Hampir Setahun Warga Banjarsari Lamsel Dipersulit Beli Pupuk

Lampung Selatan, sinarlampung.co Sebagian petani di Desa Banjarsari, Kecamatan Way Sulan, Kabupaten Lampung Selatan sudah hampir setahun sulit mendapatkan pupuk bersubsidi di desanya.

Salah satu petani tampak putus asa dengan keadaan ini. Bahkan dia berencana menjual sawahnya jika pupuk selalu susah didapat.

“Mending jual aja sawah saya, daripada susah buat beli pupuk atau uangnya saya belikan beras saja jadi ga harus beli pupuk lagi,” kata warga yang kesehariannya mengurus ladang dan sawah ini, Kamis, 6 Juni 2024.

Dia mengatakan, hampir setahun ini petani di desa setempat mengalami kesulitan untuk membeli pupuk. Kondisi ini bukan berarti pupuk langka, melainkan kios-kios yang ada di desa setempat belum memperbolehkan pembelian.

“Katanya belum boleh dibeli. Harus di foto dulu buat sempel dan mau dikirim ke pusat,” tambahnya.

Padahal, pupuk saat ini sedang dibutuhkan para petani untuk menutrisi tanamannya. Para petani pun mengaku tak masalah jika harganya mahal asalkan bisa beli pupuk.

Alih-alih dipermudah untuk pembelian pupuk, para petani di Desa Banjarsari sebelumnya pernah menyerahkan KTP ke ke kelompok tani desa setempat. Namun, faktanya hingga saat ini, jangankan pupuk yang harganya murah, harga mahal pun tak bisa dibeli.

Sumali, pemilik kios, saat ditemui sinarlampung.co mengaku belum bisa menjual stok pupuk di kiosnya. Dia beralasan stok pupuk harus didokumentasikan terlebih dahulu, baru kemudian bisa dijual ke petani.

“Pupuk ada, tapi belum bisa dijual, karena itu untuk sempel dulu mau di poto dulu karena mau dikirimkan ke pusat,” kata Sumali.

Selanjutnya, Sumali merinci harga pupuk yang tersedia di kiosnya. Dia menyebut, untuk pupuk putih jenis urea dijual Rp140 ribu, pupuk merah jenis Phonska Rp150 ribu. Soal harga ini, Sumali mengatakan yang menentukan adalah Kepala Distributor bernama Puying. Puying merupakan Kepala Distributor pupuk di tiga desa, yakni Sukamaju, Purwodadi, dan Banjarsari.

“Itu (harga jual) yang minta bapak Puying sebagai kepala distributor di sini, saya cuma menyewakan kios saya saja,” ujar Sumali.

Sementara itu, Ketua Kelompok tani Desa Banjarsari, Tohar mengaku tidak tahu masalah harga pupuk di kios-kios. Dia hanya bertugas mendokumentasikan pupuk saja.

“Tidak tau menau tentang harga, saya di sana cuma bertugas memoto saja. Untuk harga Bapak Puying yang menentukan saya pun udah 5 hari ga ikut moto lagi saya sementara keluar dulu dari (gapoktan),’” katanya.

Di lain sisi, tim wartawan mendatangi Kepala Distributor, Puying, di kiosnya untuk mempertanyakan soal keluhan para petani. Bukannya mendapat jawaban, salah satu wartawan justru dimarahi Puying. Puying merasa tak terima didatangi wartawan dan LSM.

“Kenapa kalo mau masuk harus bawa LSM atau wartawan (lain). Kenapa ga kamu aja sendiri harusnya kamu ijin dulu kalo mau masuk bawa wartawan untuk menanyakan tentang pupuk kepada saya,” kata Puying dengan nada jengkel.

“Kalau pupuk itu memang masih ada tapi belum bisa dijual. Itu (pupuk) untuk bukti dulu kalo di kios itu masih ada pupuk kalau udah di poto itu baru bisa dijual pupuknya,” sambung puying setelah memarahi wartawan.

Puying pun tak menampik bahwa harga pupuk di kios-kios memang dirinya yang merekomendasikan. Dia mengatakan ketetapan harga sudah menjadi kesepakatan dalam musyawarah

“Itu sudah hasil musyawarah kelompok tani di Desa Banjar Sari, saya menjual ke gapoktan seharga 120 ribu. Dari gapoktan seharga 140 ribu untuk Urea, untuk merah Phonska 150 ribu, Itu hasil kesepakatan gapoktan,” kata Puying. (Waluyo/Tim)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *