Penulis: Juniardi

  • Proyek Diduga Tak Sesuai Spek, Polda Diminta Periksa Dinas PU Pringsewu

    Proyek Diduga Tak Sesuai Spek, Polda Diminta Periksa Dinas PU Pringsewu

    Pringsewu (SL) – Proyek peningkatan jalan di Pekon Enggalrejo Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu, dituding jadi lahan korupsi oleh oknum-oknum di Dinas PU Pasalnya, proyek senilai Rp 1.2 milyar lebih itu dikerjakan tanpa disertai plang proyek serta kondisi seperti Karpet dapat diangkat. Parahnya, pengerjaannya juga dilakukan asal-asalan tanpa memikirkan kualitas. Padahal tujuan awal pembangunan jalan tersebut adalah untuk menunjang perekonomian masyarakat sekitar.

    Di lokasi, pengerjaan proyek tersebut saat ini baru saja selesai dikerjakan dan sudah tidak nampak para pekerja jalan. Dan yang paling mengecewakan, jalan yang baru saja selesai dihotmix saat ini kondisinya sudah mulai retak dan bergelombang, ketebalan aspalnya pun tidak merata.

    Salah satu warga ngatmin mengatakan pengerjaan peningkatan kualitas jalan di pekon enggalrejo ini dimulai dari bulan lalu namun hingga selesai kemarin ia belum pernah melihat plang proyek disekitar lokasi pengerjaan. “Setiah hari saya melintas jalan ini namun belum pernah lihat mas plang proyek, namanya juga orang kampung tidak  terlalu memeperhatikan,” ujar pria paruh baya saat ditemui media ini.

    Kepala pekon Enggalrejo Katelan pun mengungkapkan hal yang senada dengan warganya. “Sampai hari ini pihak rekanan yang mengerjakan proyek jalan penghubung enggalrejo sukoharum ini belum pernah ketemu ataupun menemui saya. Namun pada intinya masyarakat dipekon enggalrejo merasa senang dengan adanya peningkatan jalan, tak perduli apakah kalan ini dekrjakan sesuai atau tidak dengam spek yang ada,” Pungkasnya.

    Pembangunan atau peningkatan jalan penghubung sejatinya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Jika pekerjaanya dilakukan sesuai dengan standar kualitas maka dampaknya bagi perekonomian akan lebih lama bagi masyarakat sebagai penerima manfaat.

    Menyikapi hal tersebut, Lingkar Studi Mahasiswa Lampung melalui Divisi Investasi meminta Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung mengusut dugaan korupsi dari proyek tersebut, setiap tahun terjadi pembangunan Aspal Karpet di Dinas PU Kabupaten Pringsewu. “Kami akan melaporkan secara resmi temuan ini. Karna kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi di Dinas PU Pringsewu. Dan mendesak kepada Bupati Pringsewu copot Jabatan Kepala Dinas pu,” katanya didilangsir kopiinstitute.com.

    Editor : Fersi

  • Diduga Hina Profesi Wartawan Dan Media, Karyawan FIF Dilaporkan Polisi

    Diduga Hina Profesi Wartawan Dan Media, Karyawan FIF Dilaporkan Polisi

     Sulawesi Selatan (SL)  – 17 Tim Kuasa Hukum zonamerah.co mendatangi Mapolda Sulsel, di Jalan Perintis Kemerdekaan Km 16, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu, (12/8/2017) sekira pukul 16.50 Wita, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik media yang telah dilakukan oleh oknum karyawati FIF Group

    Ainun Ayhie dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik yang menyebut media itu kotor dan wartawan itu rata-rata beritanya fitnah

    Hal itu berdasarkan rekaman percakapan antara Oknum karyawati FIF Group, Ainun Ayhie dan mantan SPG Spektra, Indah dan Mariana

    “Saya tanyako (bilang) dek nah media itu kotor, kotor sekali, saya punya om wartawan berhenti, karena semuanya fitnah, rata-rata beritanya fitnah, kenyataanya cuman satu, masuk di media itu 10 (sepuluh) jadi 1000 (seribu) ” kata Ainun Ayhie, lewat rekaman yang diterima zonamerah.co, belum lama ini.

    Atas dugaan ini, tim kuasa hukum zonamerah.co, melaporkan Ainun Ayhie berdasarkan dengan laporan polisi STTLP/354/VIII/2017/SPKT. Tanggal 12 Agustus 2017 dengan tindak pidana pencemaran nama baik pasal 310 KUHPidana

    Menurut tim kuasa hukum zonamerah.co, Dedy Meidiyanto Santoso, SH, bahwa konflik antara mantan SPG Spektra dan FIF Group sudah berakhir damai melalui mediasi Ikatan Wartawan Online (IWO) Sulsel. Namun persoalan atas pencemaran nama media hari ini kami sudah resmi melaporkannya di Mapolda Sulsel

    “Seperti janji kami batas waktu deadline 3 x 24 Jam, namun tak di indahkan. Akhirnya persoalan ini kami teruskan. Kasus ini didampingi 17 lawyer zonamerah.co” kata Dedy di Mapolda Sulsel Sabtu, (12/8/2017)

    Lebih lanjut Dedy menjelaskan, “Bahwa kami tim kuasa hukum zonamerah.co telah memberikan waktu kepada oknum karyawan FiF Group yang telah mencemarkan nama baik wartawan dan media akan tetapi tidak ada etika baik. Hingga pada hari ini kami melapor di polda Sulsel agar tidak ada lagi yang melecehkan atau menghina wartawan dan media” jelasnya

    Sementara itu Andi Raja Nasution SH, yang juga sebagai tim kuasa hukum zonamerah.co mengatakan, “Saya selaku penasihat zonamerah.co, bahwa perbuatan salah satu karyawan PT. FIF Group tersebut sudah sesuai dengan ketentuan pasal 310 KUHP ayat 1 dan 2, namun mengenai proses lebih lanjut saya percayakan kepada penyelidik untuk membuat terang perkara tindak pidana tersebut, akan tetapi walaupun demikian selaku penasihat hukum zonamerah.co masih menunggu itikad baik dari pihak FIF Group” tuturnya

    Sebelumnya, Konflik antara mantan SPG Spektra dan Pihak manajemen FIF Group sepakat berdamai. Kesepakatan ini keluar setelah Ikatan Wartawan Indonesia (IWO) Sulsel mempertemukan kedua belah pihak di Jalan Urip Sumoharjo bertempat di Warkop 47, Selasa, (8/8/2017) malam, sekira 21.30 Wita

    Mediasi berlangsung kurang lebih 4 jam. Dalam pertemuan itu, pihak manajemen FIG Group yang di wakili manajer bernama Ryan dan CS. Sedangkan pihak SPG Spektra di wakilkan kepada manajemen dan tim kuasa hukum zonamerah.co

    “Hasilnya positif, dan pihak manajer FIF siap menyelesaikan persoalan mantan SPG nya itu. Dia juga meminta mantan SPG itu datang ke kantor agar bisa diselesaikan secepatnya.” kata kuasa hukum zonamerah.co, Dedy Meidiyanto, SH

    Hal yang sama pun disampaikan oleh manager FIF group, Ryan yang mewakili pertemuan mediasi itu pun juga menyampaikan terkait persoalan SPG tersebut

    Agar yang bersangkutan datang ke kantor FIF di Jalan Cendrawasih Kelurahan Mario, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan,

    “Kalau bisa SPG itu suruh datang nanti kami selesaikan adminitrasi mereka. Termasuk seragam tolong juga dia bawa” kata Ryan

    Sumber : zonamerah

    Editor : Fersi

  • Gempa 6,6 Skala Richter Goncang Bengkulu

    Gempa 6,6 Skala Richter Goncang Bengkulu

    Bengkulu (SL) – Provinsi Bengkulu Utara kembali di guncang gempa bumi dengan kekuatan 6,6 skala Richter di kedalaman 10 kilometer, Minggu pagi (13/8)

    Dikutip dari situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG.go.id), Minggu 13 Agustus 2017, gempa tersebut terjadi sekitar pukul 10.08 WIB dengan kordinat lokasi 3.75 Lintang Selatan – 101,56 Bujur Timur.

    BMKG menyatakan, meski terjadi di laut, tidak ada risiko gempa tersebut menyebabkan Tsunami. Masyarakat diharap tenang dan menjalankan aktivitasnya secara normal.

