Ananda Sukarlan: Musik Bahasa Universal

Jakarta, sinarlampung.co – Ananda Sukarlan pianis dan komponis lndonesia mengatakan, musik sebagai bahasa universal yang melampaui batas suku, agama, latar belakang kebudayaan, tradisi, dan bahkan generasi.

Ananda Sukarlan identik dengan musik klasik. Dulu waktu kecil saya pingin ganti jadi “Andy” karena bunyinya kebarat-baratan. Tapi sekarang saya justru ga suka dipanggil Andy. Dulu keluarga dan teman-teman SD – SMA manggil itu. Sekarang saya larang. Saya bangga dong justru punya nama Indonesia. “Saya bangga dengan negara dan bangsa, tapi belum tentu pemerintahnya, siapapun itu. Tapi saya bangga dan cinta Indonesia”, tegas Ananda Sukarlan pada sinarlampung.co. Minggu, 29 Desember 2024.

Pada kesempatan ini Ananda Sukarlan menyampaikan pandangannya tentang perkembangan musik klasik di lndonesia saat ini. Juga program Ananda Sukarlan dalam rangka lebih mengenalkan musik klasik bagi Gen Z di tahun 2025 dan kendalanya. Serta pesan bagi kaum muda dan harapannya tentang musik klasik dimasa depan.

Perkembangan musik klasik di lndonesia sangat bagus dari segi kuantitas dan kualitas sedang ditingkatkan. Secara identitas juga sudah sangat kuat, ujar pria berbintang gemini dengan sapaan Ananda.

“Mungkin perkembangan AI (Artificial Intelligence) juga mempengaruhi, sekarang banyak orang tua yang sadar bahwa profesi yang masih belum tergantikan oleh AI adalah seniman, dengan “art” dalam arti sebenarnya, bukan musik pop a la Taylor Swift, joget-joget Tiktok dan gambar dengan AI generator”, papar Ananda.

Tak hanya itu, komponis Indonesia yang paling inovatif dan produktif menciptakan Tembang Puitik melanjutkan, musik klasik di Indonesia kita punya nama-nama seperti pianis Calvin Abdiel Tambunan, Dr. Edith Widayani, Isyana Sarasvati (yang sangat tinggi kualitas teknik vokal klasiknya, walaupun lebih dikenal di musik pop), soprano Mariska Setiawan dan makin banyak lagi.

Kompetisi Ananda Sukarlan Award (ASA) dan Kompetisi Piano Nusantara Plus (KPN+)

Kompetisi ASA tadinya ada dua yaitu di Jakarta untuk piano, dicetuskan oleh Pia Alisjahbana dan Dedi Panigoro di tahun 2008, dan di Surabaya tahun 2011 dengan nama “Tembang Puitik Ananda Sukarlan” oleh Amadeus Enterprise pimpinan Patrisna May Widuri untuk vokal klasik, imbuh Ananda

Menurut Ananda, sejak pandemi, saya mengambil alih keduanya dan menggabungkannya, juga dengan kombinasi sistem daring (online) untuk babak penyisihan dan yang lolos ke final harus hadir langsung untuk babak finalnya.

Selain itu, sekarang ASA terbuka untuk semua instrumen dan vokal klasik. Peserta diharapkan mengirim video sampai akhir April, dan yang terpilih ke final diminta datang ke Jakarta pertengahan Juli 2025, tambah Ananda.

“Ada beberapa beasiswa untuk hadiahnya, antara lain untuk mengikuti kursus musim panas (music summercourse) di Perancis, atas hadiah dari Institut Francais d’Indonesie yang telah bekerjasama dengan kami sejak 2014”, kata Ananda.

Tak berhenti sampai di situ, mereka juga kami tampilkan di berbagai konser setelahnya. Tahun ini untuk pertama kalinya kedua kategori itu digabungkan dan ditambahkan kategori instrumen gesek, tiup dan musik kamar, serta kategori untuk peserta dengan disabilitas, ucap Ananda bangga.

Satu lagi, Kompetisi Piano Nusantara Plus (KPN+) sistemnya sangat beda, dan memang ditujukan untuk para musikus (walaupun ada “piano” di nama kompetisinya, ini juga untuk vokal klasik dan semua instrumen lain) yang lebih muda bahkan yang belum pernah mengikuti kompetisi, tambah Ananda.

Jadi lebih “ramah” dan suasanyanya lebih “bersahabat”, tujuannya lebih ke pendidikan dan pengembangan minat. Nah, babak penyisihannya itu saya berkeliling Nusantara beserta juri lain. Nantinya dari setiap daerah akan dipilih finalis yang kemudian diminta ke Jakarta bulan Desember 2025, beber Ananda.

Kami bekerjasama dengan para mitra lokal untuk penyelenggaraannya. Di Sumatra tahun depan kami akan ada di Medan, Padang dan Palembang, tapi belum ada di Lampung! Jadi tahun lalu para peserta dari Lampung harus ke Palembang bahkan ke Jakarta, ungkap Ananda.

“Saya ingin mengundang nih calon-calon mitra di Lampung dan provinsi lain di Sumatra seperti Riau dan Jambi yang belum ikutan karena ternyata banyak sekali peminat untuk musik klasik. Tahun 2024 ini ada 477 peserta dari 8 kota”, tantang Ananda.

Sampai sekarang saya belum pernah membaca karya penyair dari Lampung nih, mereka harus lebih aktif memperkenalkan karya, saran Ananada.

Ananda juga menyampakan tantangan yang dihadapi saat ini, kurangnya mitra penyelenggara regional yang berani “terjun” dan memajukan daerahnya. Intinya, belum ada pemerataan dalam minat musik klasik antara kota-kota besar atau ibukota provinsi dengan yang lain.

Musik klasik masih “merata” hanya di Jawa dan Sumatra, itu pun baru Medan, Padang (mungkin karena ada ISI Padangpanjang) dan Palembang. Nah kota lain saya belum melihat geliatnya, terang Ananda.

“Bergaullah dengan kami para musikus! Kami para musikus banyak pecinta sastra, Tembang Puitik serta opera-opera saya, mereka bisa langsung kenalan dengan sastrawan idola mereka karena mereka sendiri yang memilih repertoire yang akan mereka nyanyikan”, pesan Ananda.

Dulunya para musikus hanya kenal nama-nama “legendaris” seperti Sapardi Djoko Damono, Sitor Situmorang, Chairil Anwar, kenang Ananada.

Sekarang mereka jadi tahu puisi-puisi Zawawi Imron, Heru Joni Putra, Adimas Immanuel, Nanang Suryadi, dan puluhan lain bahkan saya mengangkat karya-karya penyair LEKRA yang dipenjara dan karyanya banyak dihilangkan seperti Sabar Anantaguna, Martin Aleida, Putu Oka Sukanta, Sutikno WS dan banyak lagi, ucap Ananda.

Tentunya Ananada berharap, mensosialisasikan musik klasik Indonesia itu sudah punya identitas sendiri, sudah beda dengan musik Eropa abad-abad lalu dan musik inilah yang telah memperkenalkan seni Indonesia ke berbagai negara.

Kami para musikus (termasuk pengajar dan siswa musik) dan seniman pada umumnya dapat, dan harus menjembatani berbagai kesenjangan dalam masyarakat kita yang penuh perbedaan. “Kita memainkan peran besar dalam mengubah berbagai konflik menjadi peluang untuk pemahaman, kolaborasi, dan toleransi yang lebih baik”, harap Ananda

Kita tidak akan berkomunikasi atau bahkan toleran kalau disuruh atau dipaksa oleh undang-undang. Hanya seni yang membuat kita sadar dan secara rela, bahkan bahagia mengerjakannya, terang Ananda.

Siapa bilang musik klasik hanya untuk orang tua? Itu KPN+ diikuti 477 peserta, belum dihitung mereka yang belajar musik dan tidak ikut serta. Peran pendidikan, khususnya di bidang seni adalah untuk mempersiapkan siswa menghadapi masa depan yang menuntut ketahanan, kreativitas, dan keberanian untuk beradaptasi, jelas Ananda.

Ananda kembali menegaskan, seni bukan sekedar hiburan — seni adalah mimbar, panggung oleh dan untuk masyarakat. Sebuah ruang di mana kita merayakan, memperjuangkan, berani mempertanyakan dan bertransformasi menjadi manusia yang lebih baik. “Seni dan pendidikan seni adalah tempat kita berkumpul, tidak hanya untuk mempelajari dan melestarikan masa lalu namun juga untuk membentuk masa depan”, pungkas Ananda.

Konser “Towards ASA 2025”

Untuk membuka tahun 2025, Ananda Sukarlan akan mengadakan konser dengan memperkenalkan para pemenang Ananda Sukarlan Award (ASA) dan juga Kompetisi Piano Nusantara Plus ( KPN+) yang lalu untuk bermain bersamanya.

Konser ini akan diselenggarakan hari Minggu 19 Januari mendatang. Diadakan sore hari pukul 15.00, konser bertajuk “Towards ASA 2025” akan bertempat di Galeri Seni Mitra Hadiprana di bilangan Kemang, galeri seni pertama di Indonesia, diresmikan oleh Presiden Soekarno tahun 1962.

Untuk “Towards ASA 2025” Ananda mengundang 4 musisi remaja, dua pemenang KPN+ yaitu soprano Freya Murti Pramudita (Jakarta), pemain biola Veeshan Nathaniel Tandino (siswa Sumatra Conservatoire, Medan), dan dua pemenang ASA Samuel Dazhill (lahir di Jakarta tapi kini tinggal di Pontianak) dan Michael Anthony (yang notabene tunanetra dan autis, Jakarta).

Dikutip dari laman parahyangan-post, bulan November 2023 lalu musisi berbintang Gemini ini menjadi warga negara Indonesia pertama yang dianugerahi penghargaan kesatriaan Royal Order of Isabella the Catholic (Real Orden de Isabel la Católica), penghargaan tertinggi dari Kerajaan Spanyol yang diberikan kepada tokoh sipil atau lembaga sebagai penga- kuan atas jasa luar biasa terhadap negara atau hubungan internasional / kerjasama dengan negara lain.

Selain diganjar Real Orden de Isabel la Católica, Sukarlan juga pernah dianugerahi gelar kesatriaan “Cavaliere Ordine della Stella d’Italia” oleh Presiden Italia Sergio Mattarella pada tahun 2020. Selain itu, seniman Indo- nesia pertama yang diundang Portugal tepat setelah hubungan diplomatik Indonesia dan Portugal pada tahun 2000 ini juga telah dianugerahi banyak pengakuan swasta seperti Prix Nadia Boulanger dari Orleans, Prancis.

Baru-baru ini ia adalah salah satu dari 32 dalam buku “Heroes Amongst Us (Pahlawan di Antara Kita)”, yang ditulis oleh Dr. Amit Nagpal yang diterbitkan di India. Ananda juga masuk sebagai salah satu dari 100 “Asia’s Most Influential” atau “Orang Asia Paling Berpengaruh” di dunia seni tahun 2020 oleh Majalah Tatler Asia. (Heny)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *