Kategori: Bandarlampung

  • DPRD Lampung Segera Respon Soal HGU SGC

    DPRD Lampung Segera Respon Soal HGU SGC

    Massa FLM didepan gedung DPRD Lampung

    Bandarlampung (SL)-DPRD Provinsi Lampung berjanji akan segera menindaklanjuti aspirasi dari Forum Lampung Menggugat (FLM) terkait kejelasan lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sugar Group Company (SGC) dan anak perusahaannya.

    “Kita sudah mendapat laporan berupa dokumen, laporan draf maupun laporan akhir dari teman-teman FLM maupun pansus sudah dapat. Nanti, kita akan merumuskan seperti apa tindaklanjut kedepannya, apakah nanti melalui pansus atau komisi I DPRD Lampung dan akan dirapatkan sesegera mungkin,” Kata Wakil Ketua II DPRD Provinsi Lampung, Pattimura, Rabu (8/11).

    Menurut Pattimura, DPRD juga akan menyampaikan ke publik terkait Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang terkesan setengah hati dalam memberikan dokumen dan data berkaitan dengan PT SGC ke tim pansus DPRD Tulangbawang. “Kenapa BPN  setengah hati, dari awal kita sudah minta mana peta digital, mana peta secara resmi, mana dokumen fotocopi HGU nya. Nanti ini yang akan kita tindaklanjuti,” kata Pattimura.

    Permasalahan HGU perusahaan SGC dan anak perusahaannya, kata Pattimura telah terasa oleh rakyat didepan mata. Karena berdasarkan laporan dari bawah permasalahan ini seperti situasi Negara didalam Negara.

    “Ini yang penting menjati sorotan kita. Seolah-olah kekuasannya tidak bisa tersentuh. Masa masyarakat mau ke kampunya sendiri harus menyerahkan KTP. Ya akan, terus  seluruh fasilitas pemerintah tidak bisa masuk kedalam kampong yang masuk dalam HGU milik SGC,” tegasnya.

    Oleh karena itu, pihaknya akan meninjau langsung situasi di titik terujung, baik di kecamatan Dante Teladas dan Gedung Meneng yang sampai saat ini masyarakatnya menjerit oleh perusahaan tebu tersebut. Karena, mereka hadir di tanah itu jauh sebelum adanya perusahaan yang baru hadir di era tahun 1990 an tapi tahu-tahu tanah masyarakat sudah masuk dalam daftar HGU PT SGC.

    “Nah inikan ada ketidak adilan disini, seperti belum merdeka. Tidak boleh ada orang seolah-olah bisa mengatur Lampung ini dengan uang. Seperti kita tidak punya tuhan lagi karena takut sama orang yang punya uang. Ini tidak boleh dan harus ada yang berani menyuarakan ini.  Ini penjahahan model baru dalam pandangan kita,” katanya. (fs/nt/jun)

  • BK Proses Kasus Laporan Wartawan Soal “Jengkol” Rp1 Miliar

    BK Proses Kasus Laporan Wartawan Soal “Jengkol” Rp1 Miliar

    Pertemuan ketua BK dengan wartawan

    Bandarlampung (SL)-Badan Kehormatan DPRD Kota Bandarlampung melakukan proses atas laporan Serikat Jurnalis Dewan Kota (SJDK) Bandarlampung, yang melaporkan oknum ketua Fraksi Parti Golkar, Yuhadi, terkait pernyataan, harga jengkol dewan Rp1 Miliar, dan sebagai preman, lalu “tantang” duel wartawan, saat sidak kasus retak bangunan playover, depan MBK, Bandarlampung.

    BK mengundang dan melakukan klarifikasi kepada para wartawan yang tergabung di SJDK Bandarlampung, Rabu (8/11) pukul 10.00, meski sempat molor dua jam, pertemuan akhirnya berlangsung di ruang rapat Ketua DPRD Kota Bandarlampung.

    Pertemuan dipimpin Ketua BK DPRD Kota Bandarlampung Agus Manarif, didampingi anggota Dedi Yuginta (PDIP), Edison Hadjar (PAN), dihadiri puluhan wartawan, didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi, dan Kordinator Bidan Online Zaini Tubara Tuan Bandarsyah.

    Dalam pertemuan itu Ketua BK atas nama pimpinan dan anggota DPRD Kota Bandarlampung, menyampaikan permohonan maaf atas ucapan, prilaku dan sikap salah satu anggota DPRD Bandarlampung, atas keteledoran dan terkesan arogan terhadap wartawan.

    “Atas nama lembaga, sebelum yang bersangkutan menyampaikan maaf, kami mohon maaf atas keteledoran dank e-aroganan salah satu anggota kami kepada wartawan. Kami melakukan klarifikasi ini kepada wartawan, karena merespon laporan temen temen wartawan, yang selama ini adalah mitra kami,” kata Agus Man Arif.

    Menurut Agus, pihaknya akan melakukan proses sesuai mekanisme yang ada di BK DPRD Kota Bandarlampung. “Kami legislative punya tiga fungsi, pengawasan, bujeting, dan legislasi. Sama dengan wartawan yang melakukan control sosial. Kami melihat selama ini wartawan sudah benar melakukan tugas tugas jurnalistiknya,” katanya.

    Menurut Agus, anggota DPRD Kota Bandarlampung, tidak juga digeneralkan seperti ungkapan Rp1 miliar itu. “Setelah ini kita juga akan melakukan klarifikasi, terhadap Yuhadi, anggota dewan yang dilaporkan temen temen wartawan. Meski secara person kita sudah teleponan. Selajuntkan kita sampaikan pada pimpinan dewan, dengan formula rumusan BK,” katanya.

    Agus berharap persoalan itu tidak berlarut larut, karena sudah viral, dan menjadi meme di medsos, soal jengkol, preman, dan ajak duel wartawan itu. “Jangan sampai persoalan ini terus menjadi meme. Saya gaptek, tapi anak saya tunjukan kiriman logo dewan dibandingkan dengan jengkol nilai Rp1 miliar,” katanya, disambut tawa seisi ruangan.

    foto bersama usai pertemuan

    Dalam pertemuan itu, Septa H Palga (lampungcenter.com), Lamsihar Sinaga (poroslampung), Roni (Rakyatlampung), Eka (lampungpost), dan Romi (Tribunlampung), mengungkapkan fakta fakta, yang terjadi saat pertama masuk rumah makan Bumbu Desa, tak jauh dari lokasi bangunan Flayover, Jalan Teuku Umur, Kedaton, Bandarlampung.

    “Kami melaporkan oknum anggota Komisi III DPRD Bandar Lampung Yuhadi ke Badan Kehormatan legislatif bukan untuk menyudutkan, tapi sebagai pesan tidak terjadi lagi dengan teman teman yang lain. Kami ini saying dengan beliau,” kata Septa yang didaulat menjadi Koordinator Serikat Jurnalis DPRD Kota itu.

    Dalam laporan itu, Serikat Jurnalis DPRD Bandar Lampung menuntut Ketua DPD II Partai Golkar Bandar Lampung ini untuk membuat pernyataan maaf secara resmi dan tertulis yang dipublikasi di media cetak dan online di Lampung. Sebab, menurutnya, pernyataan yang dilontarkan Yuhadi yang mengaku preman dan siap berkelahi terkesan melecehkan dan mengintimidasi awak pers dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.

    Lamsihar menambahkan, soal pernyataan harga jengkol DPRD yang diperolehnya senilai Rp1 miliar itu diucapkan dihadapan banyak wartawan, anggota Dewan terutama anggota Komisi III, Dinas PU Kota, dan pengembang proyek yang ada disana.

