024.
Namun, MK menegaskan para kepala daerah hasil Pilkada 2020 itu harusnya sadar bahwa pasal tersebut sudah ada sejak tahun 2016 atau sebelum mereka menjadi calon kepala daerah pada Pilkada 2020. “Para pemohon sudah seharusnya pula mengerti bahwa ketika dirinya terpilih menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah maka tidak akan penuh menjabat selama 5 (lima) tahun,” ujar MK.
Meski demikian, MK menyatakan memaksimalkan masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 tanpa mengganggu agenda penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak adalah suatu bentuk keseimbangan antara hak konstitusional kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil Pilkada 2020 dengan kepastian hukum atas terselenggaranya Pilkada serentak 2024. “Di samping itu, menjadikan waktu pelantikan sebagai batas masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil pemilihan tahun 2020 dapat mendekatkan dan sekaligus mewujudkan ketentuan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2016,” ujar MK. (red)
Tinggalkan Balasan