Jakarta, sinarlampung.co-Uang korupsi penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau korupsi dana CSR BI-OJK, mengalir ke Komisi XI DPR RI. KPK sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti dari sejumlah lokasi terkait dengan sejumlah nama. Salah satunya, yang terbaru, penggeledahan rumah anggota Komisi XI DPR 2019-2024 Satori di Cirebon, Jawa Barat.
Baca: KPK Bongkar Modus Dugaan Korupsi Dana CSR BI dan OJK Digunakan Untuk Pribadi, Sudah Ada Tersangka?
Baca: Usut Korupsi CSR KPK Gelegah Kantor BI dan OJK Pusat
Baca: LSM Rubik Duga PLN Rekayasa Aliran Dana CSR
KPK menggeledah rumah anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Satori. Penggeledahan ini untuk mengusut dugaan korupsi pemberian dana CSR BI-OJK. “Beberapa waktu lalu selain penggeledahan di BI dan OJK, kami juga menggeledah beberapa tempat, salah satunya di Cirebon, itu tempatnya saudara S (Satori),” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Kamis 23 Januari 2025.
KPK turut mengamankan dokumen-dokumen. Hanya saja dia tak merinci dokumen apa saja yang diamankan. Penyidik KPK tengah mendalami adanya potensi penyimpangan penggunaan dana CSR yang diduga diterima penyelenggara negara. Berdasarkan keterangan Satori, seluruh anggota Komisi XI DPR menerima dana CSR. KPK juga tengah mencari kebenaran keterangan tersebut.
“Kalau menurut Pak S ini kan disampaikan semuanya (anggota Komisi XI), semuanya terima. Ini yang sedang kita dalami adalah prosesnya itu. Jadi setelah semuanya terima, misalnya di sini terima nih semua, tapi ada orang yang menggunakan benar-benar CSR itu, amanah sesuai. Ada juga yang tidak sesuai peruntukannya,” katanya.
Sejak mengusut dugaan korupsi ini, penyidik KPK telah memanggil 2 anggota DPR pada Jumat 27 Desember 2024 lalu. Mereka yakni Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra.
Asep Guntur Rahayu pun mengungkap garis besar modus korupsi pada kasus ini. Hal ini sekaligus mengkonfirmasi alasan penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah anggota DPR 2019-2024.
“Ada dugaan bahwa di perkara CSR ini, para penerima ini sebagai penyelenggara negara. CSR itu tujuannya adalah untuk kegiatan-kegiatan sosial, misalkan bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu, bantuan pendidikan. Ada untuk pembelian ambulans, dan lain-lain. Intinya semuanya untuk kegiatan sosial.” ujar Asep
Menurut Asep, berdasarkan laporan dan barang bukti, KPK menemukan sejumlah dana CSR BI-OJK memang dialirkan kepada penyelenggara negara melalui sejumlah yayasan tertentu. Yayasan tersebut akhirnya mendapat aliran dana CSR berdasarkan rekomendasi dari masing-masing anggota DPR.
Penyidik KPK, kata dia, memang menemukan bukti seluruh dana CSR tersebut tak ada yang dikirimkan ke rekening pribadi anggota DPR. Seluruh dana tersebut mengalir ke daftar yayasan yang diusulkan kepada BI dan OJK.
Akan tetapi, menurut Asep, pada beberapa transaksi dana CSR tersebut kemudian diputar dari yayasan hingga berujung ke rekening pribadi atau institusi yang berkaitan dengan anggota DPR. “Ada yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening yang lain. Dari situ nyebar tapi kemudian ngumpul lagi ke rekening yang bisa dibilang itu representasi daripada penyelenggara negara ini,” ujar dia.
Beberapa dana CSR tersebut kemudian berganti wujud menjadi aset lainnya mulai dari bangunan hingga kendaraan. “Jadi, disitu penyimpangannya, tidak sesuai dengan peruntukannya,” kata Asep.
Modus lainnya, ujar Asep, dana CSR memang digunakan untuk sejumlah kegiatan sosial seperti renovasi rutilahu (rumah tidak layak huni); dana pendidikan atau beasiswa; layanan kesehatan, dan lainnya. Akan tetapi, jumlah penggunaan dana tersebut tak sesuai dengan kesepakatan dengan BI atau OK.
Misalnya, kata Asep, para pelaku memanipulasi laporan penggunaan dana CSR dengan tak menuliskan tanggal kegiatan sosial, dan foto-foto bukti kegiatan juga diakali dengan mengambil beberapa angle berbeda.
Semuanya dilakukan untuk membuat seolah telah dilaksakan kegiatan sosial sebanyak kesepakatan yang dilakukan. “Ilustrasi saja. dana CSR]untuk renovasi 10 rutilahu. Ternyata, dia buat hanya tiga rutilahu. Saat peresmiannya bannernya enggak pakai tanggal dan difoto dari berbagai macam sudut. Nah ini dipertanggungjawabkan diklaim renovasi 10 rutilahu, padahal cuma tiga. Itu sudah kita temukan di beberapa tempat.” ujar Asep.
Modus korupsi yang melibatkan dana CSR tersebut. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas sosial atau publik diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi. Misalnya, dana CSR tersedia 100, yang digunakan hanya 50. Sisanya, yang 50 itu, malah digunakan untuk kepentingan pribadi. “Kalau dana itu digunakan sesuai peruntukan seperti membangun jalan atau fasilitas umum, tentu tidak ada masalah,” ungkap Asep.
Geledah BI dan OJK
KPK juga sudah menggeledah Kantor Pusat Bank Indonesia (BI) pada Senin 16 Desember 2024 malam. KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, namun identitasnya belum diumumkan. “Nanti akan kami sampaikan bersamaan dengan upaya penangkapan atau penahanan,” tambahnya.
Menanggapi penggeledahan tersebut, BI melalui Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan kesiapannya untuk mendukung proses hukum yang tengah berjalan. “Bank Indonesia menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada KPK sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Kami akan bersikap kooperatif,” ujar Ramdan dalam keterangan resmi, Selasa 17 Desember 2024.
OJK juga telah menyatakan komitmen serupa untuk mendukung pengusutan kasus ini. Kasus ini menunjukkan langkah tegas KPK dalam memberantas korupsi, termasuk pada lembaga keuangan besar seperti BI dan OJK. Penggeledahan ruang kerja Gubernur BI menjadi sinyal bahwa KPK serius mengungkap dugaan penyalahgunaan dana CSR yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.
Perkembangan selanjutnya dari kasus ini masih dinantikan, terutama terkait identitas tersangka dan langkah hukum berikutnya. Publik berharap transparansi dan akuntabilitas dapat ditegakkan demi mencegah terulangnya penyalahgunaan dana publik. (Red)
Tinggalkan Balasan