    Editor : Fersi

     

  • ICW Rilis 110 Kasus Penyelewengan Dana Desa

    ICW Rilis 110 Kasus Penyelewengan Dana Desa

    Jakarta  (SL) – Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis ada 110 kasus penyelewengan dana desa dan alokasi dana desa sepanjang 2016-10 Agustus 2017. Dari 110 kasus itu, pelakunya rata-rata dilakukan kepala desa alias Kades.

    “Dari 139 aktor, 107 di antaranya merupakan kepala desa,” kata peneliti ICW, Egi Primayogha, di kantornya, Kalibata, Jumat (11/8/2017).

    Selain itu, pelaku korupsi lainnya adalah 30 perangkat desa dan istri kepala desa sebanyak 2 orang. Egi menyebut dari 110 kasus tersebut, jumlah kerugian negaranya mencapai Rp 30 miliar. Data tersebut ia akui berdasarkan berbagai sumber media hingga data aparat penegak hukum.

    Adapun sejumlah bentuk korupsi yang dilakukan pemerintah desa, yaitu penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, mark up anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran, dan suap.

    “Dari sejumlah bentuk korupsi itu, ada 5 titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan dana desa yaitu dari proses perencanaan, proses pertanggungjawaban, monitoringdan evaluasi, pelaksanaan, dan pengadaan barang dan jasa dalam hal penyaluran dan pengelolaan dana desa,” kata Kurniawan.

    Adapun sejumlah modus korupsi yang dipantau ICW, antara lain membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.

    “Modus lainnya meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, lalu pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten,” ujarnya

    Egi menambahkan, modus lainnya itu adalah penggelembungan atau mark uppembayaran honor perangkat desa dan mark up pembayaran alat tulis kantor (ATK). Serta memungut ajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak.

    Contoh lainnya yaitu pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi, pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa, serta melakukan kongkalikong proyek yang didanai dana desa.

    “Melakukan permainan kongkalikong dalam proyek yang didanai dana desa, dan membuat kegiatan proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa,” ujarnya. (sumber:detik.com)

  • Ini Grup Yang Borong Proyek Krakatau Fertival

    Ini Grup Yang Borong Proyek Krakatau Fertival

    Bandarlampung (SL) – Satu grup perusahaan “borong” dua proyek penyelenggaraan Lampung Krakatau Festival (LKF) 2017 dengan total nilai proyek Rp4,080 miliar. Kedua perusahaan tersebut, PT Kerabat Dyan Utama dan PT Dyandra Promosindo. Keduanya beralamat sama.

    Menurut Ketua Asosiasi Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (Ardin) Provinsi Lampung, Izhar Laili, berdasarkan Perpres No.4/2015 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, hal tersebut merupakan pelanggaran prinsip dan etika  pengadaan barang. “Bisa menutup kesempatan perusahaan lain,” katanya.

    Tahun lalu, PT Kerabat Dyan Utama yang memenangkan tender LKF 2016. Namun, merk yang tampil pada LKF 2016 adalah Dyandra Promosindo. Pada LKF 2017, PT Dyandra Promosindo yang memenangkan tender EO. Sedangkan PT Kerabat Dyan Utama bergeser memenangkan tender “backup” LKF 2017.

    PT Kerabat Dyan Utama dalam e-tender (tender elektronik) yang tercatat pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Lampung sebagai pemenang event organizer (EO) LKF 2016 senilai Rp2,313 miliar dari pagu Rp2,5 miliar.

    Sedangkan PT Kerabat Dyan Utama sebagai pemenang pengadaan barang dan jasa penyelenggaraan LKF 2017 senilai Rp1,767 miliar dari pagu atau nilai awal penawaran proyek senilai Rp1,788 miliar yang tendernya juga dilakukan bulan Juli lalu.

    Perusahaan yang mendaftar ikut tender EO itu sendiri ada belasan perusahaan. Namun, yang memasukan atau upload penawaran ada tiga perusahaan. Dari ketiga perusahaan itu, ada yang menawar terendah, senilai Rp2,227 miliar, yakni PT Global Potensido.

    Namun, PT Global Potensido dinilai tidak memenuhi syarat antara lain tenaga teknis dan tenaga ahli hanya memiliki satu event menejer. Sedangkan yang disyaratkan tiga even menejer. PT Global Potensindo juga tidak memiliki sertifikat keahlian dari Google.

    Akhirnya, PT Dyandra Promosindo yang dinyatakan pemenang LFK 2017. Banyak yang heran dengan menangnya kembali PT Dyandra Promosindo sebagai penyelenggara LFK 2017. Pasalnya, mereka menilai penyelenggaraan tahun lalu saja tak ada yang “gereget” dan tak profesional.

    Salah seorang pengisi acara FKL 2016, Sarah, bilang acara FKL seperti acara pribadi, EO-nya tak mau diberi saran pihak lain. Padahal, kata muli dari Kota Bandarlampung itu, mewakili anak muda, punya semangat dan banyak sekali ide kretif untuk LFK.

    Indra Pradya, MC terkenal, penggiat pariwisata, bloger yang pernah dikirim keluar negeri, dan mencurahkan kekecewaan atas ketidak-profesionalan PT Dyandra Promosindo lewat blognya, Dunia Indra : “Kisah Jelajah Krakatau 2016”.

    Sebelumnya, Bambang SBY, guide untuk Event Tuor LFK 2016, sempat mengeluhkan ketidaksigapan EO melayani tamu. Dia bersama dua temannya lagi terpaksa harus mengunjal undangan bloger dan wartawan sepulang dari Tour Krakatau pakai sepeda motor ke hotel akibat ketiadaan EO. Bahkan, honor ketiganya, sempat tak dibayar pihak penyelenggara. (dilangsir dari rmollampung.com)

    Editor : Fersi

  • Partai Politik Dalam Progres Kepentingan Publik

    Partai Politik Dalam Progres Kepentingan Publik

    Membaca berbagai referensi tentang partai Politik, bahwa di masa penjajahan Belanda, berbagai partai politik dibentuk tanpa menghiraukan larangan pemerintah kolonial. Banyak yang terang-terangan memperjuangkan Indonesia merdeka, tapi tak sedikit yang bertekad lebih jauh lagi dengan melawan kapitalisme.
    Dan saat Dewan Rakyat (Volksraad) dibuat pemerintah kolonial Belanda sebagai lembaga perwakilan wilayah jajahan, sebagian parpol itu ikut menempatkan para legislatornya untuk menjalankan fungsinya memperjuangkan kepentingan masyarakat.

    Dian Abraham, pokja pemilu, dalam progren Pokja Pemilu menyebutkan, seperti halnya di negara demokrasi nan beradab lainnya, partai politik telah menjadi alat bagi kaum pergerakan untuk memperjuangkan kepentingan publik. Setelah diselingi masa pelarangan parpol oleh penjajah Jepang, situasi itu berlanjut setelah proklamasi kemerdekaan hingga munculnya Orde Baru.

    Dan hal itu jauh berubah saat ini. Mayoritas aktivis, terutama yang kiri, bukan cuma meninggalkan ide berpartai, tapi juga melecehkannya. Golput terus dilestarikan, bahkan Pemilu terkesan diboikot. Akibatnya, parpol maupun keluarannya – terutama anggota DPR – disesaki oleh para oportunis dan perampok dana publik. Dan kenyataan itu semakin membuat parpol dilecehkan. Makin paripurnalah lingkaran setan itu.

    Muncul sikap anti parpol ini sangat wajar dan mudah dimengerti, terutama mengingat anggapan busuknya sistem kepartaian saat ini sejak ala orde baru adalah realita bahwa parpol-parpol yang ada saat ini lebih mewakili kepentingan kelompok mereka ketimbang masyarakat banyak.

    Di sisi lain, fenomena diaspora aktivis ke parpol yang ada saat ini tidak cukup membantu mengembalikan kepercayaan terhadap pentingnya parpol bagi kaum pergerakan. Bahkan tak sedikit yang berdiam diri terhadap buruknya sistem registrasi kepartaian yang sejak 1999.

    Sistem registrasi parpol yang diartikan sebagai perangkat aturan berikut tata laksana mulai dari pembentukan suatu parpol hingga parpol tersebut bisa ikut serta dalam pemilihan umum. Yang lazimtertuang dalam dua jenis legislasi: UU tentang parpol dan UU tentang elektoral/pemilu. Tata cara pembentukan parpol umumnya diatur dalam UU tentang parpol sedangkan tata cara maupun persyaratan suatu parpol untuk dapat ikut pemilu diatur dalam UU tentang pemilu.

    Berdasarkan sistem registrasi yang berlaku sekarang, sebuah parpol harus melalui 3 tahap yang rumit dan ketat sebelum dapat ikut pemilu: tahap pembentukan, pendaftaran sebagai badan hukum, dan pendaftaran sebagai peserta pemilu, dll.

    Karena itu, tak mengherankan bila parpol yang tidak memiliki dana besar hampir bisa dipastikan gagal memenuhi persyaratan tersebut dengan cara-cara yang normal.

    Ada beberapa alasan menarik untuk membandingkan sistem registrasi parpol kita dengan negara berkembang lainnya di Asia seperti India. Tidak hanya tingkat kerumitan penyelenggaraan pemilunya setara (jika India tidak lebih rumit), tetapi wilayah geografis yang luas, tingkat populasi yang tinggi beserta data demografis lainnya, termasuk keragaman budaya dan bahasa, juga mirip. Dan alasan penting lainnya adalah negara berpopulasi terbanyak kedua dunia itu juga menganut demokrasi dengan sistem multipartai.

    Nyatanya, sistem registrasi parpol India sangat berbeda dengan Indonesia. Di sana tidak ada UU Parpol yang mengatur tata cara pembentukan parpol. Karena itu, suatu organisasi yang menyatakan dirinya sebagai parpol dapat membentuk cabangnya sesuai kemampuannya, misalnya hanya di satu negara bagian saja. Begitu pula, tidak ada ketentuan jumlah cabang – apalagi ranting – partai di negara bagian tersebut.

    Pengalaman India ini menunjukkan bahwa banyaknya penduduk bukan alasan untuk membatasi atau menyederhanakan jumlah partai politik. Dengan jumlah penduduk 1,3 milyar orang – lima kali lipat dari Indonesia – negara ini mampu menyelenggarakan pemilu tanpa perlu memperketat persyaratan parpol yang berarti mengorbankan hak asasi untuk berserikat (right to association). Selain India, beberapa negara demokrasi yang matang di Eropa, setidaknya, negara-negara Eropa dan Amerika Utara yang tergabung dalam Conference on Security and Co-operation in Europe (CSCE) memiliki Dokumen Kopenhagen pada 1990 yang mensyaratkan negara anggotanya untuk “menghormati hak warga negaranya untuk memperoleh jabatan politik atau publik, baik secara sendiri-sendiri atau sebagai wakil dari partai atau organisasi politik, tanpa diskriminasi” (paragraf 7.5).

    Lebih tegas lagi, paragraf 7.6 menyatakan bahwa mereka “menghargai hak individu dan kelompok untuk membentuk, dengan kebebasan penuh, partai politik mereka sendiri dan memberikan jaminan hukum yang perlu bagi partai tersebut untuk memungkinkan mereka berkompetisi satu sama lain berdasarkan perlakuan yang setara di depan hukum dan oleh otoritas yang berwenang.”

    Di dalam Pedoman Regulasi Partai Politik yang menjadi implementasi dari Dokumen Kopenhagen tersebut ditegaskan bahwa partai politik adalah perkumpulan privat yang memainkan peran kritis sebagai aktor politik dalam domain publik. Karenanya, negara-negara tersebut berupaya menjaga keseimbangan antara regulasi negara terhadap parpol sebagai aktor politik, dan di sisi lain, penghormatan terhadap hak asasi mereka yang menjadi anggota partai tersebut sebagai warga privat, terutama hak berserikat (right to association) yang salah satunya mewujud dalam bentuk partai politik. Jika ada, legislasi tersebut tidak boleh mengganggu kebebasan berserikat tersebut.

    Tak mengherankan bila setidaknya ada empat negara di Eropa, yakni Belgia, Perancis, Luksemburg dan Malta, yang tidak memiliki UU tentang Parpol dan tidak memiliki syarat apapun bagi parpol terkait dengan pelaksanaan pemilu. Meskipun Belgia dan Perancis memilikinya, aturan tersebut hanya mengatur parpol saat sudah terbentuk, khususnya dibatasi hanya mengatur pendanaan partai oleh negara dan kontrol terhadap keuangannya.
    Dengan demikian, masyarakat di negara-negara tersebut dapat membentuk parpol kapanpun dirasa perlu dan ikut di dalam pemilu jika menginginkannya, tanpa ada campur tangan dari pemerintah.

    Di Inggris, sejak munculnya parpol pada abad ke-19 hingga tahun 1998 lalu, pemerintahnya memang tidak merasa perlu melakukan pendaftaran bagi mereka. Hal itu baru diubah sejak diundangkannya UU Pendaftaran Parpol. Meski demikian, seperti halnya di India, pendaftaran parpol tidak wajib. Parpol dapat mengkampanyekan calonnya di dalam pemilu tanpa perlu mendaftar ke Komisi Elektoral sama sekali.

    Kemunculan legislasi itu pun sebenarnya unik, yakni adanya preseden penggunaan nama partai baru yang mirip dengan partai yang sudah mapan di Inggris, yakni Literal Democrats, Conversative Party dan Labor Party yang mirip dengan Liberal Democrats, Conservative Party dan Labour Party. Oleh karena itu, UU Pendaftaran Parpol tersebut dibuat untuk mengatur nama partai yang digunakan dalam pemilu agar tidak ada yang merasa dirugikan.
    Pengalaman berbagai negara di Eropa dan India menunjukkan bahwa pengetatan persyaratan bagi parpol baru itu bukan saja melanggar hak asasi, yakni hak untuk berserikat (right to association), tetapi juga sama sekali tidak perlu. Perlindungan atas hak membentuk parpol terbukti dapat dilakukan oleh negara-negara demokratis tersebut dengan campur tangan yang minimal dari negara.

    Proses penyelenggaraan pemilu pun dapat diselenggarakan dengan relatif baik. Jadi, alasan kesulitan teknis dari penyelenggara pemilu tidak valid lagi dikemukakan, apalagi dengan mengorbankan hak asasi tersebut.
    Saat ini, yang justru dibutuhkan adalah munculnya kekuatan progresif baru di parlemen maupun pemerintahan, dimana pengaruh para petualang politik yang telah menjadi oligarki partai tersebut di atas minim terhadap parpol-parpol progresif itu.

    Sudah mendesak saatnya kita mendorong demokrasi substansial dimana kualitas partai politiknya beserta legislator dan pemimpin daerah yang menjadi kadernya jauh lebih dipentingkan untuk memperjuangkan kepentingan publik secara luas. Dan sudah saatnya pula publik tidak terus-menerus dininabobokan oleh wacana demokrasi prosedural berupa penyelenggaraan pemilu yang aman dan damai. Semoga.. (Juniardi)

  • Ini Daftar Pemda Yang Dananya Banyak Mengendap di Bank

    Ini Daftar Pemda Yang Dananya Banyak Mengendap di Bank

    Jakarta (SL) – Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan memastikan, dana simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) telah mencapai Rp 222,6 triliun per akhir Juni 2017. Besaran tersebut lebih tinggi Rp 7,9 triliun dari posisi simpanan pemda di perbankan pada periode yang sama tahun 2016 yang mencapai Rp 214,7 triliun.

    Dirjen Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan, provinsi yang paling tinggi dana simpanannya di perbankan adalah DKI Jakarta dengan nilai Rp 19,09 triliun.

    “Kabupaten yang memiliki simpanan perbankan terbesar hingga akhir Juni 2017, Kabupaten Badung, Bali sebesar Rp1,73 triliun,” kata Boediarso di Jakarta dikutip dari finance.detik.com , Senin (31/7).

    Sedangkan untuk kota yang memiliki dana simpanan di perbankan paling tinggi adalah Kota Surabaya, Jawa Timur dengan nilai Rp 2,30 triliun.

    Berikut daftar lima provinsi yang memiliki simpanan perbankan terbesar hingga akhir Juni 2017:
    1. Provinsi DKI Jakarta Rp 19,09 triliun
    2. Provinsi Jawa Barat Rp 7,94 triliun
    3. Provinsi Jawa Timur Rp 5,08 triliun
    4. Provinsi Jawa Tengah Rp 4,81 triliun, dan
    5. Provinsi Papua Rp 4,02 triliun

    Berikut daftar lima kabupaten yang memiliki simpanan perbankan terbesar hingga akhir Juni 2017:
    1. Kabupaten Badung, Bali Rp 1,73 triliun
    2. Kabupaten Malang, Jawa Timur Rp1,56 triliun
    3. Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Rp 1,44 triliun
    4. Kabupaten Nias, Sumatera Utara Rp 1,38 triliun, dan
    5. Kabupaten Tangerang, Banten Rp 1,37 triliun

    Berikut daftar lima kota yang memiliki simpanan perbankan terbesar hingga akhir Juni 2017:
    1. Kota Surabaya, Jawa Timur Rp 2,30 triliun
    2. Kota Cimahi, Jawa Barat Rp 1,84 triliun
    3. Kota Tangerang, Banten Rp 1,32 triliun
    4. Kota Magelang, Jawa Tengah Rp 1,18 triliun, dan
    5. Kota Medan, Sumatera Utara Rp 1,08 triliun

    Editor : Fersi

  • KPK Dan Polri Gelar Perkara Dugaan Korupsi Proyek Cetak Sawah

    KPK Dan Polri Gelar Perkara Dugaan Korupsi Proyek Cetak Sawah

    Jakarta (SL)-Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) bersama Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri melakukan gelar perkara kasus dugaan korupsi konstruksi cetak sawah, Kamis (10/8/2017).

    Kasus tersebut terjadi dalam kegiatan konstruksi cetak sawah yang dilaksanakan oleh Kementerian BUMN tahun 2012-2014 di Ketapang, Kalimantan Barat.

    Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, gelar perkara tersebut dalam rangka pengembangan kasus. “Penyidik Dit Tipidkor Bareskrim Polri melakukan gelar perkara bersama dengan Unit Kerja Koorsup Penindakan KPK dalam rangka pengembangan perkara kepada pihak lain yang dapat diminta pertanggungjawaban,” kata Febri.

    Pada kasus yang ditangani Bareskrim itu, sudah ada satu tersangka yakni mantan Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin. Berkas perkara Rosalina sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti berkas perkara dan dilakukan pelimpahan tahap II sejak 8 Agustus 2017.

    Febri mengatakan, koordinasi dan supervisi terkait kasus yang merugikan negara Rp67,9 miliar itu telah dilakukan KPK bersama Polri sejak 2016. “Kegiatan koordinasi dan supervisi ini dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Sinergi yang baik antar-penegak hukum diharapkan semakin memperkuat upaya pemberantasan korupsi ke depan,” ujar Febri.

    Dalam kasus ini, mantan pejabat BUMN itu diduga membuka tanah atau lahan untuk sawah dengan tidak melalui proses yang benar sehingga tanah yang diadakan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Atas perbuatannya, Rosalina diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 67.962.851.000.

    Saat proyek pengadaan lahan sawah, Rosalina menjabat sebagai Ketua Tim Kerja BUMN Peduli. Ia langsung bertanggung jawab kepada Menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan.

    Tim itu menerima dana dari sejumlah BUMN untuk pembukaan lahan sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat. Penyidik menemukan adanya kesalahan pada proses pengadaan sawah. Rosalina menetapkan lokasi sawah tanpa investigasi terhadap calon lahan itu.

    Hasilnya, lahan itu tidak sesuai dengan proyek yang telah direncanakan sejak awal. Proyek tersebut dikategorikan fiktif karena luas pembukaan lahan sawah jauh di bawah yang ditentukan dalam rencana proyek. Padahal, uang patungan dari sejumlah BUMN telah diberikan. (Juniardi/Nt/Kom)

  • Polda Metro Jaya Rekonstruksi Penangkapan Sabu Satu Ton

    Polda Metro Jaya Rekonstruksi Penangkapan Sabu Satu Ton

    Jakarta (SL)-Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya menggelar rekonstruksi kasus penyelundupan sabu seberat satu ton, di Anyer, Banten, Kamis, 10 Agustus 2017. Delapan tersangka ikut dibawa dalam rekonstruksi ini.

    “Untuk memperjelas peran orang per orang. Rekonstruksi ini kan mempertemukan dua kelompok, yakni kelompok laut dan kelompok darat,” ujar Kepala Subdirektorat 3 Narkoba Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Bambang Yudhantara saat dikonfirmasi.

    Delapan tersangka yang dibawa adalah lima orang anak buah Kapal Wander Lust  dan tiga penerima barang. Menurut Bambang, rekonstruksi akan fokus ke proses penerimaan sabu-sabu dari kapal karet ke penerima di eks Dermaga Hotel Mandalika, Anyer, Banten.  “Rencananya kami akan melaksanakan 26 adegan dalam rekonstruksi ini,” kata dia. Adegan yang dijalankan mulai dari proses survei hingga penyerahan barang haram itu. Karena para tersangka merupakan warga negara Taiwan, penerjemah dibawa dalam rekonstruksi ini.

    Sebelumnya, rekonstruksi kasus penyelundupan sabu 1 ton ini sudah dilaksanakan di Bandara Soekarno-Hatta. Selain di Bandara, proses rekonstruksi juga dilakukan di Perumahan Duta Garden, Cengkareng; dua hotel di kawasan Jakarta Barat, dan satu tempat penyewaan mobil di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    Pada 13 Juli 2017, Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok mengungkap kasus penyelundupan sabu-sabu seberat satu ton. Saat penggerebekan empat tersangka ditahan, namun satu di antaranya tewas tertembak setelah mencoba melawan. (Juniardi/Nt/Tm)

     

  • Hutang Pajak Pengusaha Reklame Bandarlampung Mencapai Rp1,8 Miliar

    Hutang Pajak Pengusaha Reklame Bandarlampung Mencapai Rp1,8 Miliar

    Bandarlampung (SL)-Para pengusaha reklame di Kota Bandar Lampung masih memiliki utang pajak tahun 2016 senilai Rp1,8 miliar lebih. Hal tersebut terungkap saat rapat kerja antara Komisi II DPRD Bandar Lampung dengan Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) setempat, Senin, (7/8) kemarin.

    Dalam rilisnya kepada wartawan, Sekretaris Komisi II DPRD Bandar Lampung Grafieldy Mamesah mengatakan, BP2RD yang diwakili oleh sekretarisnya Dedeh Ernawati Fauzi memaparkan kondisi terkini pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandar Lampung. Salah satu paparan yang cukup menarik adalah tunggakan pajak tahun 2016 dari sektor reklame yang sampai sekarang belum terbayarkan.

    “Pajak tahun 2016 yang belum dibayar dari reklame sebesar Rp1,8 miliar lebih. Sekarang sudah bulan Agustus 2017. Jika ini tidak dapat ditagih, maka dikhawatirkan akan terjadi akumulasi, semakin membesar dan semakin sulit ditagih. Maka kami dorong BP2RD untuk tidak kenal lelah menagih para pengusaha reklame yang masih mengemplang pajaknya pada 2016 lalu,” kata Grafieldy.

    Menurut Grafeildy, BP2RD sudah melakukan berbagai macam upaya untuk bisa menagih pajak tahun 2016 tersebut. BP2RD sudah memberi surat peringatan sampai memanggil pemilik reklame. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah orang yang datang memenuhi panggilan BP2RD bukan yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. “Akibatnya masalah ini tidak pernah selesai,” kata Grafieldy.

    Komisi II DPRD Kota Bandarlampung mencoba memberikan solusi dengan memanggil pemilik reklame untuk duduk bersama dengan BP2RD di DPRD. “Duduk bersama. Agar masing-masing pihak mengemukan permasalahannya sehingga bisa ditemukan solusi atau kesepakatan. Jadi BP2RD bisa mendapatkan target PAD-nya, pengusaha reklame juga bisa mengeluarkan unek-uneknya terkait usaha yang dijalaninya,” katanya.

    Selain masalah pajak, Komisi II mempertanyakan komitmen BP2RD untuk menggunakan teknologi sebagai sistem pembayaran pajak. Komisi II berharap penerapan E-billing untuk membayar pajak bisa segera diterapkan sehingga mempermudah wajib pajak menunaikan kewajibannya. “Dan efeknya tentu PAD Kota Bandar Lampung yang meningkat,” katanya. (juniardi/Nt/dj)