Tanggamus, sinarlampung.co – Kasus meninggalnya SZ, seorang tahanan yang tengah menjalani proses hukum di Tanggamus, menyita perhatian publik dan menjadi sorotan media dalam beberapa hari terakhir. Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum Yalva Sabri, SH, turut angkat bicara pada Jumat (11/7/2025).
Menurut Yalva, SZ dalam kasus ini sudah berstatus sebagai terdakwa karena tengah menjalani proses persidangan. Dengan demikian, ia secara hukum berada dalam tanggung jawab pengadilan.
“Dalam posisi ini, SZ merupakan tahanan hakim karena dia ditahan untuk keperluan proses persidangan hingga keluarnya putusan. Jaksa penuntut umum hanya bertugas melakukan proses penuntutan,” jelas Yalva.
Ia menambahkan, tanggung jawab atas kondisi terdakwa selama dalam tahanan berada di tangan Rumah Tahanan Negara (Rutan).
“Rutan bertanggung jawab atas keamanan, kesehatan, dan kebutuhan dasar terdakwa. Jika terdakwa sakit selama proses persidangan, maka jaksa penuntut umum harus mengajukan pembantaran untuk membawanya ke rumah sakit agar diperiksa. Kalau harus dirawat inap, maka proses hukum ditunda hingga terdakwa dinyatakan sembuh,” ungkapnya.
Yalva juga menegaskan pentingnya koordinasi antara hakim, jaksa, dan pihak rutan dalam menangani kondisi kesehatan tahanan.
“Jika terdakwa meninggal dunia, maka sesuai Pasal 77 KUHP, penuntutan hukum otomatis gugur. Tidak ada lagi proses hukum yang bisa dilanjutkan,” tegasnya.
Ia menyoroti adanya dugaan kelalaian dalam kasus ini karena sebelumnya terdakwa sempat dinyatakan sehat oleh pihak rumah sakit.
“Pertanyaannya adalah, sehat yang seperti apa? Kita tidak tahu secara pasti. Kalau rumah sakit memberi saran agar dirujuk, artinya memang harus dirawat hingga benar-benar pulih,” ujar Yalva.
Menurutnya, apabila kondisi terdakwa belum sepenuhnya pulih, maka seharusnya yang bersangkutan belum layak dikembalikan ke rutan.
“Saran dari pihak rumah sakit seharusnya dipatuhi oleh pihak terkait. Kesehatan adalah hak dasar terdakwa. Kalau memang harus dirawat, ya dirawat. Ini menyangkut hak asasi manusia. Selama pembantaran, tidak ada batas waktu tertentu. Artinya bisa sampai yang bersangkutan benar-benar pulih,” tegasnya lagi.
Yalva menyebut, berdasarkan informasi yang ia baca, SZ diduga menderita demam berdarah dengue (DBD), penyakit yang tergolong berisiko tinggi.
“Dalam kasus seperti ini, pihak rumah sakit seharusnya berkoordinasi dengan keluarga terdakwa, bukan hanya dengan jaksa atau pihak rutan. Karena dalam konteks ini, keluarga adalah pihak yang paling berwenang dan dilindungi oleh hukum,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan