Advokat Novianti Laporkan Akun Medsos ke Polda Lampung atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Bandarlampung, sinarlampung.co – Penggunaan media sosial yang tak terkendali kembali memicu sengketa hukum. Advokat Novianti, S.H., secara resmi melaporkan sejumlah akun media sosial ke Polda Lampung atas dugaan pencemaran nama baik pada Kamis, 6 Maret 2025.

 

Laporan tersebut telah teregister dalam LP/B/184/III/2025/SPKT/POLDA LAMPUNG dan tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: STTLP/B/184/III/2025/SPKT/POLDA LAMPUNG.

 

Dalam laporannya, Novianti menyoroti beberapa akun, di antaranya akun Facebook “Andi Surya” dan “Andi Surya Reny”, Instagram “@andisurya.com_” dan “@umitraglobalsurya_com”, serta TikTok “@andisurya931”, yang diduga menyebarkan konten berupa potongan video, foto, dan narasi yang dianggap menyesatkan.

 

Unggahan tersebut, menurut Novianti, mengandung tuduhan seperti “premanisme”, “pengancaman”, “ujaran kebencian”, “pemerasan”, dan “pemaksaan kehendak”, yang dinilainya tidak berdasar serta merugikan reputasinya sebagai advokat.

“Potongan video, foto, dan narasi yang tidak lengkap itu telah menciptakan persepsi yang menyesatkan dan merusak nama baik saya. Sebagai seorang advokat, reputasi profesional adalah hal yang sangat penting bagi saya,” ujarnya,

 

Novianti mengungkapkan bahwa dirinya telah mencoba melakukan klarifikasi kepada pemilik akun-akun tersebut. Namun, karena tidak mendapat tanggapan yang memadai, ia akhirnya memilih menempuh jalur hukum.

“Saya dan beberapa jurnalis yang berada di lokasi dalam potongan video dan foto tersebut sudah berusaha meminta klarifikasi dengan mengirim pesan dan komentar, tetapi tidak ada respons yang memadai,” jelasnya.

 

Bahkan, lanjut Novianti, beberapa komentar justru berisi tuduhan yang dianggapnya sebagai fitnah dan pembunuhan karakter.

“Ada yang menyebut saya sebagai ‘bekas kontraktor dan oknum pengacara perempuan yang mencari rezeki dengan cara premanisme’. Lalu ada juga yang menuduh ‘oknum eksternal kampus masuk ke UMITRA bertindak premanisme, pengancaman, pemaksaan kehendak, dan mencoba melakukan pemerasan’.”

 

Kasus ini diduga berkaitan dengan sengketa pembayaran proyek pembangunan Gedung Rektorat UMITRA. Novianti, yang mewakili kontraktor, melayangkan somasi kepada UMITRA pada 6 Januari 2025 terkait pembayaran pekerjaan tambahan yang belum diselesaikan.

 

Mediasi yang dilakukan pada 13 Januari 2025 gagal mencapai kesepakatan. Saat tim hukum Novianti mencoba melakukan dokumentasi keesokan harinya, mereka dihadang oleh pihak keamanan kampus. Sejumlah jurnalis yang turut meliput juga mendapat hambatan.

“Kami kecewa karena ini menghalangi hak hukum kami serta kebebasan pers. Justru pihak keamanan yang memprovokasi hingga terjadi salah paham dan keributan,” tegasnya.

 

Dalam rilis pers pada 21 Februari 2025, pihak UMITRA melalui Humas Agus Setiyo menilai tuntutan tersebut sebagai bentuk “pemerasan”, yang kemudian dibantah keras oleh Novianti.

“Kami melihat unggahan yang dilakukan oleh akun-akun tersebut sebagai bagian dari upaya pembunuhan karakter dan kriminalisasi terhadap saya serta klien kami,” ujarnya.

 

Laporan yang dibuatnya merujuk pada Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE, yang mengatur larangan penyebaran konten bermuatan penghinaan dan pencemaran nama baik.

 

Novianti berharap pihak kepolisian dapat menangani perkara ini secara objektif dan transparan.

“Saya percaya bahwa aparat penegak hukum akan bekerja secara profesional dan adil. Kasus ini harus menjadi contoh bahwa media sosial harus digunakan secara bertanggung jawab dan dalam koridor hukum,” katanya.

 

Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial serta tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi.

“Media sosial bukan tempat untuk menghakimi seseorang tanpa dasar hukum dan fakta yang jelas. Kasus ini menjadi pembelajaran agar kita lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi, terutama yang menyangkut tuduhan terhadap individu atau institusi,” pungkasnya.

 

Dengan laporan ini, perkembangan kasus akan terus dipantau guna memastikan proses hukum berjalan secara adil dan transparan. (Wisnu/*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *