Tanggamus,sinarlampung.co – Aroma asmara tak sedap sedang menyeruak di lingkungan SD Negeri 1 Pekon Tanjung Jaya, Kecamatan Limau. Seorang oknum guru PPPK diduga terjebak dalam hubungan cinta terlarang yang berujung pada perceraian. Sayangnya, bukannya klarifikasi, yang muncul justru pernyataan ‘anteng’ dari Mujiono, S.P,d sang kepala sekolah. Sabtu 26 Juli 2025
Saat dimintai tanggapan soal dugaan pelanggaran kode etik oleh bawahannya, Kepala Sekolah justru memilih ‘pasang mode diam’:
“Saya tidak ada tanggapan karena itu ranah pribadi, bang. Kejadiannya juga di luar sekolah, bang,” ujarnya datar, seakan urusan moral pendidik tak layak masuk rapor sekolah.
Pernyataan ini sontak memantik reaksi keras dari kalangan aktivis. Salah satunya datang dari Samsul anggota Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Tanggamus, yang juga dikenal sebagai penggiat pendidikan di daerah. Ia menilai kepsek terlalu cuek dan melepas tanggung jawab moralnya sebagai pemimpin institusi pendidikan.
“Kalau memang benar kepala sekolah bicara begitu, sepertinya ada yang keliru di kepala sekolah ini, kesan yang tersirat adalah pembiaran terjadinya masalah moral dilakukan oleh Oknum Guru di sekolah yang dipimpinnya” celetuknya, menyenggol tajam sambil tetap mengedepankan nada edukatif.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kepala sekolah sejatinya adalah seorang supervisor pendidikan, bukan sekadar tukang absen guru pagi-pagi. Tanggung jawab moral, pembinaan etika, dan pengawasan perilaku tenaga pendidik adalah bagian dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang tidak bisa dilimpahkan ke alam semesta begitu saja.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan BKSDM Tanggamus. Kelakuan oknum guru yang krisis moral ini tidak bisa dianggap angin lalu. Apalagi statemen kepala sekolah yang terkesan tidak punya sense of leadership,” ujarnya dengan nada serius.
Publik pun bertanya-tanya: Jika urusan etika pendidik dianggap “urusan pribadi”, lantas apa yang sebenarnya menjadi urusan sekolah?
Kasus ini masih bergulir, dan masyarakat setempat diminta untuk tetap mengikuti perkembangan sambil tetap tersenyum—meski getir. Karena ketika cinta guru melenceng ke jalur terlarang, bukan hanya hati yang patah, tapi juga kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. Faktor penting dalam institusi pendidikan adalah Guru, dan guru merupakan sosok yang menjadi contoh utama bagi anak didiknya di sekolah, namun bagaimana jika seorang guru melakukan hal yang tak bermoral ?. Semoga ini menjadi perhatian untuk dinas yang terkait. (S.Kheir)
Aroma Asmara Tak Sedap di SDN 1 Tanjung Jaya, Kepsek Bungkam, Aktivis Pendidikan Bereaksi
Tanggamus, sinarlampung.co – Sebuah isu tak sedap tengah mengguncang lingkungan SD Negeri 1 Pekon Tanjung Jaya, Kecamatan Limau. Seorang oknum guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diduga terlibat dalam hubungan asmara terlarang yang berujung pada keretakan rumah tangga. Ironisnya, bukan klarifikasi atau tindakan tegas yang muncul dari pihak sekolah, melainkan sikap diam dari sang kepala sekolah, Mujiono, S.Pd.
Ketika dimintai keterangan pada Sabtu (26/7/2025), Mujiono memilih tidak memberikan pernyataan berarti.
“Saya tidak ada tanggapan karena itu ranah pribadi, bang. Kejadiannya juga di luar sekolah,” ucapnya singkat, seolah menutup pintu diskusi soal etika pendidik.
Pernyataan tersebut justru memantik reaksi dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Samsul, anggota Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Tanggamus yang juga aktif mengawal isu-isu pendidikan di wilayah tersebut. Ia mengkritik sikap kepala sekolah yang dianggap tidak mencerminkan tanggung jawab moral sebagai pimpinan lembaga pendidikan.
“Kalau benar kepala sekolah menyampaikan hal seperti itu, tentu sangat disayangkan. Pernyataan seperti itu seolah-olah membiarkan masalah moral berkembang di lingkungan sekolah yang ia pimpin,” ujar Samsul dengan nada tajam namun tetap edukatif.
Menurutnya, seorang kepala sekolah bukan hanya bertugas mencatat kehadiran guru, melainkan juga memegang peran penting sebagai pembina dan pengawas etika tenaga pendidik.
“Kepala sekolah itu seharusnya jadi teladan, bukan cuci tangan. Tugasnya mencakup pembinaan moral dan etika, bukan hanya urusan administratif. Kalau perilaku guru dibiarkan begitu saja, apa yang akan ditiru siswa?” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan BKPSDM Kabupaten Tanggamus untuk menyikapi dugaan pelanggaran ini.
“Kita tidak bisa anggap enteng kasus ini. Apalagi jika kepala sekolah tampak tak punya kepedulian atau rasa kepemimpinan,” tegasnya.
Masyarakat pun mulai mempertanyakan batas antara “urusan pribadi” dan tanggung jawab moral seorang pendidik. Ketika perilaku guru menyimpang dari nilai etika, publik tak hanya menyoroti individu tersebut, tetapi juga institusi tempat ia mengabdi.
Kasus ini masih dalam proses pengumpulan informasi lebih lanjut. Namun satu hal yang jelas, dalam dunia pendidikan, moral dan etika bukan hal yang bisa dikompromikan. Sebab, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga teladan—dan ketika keteladanan runtuh, kepercayaan masyarakat pun ikut terguncang.
Semoga pihak terkait dapat segera mengambil langkah bijak untuk menjaga marwah dunia pendidikan, khususnya di Kabupaten Tanggamus. (S.Kheir)
Tinggalkan Balasan