    “Saya ini mantan kontrakor, berantem juga mau, saya ini juga preman, mahal saya dapat jengkol ini habis Rp1 miliar, itu diucapan dengan nada tinggi. Ada temen temen yang ditunjuk. Rasa kami ingin langsung pulang waktu itu. Datang liputan diajak makan bukan untuk dimarah marah,” katanya, menirukan ucapan Yuhadi, diamine Roni, Romi, dan Elka, serta puluhan wartawan lainnya.

    Sebelumnya, Koordinator YLBHI-LBH Bandar Lampung Kodri Ubaidillah juga menyayangkan pernyataan yang diucapkan seorang wakil rakyat kepada jurnalis. Bahkan Yuhadi sempat dihubungi salah satu wartawan mempertanyakan kesalahan dari pernyataannya yang menyinggung wartawan. Yuhadi meminta pernyataannya itu tidak dibesar-besarkan. “Memang ada buktinya soal ucapan menantang wartawan, kalau jengkol Rp1 miliar iya. Tolonglah jangan dibesar-besarkan. Saya mau yasinin 40 hari 40 malam kalau masih (berlanjut). Kita lihat nanti hasilnya,” ujar dia. (ryn/nt/jun)

  • Oknum Bagian Perundang Undang DPRD Lampung Diduga ‘Sunat’ Dana Adventorial

    Oknum Bagian Perundang Undang DPRD Lampung Diduga ‘Sunat’ Dana Adventorial

    Gedung DPRD Lampung

    Bandarlampung (SL)-Oknum Pejabat Bagian Perundang Undangan DPRD Provinsi Lampung, diduga melakukan pungli uang kerjasama adventotial surat kabar konvensional harian dan mingguan yang terlibat MOU. Pemotongan menggunakan istilah 40-60 dari nilai, dan masih dipotong pajak, serta potongan uang untuk staf.

    Informasi yang dihimpun sinarlampung.com menyebutkan, dari puluhan media konvensional yang melakukan MOU, ada kewajiban setiap media cetak harian dan mingguan, yang terikat MOU dengan Bagian Perundang Undangan DPRD Provinsi Lampung wajib menayangkan adventorial kegiatan DPRD Lampung, dengan nilai Rp12 juta untuk dua kali penayangan adventorial potong pajak.

    Dari nilai Rp12 juta dipotong pajak 11 persen, lalu sisa dari nilai itu itu, 60 persen adalah milik bagian perundang undangan, dan 40 persen milik penerbit adventorial. “Perjanjian lisan, tidak tertulis. SPJ ya Rp12 juta. Dari dua adventorial itu, kami terima Rp5,2 juta. Tapi saya terima Rp5 juta, katanya Rp200 buat staf. Tadinya mau dipotong Rp700 ribu, saya complain,” kata Nyla, wartawan lampungekpresplus.

    Nyla membenarkan, ada MOU koran Harian dan Mingguan se Lampung yang MOU dengan bagian perundang undangan DPRD Lampung. “Dari pola 40-60 itu masih juga dipotong. Pajak kita yang bayar. Potongan bervariatif, ada Rp200, ada juga yang Rp1 juta, mereka yang malas rebut terima aja,” kata Nyla.

    Hal yang sama diakui, Nasir, Pimpred koran Minggu Lampungstreetnews, yang hanya menerima satu kali tayangan adventorial, dengan nilai Rp2 juta. “Saya dapat satu kali tayang, yang dikasi Cuma Rp2. Tapi SPJ Rp5 juta. Yah dari pada gak ada,” kata Nasir, pasrah.

    Informasi lainya, Isdi,  dari Koran Satelit Lampung yang hanya terima Rp4 juta, untuk dua kali tayangan adventorial itu. Termasuk Bongbong, dari harian Kupas Tuntas yang hanya terima Rp5 juta. Heris dari bandarlampungnews, bahkan hanya terima Rp4,5  juta.

