Lampung Selatan, sinarlampung.co – Proyek pembangunan menara telekomunikasi milik perusahaan Tower Bersama Grup (TBG) yang berlokasi di Desa Sidodadi Asri, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, menjadi sorotan publik. Proyek yang telah berjalan sejak pertengahan Juli itu diduga belum mengantongi izin resmi dari pihak perizinan Kabupaten Lampung Selatan.
Pembangunan menara telekomunikasi TBG tersebut berdampingan langsung dengan rumah masyarakat yang dikhawatirkan akan memberikan radiasi terhadap kesehatan.
Kepala Desa Sidodadi Asri diwakili oleh Sekretaris Desa Jafar, ketika dikonfirmasi mengaku bahwa hingga saat ini pihak desa belum pernah menerima salinan resmi izin pembangunan dari perusahaan.
“Terkait dokumen perizinan saya tidak mengetahui, saya hanya bantu saat mereka mencari lokasi sinyal bagus, dan sinyal terbaik itu ada di lahan milik orang tua Pak Kades. Setelah itu saya tidak terlibat lagi. Soal izin, silakan ke Pak Kades,” ujarnya Senin (28 Juli 2025).
Meskipun begitu, Jafar mengaku sempat berkomunikasi langsung dengan pihak perusahaan, saat ditanya mengenai nama perusahaan dan siapa perwakilan yang datang ke desa, ia justru menjawab tidak tahu dan mengaku lupa.
Hal serupa disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Desa, Edi. Ia menyatakan hanya dilibatkan dalam proses sosialisasi dan pembagian kompensasi ke warga. Namun saat ditanya soal izin, Edi juga menyatakan tidak tahu-menahu.
“Menara tersebut milik perusahaan TBG, saya pun hanya bantu sosialisasi ke warga dan membagikan kompensasi. Tapi soal izin, saya tidak tahu. Itu langsung ke Pak Kades,” ujarnya.
Kedua perangkat desa tersebut mengaku sama-sama tidak mengetahui nama perusahaan maupun identitas perwakilan yang datang ke desa, meski keduanya sempat berinteraksi langsung dengan pihak perusahaan.
Pada sebelumnya Jumat (26/7/2025) sejumlah warga mengeluhkan adanya intimidasi dalam proses sosialisasi kepada mereka, warga mengaku tidak mengetahui detail proyek tersebut.
”Pada saat pembicaraan sosialisasi kami dikumpulkan untuk membahas pembangunan tersebut, namun ditekankan malam itu harus selesai dengan keputusan, kami pun hanya dijelaskan akan ada pembangunan tower ” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Kendati demikian, warga yang tinggal di sekitar lokasi mengaku telah menerima uang kompensasi sebesar Rp500.000 per rumah, namun jumlahnya dinilai tidak sebanding dengan dampak jangka panjang dari pembangunan menara.
”Kompensasinya hanya lima ratus ribu, dan itu pun tiba-tiba dibagikan tanpa penjelasan detail. Sosialisasinya cepat dan terbatas, untuk kedepannya kamipun tidak jelas jika ada kecelakaan atau masyarakat yang mengalami kerusakan barang elektronik harus seperti apa tanggung jawabnya” ujarnya.
Keluhan juga datang dari warga lain yang tidak menerima kompensasi sama sekali, meskipun lokasi rumah mereka berdekatan langsung dengan proyek pembangunan. Mereka mempertanyakan kejelasan kompensasi yang di peruntukan untuk warga.
”Terkait kompensasi tersebut kami merasa sangat tidak pantas, karena dengan bahaya radiasi dan resiko rubuhnya menara” tutur warga tersebut.
Fakta bahwa lokasi pembangunan berada di atas tanah milik orang tua Kepala Desa Sidodadi Asri, Didik Marhadi, menambah daftar pertanyaan publik. Warga menduga ada potensi konflik kepentingan dan mempertanyakan apakah Kepala Desa mengetahui seluruh proses pembangunan sejak awal. Namun, saat tim media mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kepala Desa, yang bersangkutan tidak berada di tempat dan belum memberikan tanggapan resmi.
Di sisi lain, salah satu pekerja proyek menyebut bahwa perwakilan perusahaan di lapangan adalah seseorang bernama “Pak Uki”, identitas dan legalitas perusahaan belum dapat diverifikasi secara resmi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perizinan Kabupaten Lampung Selatan maupun dinas terkait sedang dalam proses konfirmasi. (Akurat/ Red)
Tinggalkan Balasan