TANGGAMUS – Skandal mengejutkan mengguncang dunia kesehatan di Kabupaten Tanggamus. Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun anggaran 2024, yang seharusnya menjadi tumpuan pelayanan kesehatan masyarakat, justru diduga dijadikan ajang “main-main” anggaran. Nilainya tak tanggung-tanggung: lebih dari Rp241 juta!
Berdasarkan temuan yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebanyak 23 Puskesmas terlibat dalam praktik pertanggungjawaban dana yang tidak sesuai kondisi riil di lapangan.
Perjalanan Dinas Ganda, Dua Kali Bayar!
Salah satu kejanggalan mencolok adalah pembiayaan ganda untuk satu kegiatan perjalanan dinas. Uang keluar dua kali, dari dua sumber berbeda: BOK dan BLUD. Nilai dobel bayar ini mencapai Rp41 juta lebih, dan ini terjadi di 21 puskesmas. Satu kegiatan, dua kali pencairan. Apakah ini kekeliruan atau modus?
Belanja Fiktif: Rp200 Juta Hanya di Atas Kertas
Lebih parah lagi, ditemukan belanja makan dan minum yang sepenuhnya fiktif di tiga puskesmas. Tak ada kegiatan, tak ada peserta, tapi anggarannya dicairkan dan dipertanggungjawabkan. Total kerugian negara dari pos fiktif ini melampaui Rp200 juta.
Insentif Tenaga Kesehatan Amburadul
Masalah juga menjalar ke pembayaran insentif tenaga kesehatan. Empat puskesmas tercatat salah hitung insentif Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) karena menggunakan formulir lama yang sudah tak berlaku. Akibatnya, ada petugas yang menerima lebih dari haknya, dan sebaliknya, ada yang dirugikan karena dibayar kurang.
Dinas Kesehatan Akui dan Kembalikan Dana
Ironisnya, semua temuan ini diakui oleh pihak Dinas Kesehatan Tanggamus. Mereka bahkan menyatakan sepakat dengan hasil pemeriksaan BPK, dan langsung menyetor kembali sebagian dana ke kas daerah:
Rp33,9 juta dikembalikan dari kelebihan pembayaran perjalanan dinas
Rp200 juta lebih dari belanja fiktif makan-minum
Sisanya dikembalikan oleh enam puskesmas ke kas BLUD masing-masing
Pengawasan Lemah, SOP Diabaikan
BPK menyebutkan penyebab utama kekacauan ini adalah lemahnya pengawasan dari Kepala Dinas Kesehatan, ditambah pengelola anggaran yang tak teliti, dan pelaksana kegiatan yang berjalan tanpa pedoman. Bahkan, pengisian insentif bulanan dilakukan tanpa memperhatikan indikator wajib seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan klasifikasi wilayah kerja.
Pertanyaan Publik Menggantung
Fakta-fakta ini memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat:
Sudah berapa lama praktik ini berlangsung?
Apakah ini kelalaian atau skema yang disengaja?
Apakah cukup hanya dengan mengembalikan uang tanpa sanksi tegas?
“Kalau dana kesehatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak bisa diselewengkan seperti ini, bagaimana kita bisa percaya pelayanan lainnya?” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Harapan akan Transparansi dan Reformasi
Skandal ini menjadi peringatan keras bagi Pemkab Tanggamus. Dana publik, apalagi yang menyangkut layanan dasar seperti kesehatan, harus dikelola secara transparan, bertanggung jawab, dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. (Wisnu)
Tinggalkan Balasan