Ketua DPRD Kota Metro Dilaporkan Mantan Suami ke Polisi, Edi Ribut: Ini Ranah Perdata

Bandar Lampung, sinarlampung.co – Ketua DPRD Kota Metro, Ria Hartini, dilaporkan ke Polresta Bandar Lampung oleh mantan suaminya, Syamsul, yang merupakan seorang anggota kepolisian. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan penggelapan atas penjualan sebuah rumah di Bandar Lampung tanpa izin.

Laporan dugaan penggelapan itu teregister dengan Nomor: LP/B/1035/VII/2025/SPKT/POLRESTA BANDAR LAMPUNG/POLDA LAMPUNG, tertanggal 17 Juli 2025. Syamsul mengklaim, rumah tersebut merupakan bagian dari harta bersama yang seharusnya belum dijual karena masih dalam proses somasi pasca perceraian.

“Langkah pelaporan ini terpaksa dilakukan karena RH tidak beriktikad baik untuk menyelesaikan perkara ini secara kekeluargaan,” kata Fajar Arifin, SH., kuasa hukum Syamsul.

Fajar menjelaskan bahwa kliennya telah mengirimkan somasi, namun tidak mendapat tanggapan. “Kami sudah memberikan waktu yang cukup panjang agar (persoalan) diselesaikan secara kekeluargaan, tapi ternyata tidak ada komunikasi yang konkret untuk menyelesaikan persoalan yang timbul setelah RH dan SA bercerai. Makanya, mau tidak mau, langkah hukum harus dilakukan,” ujarnya.

Kuasa Hukum Ria: Ini Masalah Perdata

Menanggapi laporan tersebut, kuasa hukum Ria Hartini, Asst. Prof. Dr. Edi Ribut Harwanto, S.H., M.H., menegaskan bahwa sengketa harta bersama setelah perceraian bukanlah ranah pidana, melainkan perdata dan menjadi kewenangan Pengadilan Agama.

Edi menjelaskan bahwa pembagian harta gono-gini telah diatur dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta Pasal 35 dan 37 Undang-Undang Perkawinan. “Wilayah yurisdiksi hukum untuk penyelesaian sengketa harta bersama adalah di Pengadilan Agama Metro Kelas IA, bukan di Polresta Bandar Lampung,” tegas Edi yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum UM Metro.

Menurutnya, Ria Hartini memiliki hak atas rumah yang dijual karena merupakan hasil usahanya sendiri. “Klien kami, Ria Hartini, ketika menguasai rumah di Jalan Perumahan Ki Maja, Labuhan Ratu, dan menjualnya, bukanlah perbuatan melawan hukum. Rumah tersebut merupakan milik Ria Hartini yang dihasilkan dari usaha bisnis miliknya,” jelasnya.

Ada Perjanjian Sebelum Cerai

Edi Ribut juga mengungkapkan bahwa sebelum resmi bercerai, Ria Hartini dan Syamsul telah membuat perjanjian bersama pada 24 September 2023, yang ditandatangani di hadapan kuasa hukum dan saksi.

Dalam perjanjian itu disebutkan, Syamsul tidak akan menuntut harta gono-gini. Selain itu, Ria Hartini bertanggung jawab menyelesaikan utang dengan mengagunkan dua sertifikat rumah atas namanya senilai Rp1 miliar. Poin penting lainnya adalah bahwa Syamsul wajib mengembalikan beberapa sertifikat tanah yang diambil, serta bertanggung jawab atas urusan hutang piutang dengan pihak ketiga.

“Dari perjanjian ini telah jelas, sesungguhnya proses pembagian harta gono-gini sudah melalui mediasi jauh sebelum perceraian. Maka berlaku ketentuan Pasal 37 UUP dan Pasal 97 KHI, yang menyatakan janda atau duda cerai masing-masing berhak atas separuh harta bersama sepanjang tidak ada perjanjian lain. Dalam hal ini sudah ada perjanjian,” tegas Edi.

Ia juga menyebut bahwa perjanjian tersebut sah secara hukum karena memenuhi syarat perikatan sesuai Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata. “Perjanjian yang sah berlaku seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya,” kata Edi.

Syamsul Bisa Dipidana?

Lebih lanjut, Edi menilai laporan terhadap kliennya tidak memenuhi unsur delik pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP. “Syarat tindak pidana itu ada lima, dan jika salah satunya tidak terpenuhi, maka perbuatan pidana tidak dapat dibuktikan,” katanya.

Ia bahkan membuka kemungkinan untuk melaporkan balik terkait dugaan pencurian dua sertifikat milik Ria Hartini, yang menurutnya dapat dijerat Pasal 367 KUHP tentang pencurian dalam lingkup keluarga. Namun, Edi menekankan pihaknya masih mengutamakan upaya hukum perdata.

“Kami tidak menutup pintu untuk mediasi lanjutan dengan porsi yang ideal, sesuai perjanjian dan pertimbangan hukum yang berlaku. Upaya perdata di Pengadilan Agama Metro lebih tepat daripada pidana,” pungkas Edi. (***)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *