Apresiasi OTT KPK di PT Inhutani V, Tokoh Muda dan Kuasa Hukum Adat Ungkap Dugaan Mafia Kehutanan di Way Kanan

Bandar Lampung, sinarlampung.co – OTT KPK terhadap sembilan orang di lingkup PT Inhutani V memantik dukungan luas. Tokoh masyarakat hingga kuasa hukum adat menilai penangkapan ini membuka praktik mafia kehutanan yang selama puluhan tahun merugikan negara dan rakyat.

Salah satunya datang dari Tokoh Muda Way Kanan yang juga Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) DPD Arun Lampung, Ardo Adam Saputra. Ia mengapresiasi OTT KPK terhadap jajaran direksi perusahaan pelat merah dan pihak swasta dalam dugaan korupsi pemanfaatan hutan di PT Eksploitasi dan Industri Hutan V (Inhutani V), anak usaha Perum Perhutani.

“Kami mengapresiasi OTT setinggi-tingginya yang kemarin kami dengar terjadi di Inhutani V,” kata Ardo Adam dalam konferensi pers di RM Begadang Resto, Jalan Diponegoro, Bandar Lampung, Kamis sore (14/8/2025).

Menurut Ardo, PT Inhutani V menguasai Register 44 dan 46 namun selama ini dinilai tidak memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat sekitar.

“Inhutani V ini kami melihat banyak praktik mafia. Kita bersyukur OTT KPK membuktikan dugaan suap pemanfaatan hutan yang protes kami sebelumnya memang terjadi, termasuk praktik KKN,” ujarnya.

Ia mendorong aparat penegak hukum (APH) di Lampung untuk mendengarkan pendapat praktik KKN lainnya, seperti kelompok tani fiktif dalam pemanfaatan hutan.

“Itu poin-poin yang harus kita dukung,” tegasnya.

Ardo juga menduga tindakan ilegal tersebut melibatkan pihak luar negeri, sehingga merugikan masyarakat adat di sekitar kawasan.

Selain itu, ia menyoroti PT Bumi Madu Mandiri (BMM) yang sudah lebih dari 20 tahun beroperasi namun tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

“Bagaimana mungkin HGU perusahaan itu tidak ada? Bagaimana ukuran pajak dan kerugian negara? Ini tidak bisa dibiarkan. Maka kita dorong APH menegakkan hukum,” kata Ardo.

Sementara itu, Kuasa Hukum Masyarakat Adat Buay Pemuka Pangeran Ilir (BPPI) Kampung Negara Besar, Kecamatan Negara Batin, Way Kanan, Gindha Ansori Wayka, juga mengapresiasi OTT KPK. Ia mengungkapkan, sejak Februari 2025 telah berupaya merekonstruksi izin konsesi Inhutani V.

“Tapi kami tidak pernah didengar oleh Inhutani V. Dan hari ini mereka diperingatkan oleh KPK. Itu luar biasa,” kata Direktur Hukum Gindha Ansori Wayka & Rekan sekaligus Direktur LBH CIKA itu.

Gindha menegaskan, memusatkan fokus pada Register 44 dan 46 di Negara Batin. Berdasarkan catatan, pada tahun 1940 tanah register itu diserahkan masyarakat adat kepada pemerintah kolonial Belanda.

Namun, pada tahun 1996 Menteri Kehutanan menerbitkan konsesi seluas 55 ribu hektare kepada PT Inhutani V.

“Tetapi kemudian masyarakat adat justru menjadi pemilik yang ditinggalkan. Mereka tidak memperoleh manfaat, apalagi hak,” ujarnya.

Ia meminta pemerintah daerah dan kepolisian memfasilitasi rekonstruksi izin agar masyarakat adat bisa mendapatkan haknya setiap tahun.

“Izin konsesi Inhutani ini berlaku 43 tahun, dari 1996 sampai 2039. Masih ada 15 tahun lagi. Kami ingin perhitungan yang jelas selama ini dan ke depannya. Dengan gejolak ini, masyarakat pasti mendukung,” tegasnya.

Gindha juga menyoroti dugaan kerugian negara karena selama ini PT Inhutani V hanya menerima Rp1,5 juta per hektare per tahun dari pemanfaatan lahan.

“Bayangkan, tarif sewa sekarang bisa sampai Rp5 juta per hektare per tahun. Ini jelas merugikan negara. Masyarakat adat tidak menerima sepeser pun,” katanya.

Ia menegaskan, memutuskan bersama masyarakat adat akan terus memperjuangkan rekonstruksi tersebut.

“Tahun 2021 Menteri Kehutanan pernah menyurati gubernur agar masyarakat adat bekerja sama dengan PT Inhutani V, PT PLS, dan lainnya secara saling menguntungkan. Tapi sampai hari ini tidak ada realisasinya. Makanya kita apresiasi KPK,” tutupnya. (Tama)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *