Lampung Selatan, sinarlampung.co-Pengadaan dua unit Modular Operating Theater (MOT) melalui e-purchasing (Belanja Secara Elektronik) pada kegiatan Rehabilitasi Total Ruang Operasi RSUD Bob Bazzar senilai Rp8,4 Miliyar sarat dikorupsi. Penyimpangan terlihat dari PT Teknik Multiguna Selaras (TMS) sebagai penyedia produk MOT 36-41,9 M2 tanpa memiliki spesifikasi teknis yang jelas.
Selain itu waktu pemilihan penyedianya pun tergolong kilat, diumumkan pada RUP 15 Februari 2024 dan berkontrak dan serah terima barang pada 19 Februari 2024. Hanya dengan waktu 4 hari kalender.
PT TMS diketahui hanya memiliki sertifikasi TKDN industri Furniture untuk ruang operasi, diantaranya Meja Operasi, Tiang Infus dan Tempat Tidur RS. PT TMS dengan merk dagang XC-LENT diketahui sebagai distributor produk dengan standar AKD untuk Oxygen Generator, Sentral Vakum Medik dan Gas Medical Manifold.
Dalam keterangan spesifikasi produk hanya menunjukkan luas 1 unit MOT 36×41,9 M2. Yang seharusnya pihak RSUD Bob Bazzar wajib memperhatikan standar produk sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 40 Tahun 2022 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit, dalam menentukan penyedia jasa MOT .
Ditelusuri melalui aplikasi sistem pengawasan alat kesehatan dan PKRT: https://mobilealkes.kemkes.go.id diketahui produk MOT 36-41,9 M2 dengan merk XC-LENT tak terdata didalam sistem. Produk tersebut juga diduga tak memiliki sertifikat ISO 13485 (Manajemen Mutu untuk Perangkat Medis) dan ISO 9001 (Manajemen Mutu).
Penyedia juga tidak terdata memiliki akreditasi dari lembaga akreditasi internasional seperti Joint Commission International (JCI) ataupun memenuhi standar kualitas produk yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (AKD) sebagaimana yang diatur dalam Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Sektor Kesehatan.
Pejabat Panitia Pengadaan Barang (PPB) dan Jasa Rumah Sakit Umum Bob Bazar (RSBB) Lampung Selatan dipastikan akan terjerat hukum, pasalnya alat kesehatan (Alkes) import oleh RSUD Bob Bazzar membeli produk Made In Italy. Sayang hingga kini Direktur RSUD Bob Bazzar dr Renny Indrayani, hingga Kabag TU RSUD, Reny Ayu S.KM, belum merespon konfirmasi wartawan.
Termasuk Pejabat Panitia Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) sulit di konfirmasi. Para pejabat Pengadaan Barang yang dikonfirmasi wartawan selalu tak ada ditempat.
Penyurusan wartawan setiap barang esehatan harus memilik izin edar dari Kementrian Kesehatan RI, seperti diatur dalam Permenkes Nomor 1190/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Izin Edar dan PKRT. Dalam Diapath Manual Staining Set, 12 Reservois, 250 ML Capacity, Peralatan Hematologi dan Patologi, alat buat pewarnaan jaringan manual pada laboratorium medis, meningkatkan visibilitas sel atau struktur jaringan.
Alkes diadakan 2 unit total harga Rp42 juta, diketahui penyedia barang PT Abadi Makmur Bersama (AMB). Penyedia mencantumkan nomor izin edar (NIE) pada tayangan di E-Katalog dengan nomor Kemenkes RI AKL 10201917795 setelah dilakukan penelusuran melalui aplikasi Sistem Pengawasan Alat Kesehatan PKRT milik Kementerian Kesehatan tidak ditemukan NIE .
Ketika dilakukan pencarian dengan nama merk DIAPATH, maka ditemukan 15 produk alat kesehatan dengan merk DIAPATH dan sebagai distributor adalah PT AMB. Namun dari ke-15 produk alkes tersebut tidak ada satupun kecocokan dengan NIE produk Diapath Manual Staining Set, 12 Reservois, 250 ML Capacity dengan type SDSCM0000.
Tokoh Pemuda Kalianda, Arjuna Wiwaha mengatakan, distributor alkes tersebut yakni PT AMB dapat terjerat pidana dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Sanksi pidana dapat dikenakan kepada pelaku pengedar alat kesehatan tanpa izin edar, dapat kena sanksi penjara paling lama 15 tahun dan denda mencapai Rp1,5 M. Bahkan pidana denda pemberatan 3 kali lipat untuk korporasi,” ujar Arjuna, Selasa 14 Januari 2024.
Terkait pengadaan alkes yang sudah diterima pihak RSBB yang paling dirugikan sebagai konsumen karena membeli memanfaatkan alat kesehatan tanpa izin edar resmi dari kementrian kesehatan. Disebabkan alat kesehatan belum melalui uji kelayakan.
Izin edar alat kesehatan diberikan oleh Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat. Selanjutnya, ancaman pidana tidak bagi penyedia jasa, pihak pengguna jasa pun tak luput dari ancaman perkara hukum.
Dimana dalam tata kelola PBJ pada BLUD, meski memiliki privilege fleksibilitas dalam PBJ, namun yang tetap memberlakukan SOP dalam pelaksanaannya. “Apalagi PBJ yang tidak sesuai dengan regulasi cenderung berpotensi merugikan keuangan negara,” katanya. (Red)
Tinggalkan Balasan