Bandar Lampung, sinarlampung.co-Warga Gunung Sari, Kecamatan Enggal, Bandar Lampung, yang menjadi korban kredit fiktif justru menjadi terlapor di Polda Lampung. Mereka mulai dilakukan klarifikasi oleh Polda Lampung dengan dugaan pelanggaran Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Warga yang menjadi korban kredit fiktif itu dipanggil oleh Polda Lampung sebagai pihak terklarifikasi atas tuduhan menyerang kehormatan atau nama baik. Mereka mendatangi Polda Lampung, juga didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung
Baca: Kasus Ratusan Warga Korban Kredit Fiktif Bank BRI Resmi Melapor ke Kejari Bandar Lampung
Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi, mengatakan bahwa laporan yang dibuat ke Polda Lampung merupakan upaya kriminalisasi terhadap korban yang sebenarnya sedang membantu aparat penegak hukum mengungkap dugaan kasus kredit fiktif yang merugikan negara. “LBH Bandar Lampung mendesak Polda Lampung untuk mengungkap fakta terkait dugaan kredit fiktif di Kelurahan Gunung Sari sebelum memproses laporan dugaan pelanggaran UU ITE,” katanya, Senin 23 September 2024.
Menurutnya, Polda Lampung bisa merujuk pada SKB (Surat Keputusan Bersama) terkait UU ITE, yang pada halaman 11 huruf d menyatakan bahwa muatan yang berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau kenyataan tidak termasuk delik penghinaan atau pencemaran nama baik. “Jika tuduhan berkaitan dengan peristiwa yang sedang dalam proses hukum, maka kebenaran fakta tersebut harus dibuktikan sebelum penegak hukum memproses pengaduan terkait penghinaan atau pencemaran nama baik,” katanya.
Salah satu warga Yusmiati mengaku telah mendapatkan surat panggilan dari Polda Lampung untuk dimintai keterangan atas dugaan ITE. “Tanggal d2 Oktober 2024 nanti saya diminta untuk ke datang ke Polda Lampung. Kami akan datang bersama teman-teman yang lain dan juga didampingi LBH,” ujarnya.
Perlu diketahui, saat ini LBH Bandar Lampung bersama para korban dugaan kredit fiktif di Kelurahan Gunung Sari telah mengajukan pengaduan hukum ke Kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung. Terakhir, Kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung telah memasukkan perkara tersebut ke tahap penyidikan. LBH Bandar Lampung dan warga akan terus mengawal proses hukum dugaan kredit fiktif ini.
Kasus bermula ketika para korban dimintai data pribadi berupa KTP dan Kartu Keluarga oleh seseorang yang mengaku sebagai agen salah satu bank BUMN. Agen tersebut menjanjikan imbalan uang sebesar Rp250.000 hingga Rp500.000 sebagai “hadiah” karena mengizinkan penggunaan data mereka untuk pengajuan pinjaman.
Para korban tidak mengetahui jenis jaminan yang diberikan ke bank. Mereka hanya menyerahkan KTP dan KK kepada agen tersebut, yang kemudian berjanji akan melunasi utang dengan mencicilnya menggunakan nama para korban. Namun, setelah beberapa waktu, agen tersebut menghilang, meninggalkan utang yang belum terbayar di bank.
Karena data pribadi korban digunakan untuk pengajuan pinjaman, bank kemudian menagih korban, meskipun mereka tidak menerima uang pinjaman tersebut. Belakangan diketahui bahwa nilai pinjaman yang diajukan oleh agen tersebut berkisar antara Rp5 juta sampai Rp250 juta. (Red)
Tinggalkan Balasan