Pringsewu, sinarlampung.co — PT. Assalam Karya Manunggal (AKM), perusahaan resmi yang bergerak di bidang penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri, tengah menghadapi persoalan hukum serius. Heru, pimpinan PT. AKM di Kabupaten Pringsewu, disomasi oleh Rudi Candra melalui kuasa hukumnya dari Red Justicia Law Firm atas dugaan manipulasi data perpanjangan kontrak kerja tenaga kerja migran tanpa persetujuan suami.
Somasi pertama dilayangkan pada Jumat, 13 Juni 2025, menyusul laporan Rudi Candra yang merasa dirugikan atas perpanjangan kontrak kerja istrinya, Eni Kusrini binti Tugiman, pada tahun 2021 tanpa sepengetahuannya.
Rudi menjelaskan, pada tahun 2019 ia memberikan izin kepada istrinya untuk bekerja ke luar negeri melalui jasa PT. AKM. Namun, ketika masa kontrak habis pada Februari 2021, ia mengklaim tidak pernah memberi izin perpanjangan, baik secara lisan maupun tertulis.
“Eni saat itu masih berstatus istri sah saya. Bahkan enam bulan sebelum kontrak habis, saya sudah meminta kepada pihak PT. AKM agar Eni dipulangkan lebih dulu untuk menyelesaikan urusan rumah tangga kami,” jelas Rudi.
Upaya mediasi pribadi yang dilakukan Rudi kepada Heru disebut tidak membuahkan hasil. Karena itulah, ia menunjuk Red Justicia Law Firm untuk mendampingi proses hukumnya.
Adi Putra Amril, kuasa hukum dari Red Justicia Law Firm, menyatakan bahwa somasi telah dikirim dan diterima oleh staf PT. AKM bernama Kusningsih. Heru selaku penanggung jawab disebut tidak berada di tempat saat itu.
“Kami memberikan waktu 7×24 jam kepada saudara Heru untuk memberikan klarifikasi dan solusi. Jika tidak ada tanggapan, maka kami akan melayangkan somasi kedua. Bila tetap tidak direspons, kami akan melaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum,” tegas Adi.
Benar saja, setelah tenggat waktu somasi pertama terlewati tanpa tanggapan memadai, Red Justicia Law Firm kembali mengirimkan somasi kedua pada Kamis, 19 Juni 2025.
Pihak kuasa hukum menduga bahwa tindakan PT. AKM telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 22 Tahun 2017. Dalam regulasi tersebut diatur bahwa perpanjangan kontrak kerja bagi pekerja migran perempuan yang masih terikat pernikahan memerlukan persetujuan dari suami.
“Kami berharap ada jawaban resmi secara tertulis dari pihak PT. AKM. Jika tidak, langkah berikutnya adalah melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum serta menyurati BP2MI (dulu BNP2TKI) untuk menelusuri legalitas PT. AKM dan kontrak kerja Eni Kusrini,” tambah Adi.
Sementara itu, Heru sempat menjalin komunikasi melalui pesan singkat dengan tim Red Justicia. Dalam percakapan tersebut, Heru mengklaim bahwa prosedur telah diikuti dan menyebut adanya surat pernyataan perceraian dari Eni saat pengajuan perpanjangan kontrak.
Ketua Red Justicia Law Firm Tanggamus, Kurnain, S.H., menanggapi pernyataan Heru dengan mengatakan bahwa pihaknya tengah mencocokkan tanggal perceraian dengan tanggal perpanjangan kontrak.
“Kami akan melihat secara detail mana yang lebih dulu terjadi—putusan cerai atau perpanjangan kontrak. Jika terbukti ada ketidaksesuaian, maka akan kami proses secara hukum. Selain itu, Rudi juga tidak pernah menerima salinan perpanjangan kontrak kerja, padahal itu adalah haknya sebagai suami sah,” ujar Kurnain.
Kasus ini diperkirakan akan terus berlanjut ke ranah hukum jika tidak ada penyelesaian dari pihak PT. Assalam Karya Manunggal. Red Justicia Law Firm menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. (Wisnu)
Tinggalkan Balasan