Jakarta, sinarlampung.co-Sumatera Utara menjadi provinsi dengan jumlah tertinggi kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). data itu berdasarkan temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) selama periode Juli 2024 – Juni 2025.
Berdasarkan peta sebaran kasus yang dihimpun oleh KontraS, terjadi 127 peristiwa kekerasan oleh polisi di Sumatera Utara dalam setahun terakhir. “Tahun ini paling banyak peristiwa kekerasan oleh Polri terjadi di Provinsi Sumatera Utara,” kata Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS Andrie Yunus di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Senin, 30 Juni 2025.
Provinsi Sumatera Utara disusul Jawa Timur di peringkat dua dengan 79 kasus kekerasan polisi, lalu Jawa Barat di urutan ketiga dengan 50 kasus. Kemudian, provinsi di peringkat keempat adalah Lampung dengan 39 kasus. Adapun Sulawesi Selatan duduk di peringkat kelima dengan 30 kasus.
KontraS menghimpun data tersebut berdasarkan satuan kerja kewilayahan polisi, yang di antaranya terdiri dari kepolisian sektor (polsek) di tingkat kecamatan, kepolisian resor (polres) di tingkat kabupaten dan kota, hingga kepolisian daerah (polda) di tingkat provinsi.
Andrie mengatakan peta sebaran kasus kekerasan ini bertujuan untuk menggambarkan bahwa tempat kejadian kekerasan oleh aparat kepolisian tidak hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta dan Bandung. “Tapi juga dari ujung Aceh sampai Papua itu ada,” kata dia.
KontraS mencatat ada total 602 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri dalam setahun terakhir. Hasil pemantauan itu tertuang dalam kertas kebijakan KontraS bertajuk “Hari Bhayangkara 2025: Kekerasan yang Menjulang di Tengah Penegakan Hukum yang Timpang”.
Kertas kebijakan itu dirilis menjelang HUT Bhayangkara atau perayaan hari ulang tahun Polri ke-79, yang jatuh pada 1 Juli 2025. “Total korban dari 602 peristiwa kekerasan itu ada 1.085 orang. “Dengan rincian 1.043 orang mengalami luka-luka, 42 orang korban meninggal dunia,” ucap Andrie.
Dari angka 1.043 korban orang luka-luka, menurut laporan KontraS, sebanyak 1.010 di antaranya merupakan korban kekerasan yang juga mengalami oleh penangkapan sewenang-wenang oleh Polri.
Jika dikategorikan berdasarkan jenis kekerasan, KontraS mencatat polisi telah melakukan 411 penembakan, 81 penganiayaan, 72 penangkapan sewenang-wenang atau arbitrary arrest, dan 43 pembubaran paksa.
Kemudian, polisi disebut bertanggung jawab atas 38 kasus penyiksaan, 24 kasus intimidasi, sembilan kasus kriminialisasi, tujuh kasus kekerasan seksual, serta empat tindakan tidak manusiawi lainnya.
Kritik Adalah Masukan
Sementara Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, mengajak masyarakat untuk tidak ragu memberikan kritik dan masukan kepada institusi Polri. Hely Santika menekankan bahwa kritik membangun dari masyarakat merupakan bentuk kecintaan terhadap kepolisian dan menjadi cermin penting bagi Polri dalam meningkatkan kinerjanya.
“Teruslah berikan masukan-masukan, kritik yang membangun, terus awasi kami, karena kami yakin setiap masukan, setiap kritik yang diberikan oleh masyarakat, itu karena kecintaan kepada Polri,” ujar Irjen Helmy, saat sukuran 79 Tahun Bhayangkara,Selasa 1 Juli 2025.
Menurutnya, Polri sangat membutuhkan peran aktif masyarakat dalam mengawal setiap langkah dan kebijakan kepolisian. Kritik yang konstruktif, lanjut Helmy, menjadi bahan introspeksi yang sangat berharga untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kemampuan personel dalam melayani publik.
“Kritik itu menjadi cermin bagi kami, menjadi bahan kami untuk introspeksi diri agar kami bisa menjadi lebih baik, dan pada akhirnya memberikan yang terbaik kepada masyarakat,” tegasnya.
Helmy juga menegaskan bahwa di momen peringatan Hari Bhayangkara ke-79 ini, Polri terus berbenah dan membuka diri terhadap semua aspirasi dari warga demi menciptakan situasi kamtibmas yang aman dan kondusif, serta memperkuat kepercayaan publik.
Pernyataan Helmy Santikan sekaligus menegaskan komitmen Polri sebagai institusi yang melayani dan bekerja untuk masyarakat, dengan menjadikan kritik sebagai bahan bakar perbaikan, bukan sesuatu yang ditolak. (Red)
Tinggalkan Balasan