Ahmad Khozinudin Bongkar Dalang Pemagaran Laut untuk PSN PIK 2, Sebut Keterlibatan Mafia Tanah

Tangerang, sinarlampung.co-Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR) Ahmad Khozinudin membongkar dalang pemagaran laut untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 sepanjang 30 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

“Untuk diketahui, yang mendapat proyek pemagaran laut namanya Memet, warga Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, atas perintah Gojali alias Engcun. Gojali alias Engcun ini adalah bagian dari geng mafia tanah, bekerja kepada Ali Hanafiah Lijaya, orang kepercayaan Aguan untuk kepentingan proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim,” kata Khozinudin kepada wartawan di Jakarta, Jumat 10 Januari 2025.

Khozinudin menyebutkan nama Gojali alias Engcun ini terkenal di kalangan korban perampasan tanah. “Gojali bersama Ali Hanafiah Lijaya, saat ini menghilang dari peredaran. Engcun kabarnya ngumpet di Subang, sedangkan Ali Hanafiah Lijaya tak diketahui ada di mana,” ujarnya.

Khozinudin menekankan, jika pemerintah serius, maka segera tangkap orang-orang tersebut. “Jangan hanya menyegel dan mencabut pagar laut, tetapi minta pelaku yang mencabut sendiri dan diberi sanksi pidana,” kata Khozinudin.

Khozinudin menjelaskan bahwa pagar laut tersebut ada sejak adanya proyek PIK-2, sebagai tindakan prakondisi untuk menguasai pantai dan laut, serta mensterilkan aktivitas nelayan Banten. “Selanjutnya, akan diokupasi sebagai wilayah PIK-2,” tambahnya.

Fakta pemagaran laut ini akan dijadikan bahan pembuktian dalam gugatan perkara nomor 754/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst terhadap Aguan dkk. Khozinudin menegaskan bahwa PSN PIK-2 telah menutup sejumlah akses publik, terutama jalur nelayan untuk melaut, dengan membangun proyek di kawasan pantai yang menghalangi rute nelayan.

Khozinudin juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk segera menangkap pelaku pemagaran laut, karena telah melanggar kedaulatan negara. “Dijual ke asing atau China. Pelaku makar dapat diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun,” katanya.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid mengatakn bahwa tidak ada keterlibatan perusahaan dalam pemasangan pagar laut tersebut. “Kami menegaskan hingga saat ini tidak ada bukti atau fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut,” ujarnya dalam surat hak jawab kepada media.

Muannas menjelaskan bahwa Kawasan PIK 2 dan kawasan PSN adalah dua kawasan yang berbeda. “Pengembangan kawasan di Pantai Utara Tangerang adalah bentuk penganekaragaman kegiatan selain industri dan permukiman,” tulis Muannas.

GMNI Desak Pemda Bersikap Tegas

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Tangerang, mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat agar segera menindak tegas dan membongkar pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer di pesisir pantai utara (pantura) di kawasan proyek PIK 2.

“Pagar laut ini tidak cukup hanya sekadar disegel, ini sudah jelas ilegal dan adanya pagar laut ini pun menandakan lemahnya kedaulatan maritim kita, jalan satu satunya ya di bongkar sesuai sanksi di PP 21/2021 Pasal 195 ayat (h),” ujar Ketua GMNI Kabupaten Tangerang Endang Kurnia di Tangerang, Minggu 12 Januari 2025.

Endang menekankan, pemda harus bertindak tegas terhadap orang yang memasang pagar di lokasi pagar laut ini pun berada dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.

Kendati, pemda berhak menindak karena memiliki kewenangan pengelolaan laut hingga 12 mil dari garis pantai untuk pemerintah provinsi dan empat mil untuk pemerintah kabupaten/kota berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut,” katanya.

Berdasarkan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, khususnya Pasal 7, pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan karena dapat merugikan kepentingan umum.

“Jika pemagaran laut ini terbukti melanggar ketentuan tersebut atau menghalangi akses publik ke laut, maka tindakan hukum harus segera dilakukan tapi Ketika penegak hukum terindikasi berpihak kepada oligarki, maka kami akan menciptakan tekanan signifikan terhadap rezim untuk menindak dugaan pelanggaran tersebut,” ucapnya. (Red/*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *