Semarang, sinarlampung.co-Siswa SMK Negeri 4 Semarang yang juga anggota Paskibraka Kota Semarang, Gamma Rizkynata Oktafandy (17) tewas ditembak polisi, dua temannya A dan S dirawat. Peristiwa penembakan di Jalan Candi Penataran Raya, Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Polda Jawa Tengah, Minggu 24 November 2024 dini hari.
Oknum Polisi penembak inisial R, kini ditahan di Propam. Polresta Semarang menyebutkan korban terlibat gangster yang tawuran. Namun hal itu dibantah pihak keluarga, teman, dan orang-orang yang ada dilokasi kejadian.
Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMKN 4 Semarang, Agus Riswantini mengatakan total ada tiga siswa yang menjadi korban penembakan Bripka R pada Minggu dini hari itu. Ketiga siswanya yang tertembak yakni Gamma Rizkynata Oktafandy dan dua siswa lain berinsia A dan S. Ketiganya merupakan anggota Paskibra SMKN 4 Semarang. Gamma tewas akibat tembakan tersebut.
“A itu infonya pelurunya di dada, entah nyerempet atau bagaimana, tapi ada luka. Sudah dijahit, kurang tahu dibawa ke RS mana. S pelurunya di tangan, infonya kalau dari keluarga sudah dikeluarkan dari RS Tugu, tapi keluarga masih enggak berkenan untuk didatangi,” kata Agus saat ditemui wartawan di SMKN 4 Semarang, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa 25 November 204.
Agus menyebut korban meninggal kini telah dimakamkan. Sementara A telah kembali masuk sekolah praktik industri, dan S sempat dirawat di rumah sakit.
Menteri HAM Turun Tangan
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai bereaksi terkait kasus polisi tembak mati siswa SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah. Pigai menyatakan telah memerintahkan tim untuk turun langsung memantau perkembangan penanganan kasus tersebut.”Kami punya kantor wilayah di Jawa tengah. Sudah diperintahkan,” kata Pigai kepada sinarlampung.co, Rabu 27 November 2024.
Pigai menjelaskan bahwa penyelidikan atas kasus yang melibatkan oknum aparat kepolisian itu merupakan kewenangan Komisi Nasional (Komnas) HAM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Komnas HAM RI sebagai institusi pemantauan dan penyelidikan kasus HAM dan lembaga kuasi yudisial memiliki tugas untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan atas tewasnya siswa di Semarang,” ujarnya.
Sesuai dengan Kewenangan yang dimiliki UU 39 Tahun 1999 maka Komnas HAM RI sebagai Institusi Pemantauan dan Penyelidikan Kasus HAM dan Lembaga Kuasi Judisial memiliki Tugas untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan atas tewasnya siswa di Semarang. “Saya sudah perintahkan Staf untuk monitoring kasus ini secara serius,” Kata Pigai.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, mengatakan Aipda R itu disebut menembak sebanyak dua kali menggunakan senjata organik. “Anggota atas nama R dilakukan proses pemeriksaan oleh Propam Polda Jateng. Yang bersangkutan dilakukan penahanan atau penempatan khusus selama 20 hari dalam rangka proses penyelidikan,” kata Artanto, di Lobi Polrestabes Semarang, Rabu 27 November 2024.
Menurut Artanto, ada bukti terjadi tawuran. Namun, sambungnya, R melakukan excessive action atau aksi berlebihan.”Kita akan sampaikan proses secara transparan. Benar ada kasus tawuran atau kreak dengan bukti video yang kita tampilkan. Kita lakukan upaya hukum anggota kami lakukan excessive action, proses ini diawasi internal Itwasum, Komnas HAM, Kompolnas, dan media dan Bidpropam,” ujar Artanto.
“Kita lakukan penyelidikan, Paminal Mabes Polri Divisi Propam Polri sudah turun untuk penyelidikan dan penyidikan oleh Bid Propam. Yang bersangkutan pakai senjata organik. Yang bersangkutan akan menjalani sidang etik atas tindakan eksesif yang dilakukan,” tambah Artanto.
Peneliti dari KontraS menduga kasus ini sebagai pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing), sementara Amnesty International Indonesia menyoroti “kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api” oleh polisi.
Namun, kepolisian membantah tuduhan ini dengan mengatakan banyak kalangan “belum mengetahui persis kejadiannya”. Polisi bersikeras siswa SMK di Semarang tewas karena terlibat tawuran. Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar, mengeklaim saat kedua kelompok terlibat tawuran, muncul anggota polisi yang mencoba untuk melerai.
Menurut Irwan, anggotanya melepaskan tembakan sebagai “tindakan tegas” karena ada serangan. Di sisi lain, pihak SMK Negeri 4 Semarang meyakini remaja berinisial GRO sebagai “anak baik” yang tidak pernah terindikasi ikut tawuran.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta kasus polisi tembak siswa SMKN 4 Semarang diusut secara profesional dan transparan. Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan bakal memberikan atensi terhadap penyelidikan kasus ini. “Kami juga memberikan perhatian terhadap proses yang dilakukan oleh Polres maupun Polda, kami berharap memang dilakukan secara profesional dan transparan,” kata Anam Selasa 26 November 2024.
Keterangan Kapolrestabes Semarang
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar menyebut korban terlibat kelompok gangster bernama Tanggul Pojok yang pada Minggu (24/11/2024) dini hari terlibat tawuran dengan geng Seroja di wilayah Semarang Barat. Lokasi kejadian yang akhirnya terjadi penembakan di Jl. Candi Penataran Raya, Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.
“Pada saat itu (Sabtu malam) kita tangani ada 3 lokasi tawuran, pertama di wilayah Gayamsari, kedua di Semarang Utara dan ketiga di Semarang Barat. Ini (kejadian di Semarang Barat) kami lakukan pemeriksaan terhadap 12 orang dari dua kelompok berbeda, Geng Seroja dan Geng Tanggul Pojok, korban ini (GRO) dari Geng Tanggul Pojok. Jadi ada 2 kelompol gangster, kreak lah melakukan tawuran, muncul anggota polisi, dilakukan upaya untuk melerai, tapi informasinya terjadi penyerangan jadi dilakukan tindakan tegas,” kata Irwan Anwar di kantornya, Senin 25 November 2024 malam.
Menurut Irwan Anwar korban yang tertembak itu memang terkena pinggulnya. Soal prosedur tindakan anggota itu, Irwan tak menampik. “Masyarakat selama ini minta penindakan secara tegas terhadap kreak-kreak, ini kan bagian dari tindakan tegas kepada kelompok kreak. Harusnya teman-teman bisa mendukung,” katanya.
Anggota yang menembak itu, disebutkan bahwa pada Minggu dini hari itu pulang kerja perjalanan pulang ke rumah, melintas di depan Perumahan Paramount Jl. Candi Penataran Raya, dan melihat ada 2 kelompok sedang tawuran. “Kemudian melerai. Terkait peran anggota, sedang dilakukan pendalaman oleh paminal, ada yang ditahan,” katanya.
Keterangan Saksi Korban
Saksi A, yang juga tertembak, teman korban sempat memperlihatkan dadanya yang terdapat bekas luka. Namun, A yang mengaku sebagai kakak kelas GRO, tak mengikuti prarekonstruksi sampai selesai. A mengatakan saat kejadian, berboncengan motor bertiga termasuk dengan korban, GRO.
Kepada wartawan, A tak membantah adanya tawuran. Namun, ia mengaku tak mendengar suara tembakan, meski ada luka yang diduga diakibatkan peluru di dadanya. “Saya yang kena tembak itu. Kena bagian dada. Itu peluru meleset,” kata A saat ditemui di lokasi prarekonstruksi, Selasa 26 November 2014.
Menurut A, sebelum tawuran, ia sempat berkumpul bersama teman-temannya di sebuah kos dekat dengan PLN Krapyak. “Kumpulnya di kos, di daerah PLN Krapyak. Dengar-dengar baru sekali. Kenal karena adek kelas saya,” ucap dia.
Dia menyebut, mengenal GRO dari adik kelas. Korban GRO awalnya tak ikut tawuran. Namun karena lawan tawurannya membawa alat, GRO akhirnya ikut turun untuk menakut-nakuti lawan. “Akhirnya mereka mundur. Saya tidak ikut gangster, di kejadian ini hanya pertama kali ikut. GRO ikut (gangster),” katanya.
Dia mengungkapkan tidak tahu adanya kejadian penembakan ke GRO. “Saya malah kena tembak. Kena bagian dada. Saya lihatin tapi sekilas saja. Itu cuma meleset dan akhirnya masuk ke tangan Satria. Saya puter balik ada orang nodong pistol,” ungkapnya singkat. Belum selesai menjelaskan kesaksiannya, A ditarik dan digiring petugas ke sebuah mobil warna putih. (Red)
Tinggalkan Balasan