Lampung Tengah, sinarlampung.co-Dugaan peraktek jual beli jabatan kepala sekolah tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Lampung Tengah kiat marak, dan meresahkan para kepala sekolah. Bahkan sejak kepala dinas saat ini, rolling kerap dilakukan. Bagi kepala sekolah yang tidak mau dirolling maka harus membayar sejumlah uang. Termasuk jika ingin menjadi kepala sekolah.
Hal itu diakui beberapa kepala sekolah, yang mengaku resah dengan seringnya rolling yang dilakukan dinas pendidikan Lampung Tengah. “Pada bulan Februari 2024 lalu kami kepala sekolah sum-suman agar tidak masuk gerbong rolling. Ya bayar kisaran Rp2-Rp3 jutaan per kepala sekolah. Uang langsung disetorkan kepada K3S Kecamatan, yang nantinya akan diserahkan ke salah satu oknum di Dinas Pendidikan,” katanya yang minta namanya dirahasiakan.
Iuran Rp2-3 juta itu juga relatif. Ada yang iurang hingga Rp6 jutaan, karena tergantung besarnya sekolah yang ditempati. “Ya kalau udah bayar tidak akan dirolling. Mau sekolah penggerak atau tidak sama saja tetep bayar. Miris kalau sampai sudah bayar tapi tetap dirolling,” katanya.
Selain dugaan jual beli jabatan, para kepala sekolah juga mengakui terdapat dugaan praktik pungli pada beberapa bantuan. Seperti, dana APBN bantuan Meubeler dan sarana prasarana sekolah lainnya. “Jika ada bantuan, kami juga wajib bayar Rp2,5 juta untuk dapat bantuan Meubeler. Jika tidak ya jangan harap. Ada oknum pejabat dinas pendidikan Lampung tengah. Kami berharap APH dapat mengusut masalah jual beli jabatan yang telah berlangsung sejak lama. Karena kami sangat dirugikan,” katanya.
Kepala Dinas Membantah?
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Tengah, Nur Rohman membantah tuduhan praktik jual beli jabatan kepala sekolah tingkat SD dan SMP di Kabupaten Lampung Tengah, termasuk tuduhan jika proses rotasi harus ada setoran. “Semua sesuai dengan aturan dan tidak ada itu bahasa harus setor,” kata Nur Rohman, Kamis 22 Agustus 2024, kepada wartawan di Lampung Tengah.
Nur Rohman menyayangkan adanya tuduhan tersebut, dan tuduhan itu merugikan dinas karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan. “Selama saya menjabat tidak pernah saya memberi perintah apalagi sampai menerima setoran. Jadi, saya rasa tuduhan itu sangat tidak pas,” kata Nur Rohman. (Red)
Tinggalkan Balasan