Banyak Dinas di Lampung Habiskan Anggaran Untuk Gaji dan Operasional Kantor

Bandar Lampung, sinarlampung.co-Komisi II DPRD Provinsi Lampung melakukan evaluasi terhadap pola penganggaran Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2024. Paslanya hampir seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) mitra kerja Komisi II hanya menyerap anggaran besar untuk belanja pegawai, namun nyaris tanpa ruang bagi program yang menyentuh rakyat.

 

Ketua Komisi II, Ahmad Basuki, menyoroti pagu anggaran OPD mitra Komisi II yang hanya sebesar Rp322,9 miliar, dengan realisasi Rp292,6 miliar atau 88,54 persen. Namun dari total itu, lebih dari Rp240 miliar dihabiskan hanya untuk belanja pegawai dan operasional kantor.

 

Sementara program pro-rakyat seperti bantuan petani, pemberdayaan ekonomi desa, hingga penyuluhan ketahanan pangan hanya kebagian kurang dari Rp30 miliar secara kolektif. “Bayangkan saja, dari ratusan miliar, yang benar-benar menyentuh masyarakat cuma beberapa persen. Sisanya habis untuk menggaji pegawai. Ini jelas bukan anggaran pembangunan, ini anggaran pemeliharaan birokrasi,” ujar Basuki, Kamis 10 Juli 2025.

 

Menurut Basuki pola ini bukan kebetulan, melainkan pengerdilan sistematis yang terjadi dari tahun ke tahun. Ia menuding Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tak memiliki sensitivitas terhadap arah pembangunan daerah. “Komisi II ini mitra dari dinas-dinas yang langsung berkutat dengan rakyat: pertanian, peternakan, koperasi, pangan, perkebunan. Tapi coba lihat anggarannya? Lebih kecil dari belanja hibah untuk even seremonial. Ini ironi,” katanya.

 

Sebagai perbandingan, OPD mitra Komisi III seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mendapatkan alokasi lebih dari Rp1,2 triliun, sementara Dinas Kesehatan dan RSUD di bawah Komisi V juga mengelola dana lebih dari Rp900 miliar. Bandingkan dengan Dinas Pertanian yang hanya kebagian Rp89 miliar, itupun 70 persen di antaranya habis untuk gaji ASN dan kegiatan rutin.

 

Visi Prabowo Tak Tercermin di DaerahHal senada disampaikan Hanifal, anggota Komisi II dari Fraksi Demokrat. Ia menyebut kondisi ini kontradiktif dengan visi besar pemerintah pusat di bawah Prabowo-Gibran, yang menjadikan ketahanan pangan dan ekonomi desa sebagai pilar utama pembangunan.

 

“Kalau pusat gembar-gembor industrialisasi desa, tapi daerahnya malah pelit kasih anggaran ke dinas produksi, ini artinya ada yang salah. Di Lampung, anggaran untuk ketahanan pangan malah dicukupi dari dana sisa, seolah bukan prioritas,” sindir Hanifal.

 

Bahkan, ia menyebut alokasi anggaran untuk kegiatan rapat dan perjalanan dinas di beberapa OPD mitra Komisi II masih lebih besar dari program pendampingan petani.“Rakyat butuh pupuk, alat, bibit, dan pelatihan. Tapi dinasnya malah sibuk bikin rapat evaluasi dan perjalanan studi banding,” ujarnya.

 

Evaluasi Total

 

Anggota Komisi II lainnya, Aribun, meminta Pemprov Lampung melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan penganggaran yang dinilai terlalu birokratis dan tak berorientasi pada hasil. “RPJMD jangan hanya jadi dokumen indah di rak-rak kantor. Harus jadi acuan penganggaran. Kalau tidak, ya percuma kita bicara soal kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

 

Komisi II mendesak agar TAPD dan gubernur meninjau ulang pola distribusi anggaran dengan mempertimbangkan dampak langsung ke masyarakat, bukan sekadar menjaga roda birokrasi tetap berputar. (Red)

 

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *