Bandar Lampung, sinarlampung.co – Sengketa kepemilikan tanah seluas 5.375 meter persegi di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Telukbetung Barat, Kota Bandar Lampung, masih belum berujung pada kejelasan eksekusi meskipun perkara hukumnya telah inkracht. Putusan hukum yang seharusnya menjadi dasar penegakan hak atas tanah ini justru terhambat oleh lambannya pelaksanaan di lapangan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung.
Perkara ini telah diputus sejak bertahun-tahun lalu, bahkan BPN Provinsi Lampung sudah menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Sertifikat pada 2017. Namun, eksekusi atas pembatalan sertifikat tersebut tak kunjung dilakukan hingga kini, membuat pihak penggugat merasa dongkol dan mempertanyakan komitmen lembaga terkait terhadap penegakan hukum.
Tanah tersebut telah dikuasai dan dikelola oleh Sumiyati sejak 1973. Namun pada 1985, muncul klaim dari pihak lain, yakni Holli Ali, yang mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 944/Sukamaju yang diterbitkan atas dasar Surat Ukur Sementara No. 2975/1984. Perselisihan inilah yang memicu konflik berkepanjangan hingga ke pengadilan.
Perkara kemudian berlanjut ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada 1997 melalui gugatan perdata Nomor: 30/Pdt.G/1997/PN.TK yang diajukan oleh Ny. Rosiah Wahab. Gugatan tersebut ditolak oleh majelis hakim, dan putusan tersebut diperkuat oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, bahkan tetap ditolak dalam upaya Peninjauan Kembali (PK).
Pengadilan Tinggi Tanjungkarang dalam putusan Nomor: 58/Pdt/1997/PT.TK menyatakan bahwa dasar kepemilikan Sumiyati lebih kuat secara yuridis karena dimiliki lebih dahulu. “Dasar kepemilikan yang lebih lama secara yuridis memiliki kekuatan hukum lebih tinggi meskipun pihak lain mengantongi sertifikat,” demikian pertimbangan hukum majelis, mengutip yurisprudensi Mahkamah Agung.
“Bukti kepemilikan klien kami berasal dari tahun 1973, sedangkan pihak lawan baru memiliki dasar kepemilikan dari hasil lelang pada 1997. Maka, jelas siapa pemilik sah yang seharusnya diakui,” ujar Yelli Basuki, kuasa hukum Sumiyati saat dikonfirmasi, Kamis (11/7).
Pasca putusan yang inkracht, BPN Provinsi Lampung pun menerbitkan Surat Keputusan Nomor: 02/Pbt/BPN.18/2017 tertanggal 27 Juli 2017. Keputusan itu secara resmi membatalkan SHM No. 944/Sukamaju atas nama Holli Ali, dan seharusnya menjadi dasar pelaksanaan eksekusi oleh Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.
Namun, eksekusi atas keputusan itu tak kunjung dilakukan. Padahal, BPN setempat telah melakukan pemeriksaan dan pengukuran ulang, meski sempat tertunda karena pejabat penangan perkara saat itu, Kasi Sengketa Ibu Masnah, meninggal dunia.
“Kami sudah mengirimkan surat resmi permohonan pelaksanaan keputusan sejak Februari 2025, dan kembali mengingatkan lewat surat kedua pada 30 Juni 2025. Tapi hingga hari ini belum ada pelaksanaan atas keputusan pembatalan sertifikat tersebut,” jelas Yelli.
Pihak kuasa hukum dan keluarga mendesak agar Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung segera bertindak. Mereka menilai tidak ada alasan untuk terus menunda eksekusi karena status kepemilikan tanah secara hukum sudah jelas, baik secara de facto maupun de jure.
“Kalau negara sudah mengakui dan pengadilan sudah memutuskan, lalu BPN juga sudah membatalkan sertifikat lama, kenapa belum bisa dilaksanakan hingga sekarang? Ini jadi tanda tanya besar,” ucap kuasa hukum dengan nada tegas.
Keluarga Sumiyati berharap Kantor Pertanahan tidak lagi menunda eksekusi, karena penundaan berkepanjangan hanya memperpanjang ketidakpastian hukum dan merugikan pihak yang sah. Apalagi, tanah tersebut hingga kini masih dikuasai fisik oleh klien mereka.
“Kami hanya ingin hak kami yang sah dikembalikan. Ini bukan soal klaim sepihak, tetapi soal hukum yang sudah jelas dan harus ditegakkan,” tutup pihak keluarga. (*)
Tinggalkan Balasan