    Protes yang sama juga diungkapkan Arta, salah seorang wartawan koran harian lokal, saat diwawancarai awak mediadi Gedung Balai Keratun. Dia mengurus SPJ Rp6 juta, tapi hanya diberi Rp2,5 juta. “Saya dapat iklan yang awalnya dua bahan malah dikasih satu bahan, dengan nilai SPJ Rp6 juta. Waktu pembayaran saya kaget, kok cuma dikasih Rp2,5 juta,” kata Arta.

    Artha mengaku sempat mempertanyakan pemotongan tersebut kepada Fedro, Kasubag Perundang-undangan Sekretariat DPRD Lampung. “Dia bilang memang seperti ini dan semua media sama,” kata Artha.

    Menurut Artha, Fedro yang mengaku saudara dari Wakil Ketua DPRD Lampung Imer Darius itu juga meminta media cetak yang kerja sama publikasi dengan bagian perundang-undangan memberi fee Rp200 ribu pada staf perundang-undangan. “Mau dapat berapa lagi saya, sudah terima cuma Rp2,5 mau dipotong juga sama staf. Sebelum Pak Fedro menjabat, saya dapat iklan enggak segini nerimanya,” keluh Arta.

    Arta mengaku sudah mengungkapkan keberatanya kepada Fedro yang baru menjabat sebulan belakangan. “Tapi dia berdalih sedang pusing karena mengurus mobilnya yang mengalami kecelakaan,” kata Arta.

    Tak hanya Arta, salah satu wartawan dari media harian lokal lainnya juga mengeluhkan hal serupa.  “Saya dapat dua bahan iklan dengan nilai SPJ Rp12 juta tapi hanya terima tak genap R juta. Alasannya anggaran sisa akhir tahun,” kata si wartawan.

    Sementara Kabag Perundang Undangan DPRD Lampung, Yudi, yang diminta tanggapannya soal itu enggan berkoemntar. Dihubungi via whatshapp, di no 0812796XXXX, Yudi tidak membalas. (why/nt/jun)

  • Akibat Hujan, Rigit Beton Jalan Pramuka Bak Sungai, Rumah Warga Tergenang

    Akibat Hujan, Rigit Beton Jalan Pramuka Bak Sungai, Rumah Warga Tergenang

    Bandarlampung (SL)- Hujan deras mengguyur Kota Bandarlampung, Rabu (8/11) sekitar pukul 14.00 Wib, mengakibatkan genang dibeberbagai jalan utama, dan pemukiman warga di Bandarlampung. Terparah di jalan Parmuka, lokasi proyek rigit jalan beton. Air menggenang bak sungai, dan meluap menggenari pemukiman warga yang lebih rendah dari jalan.

    Warga sepanjang Jalan Kelurahan Rajabasa Nunyai, Kecamatan Rajabasa, Bandarlampung, mengeluhkan genangan air di badan jalan proyek rigid beton yang baru rampung dikerjakan beberapa waktu lalu, karena menyebabkan rumah mereka tergenang setingga 25 cm.

    Nia (37), warga Jalan Pramuka, harus dibuat panik, karena rumahnya mengalami kebanjiran. Banyak prabotan rumahnya yang harus basah, dan rumah kotor. “Ini gara gara banguan rigit beton, yang disiapkan saluran. Harusnya itu diperhatikan. Idealnyakan dibangun proyek rigid beton itu dapat meminimalisir dampak banjir, tapi ini malah rumah saya kebanjiran, selama ini banjir biasanya dijalan, tidak masuk rumah,” katanya, yang tinggal di tepi jalan Parmuka, depan Kwarda Lampung.

    Nia, menyayangkan pembangunan jalan rigid beton itu justru tidak memberikan solusi.Pasalnya, dengan diperbaikinya jalan tersebut membuat badan jalan bertambah tinggi,sementara di sisi badan jalan hanya dibuatkan lubang untuk aliran air. “Ini entah rekanannya yang tidak mengerti atau memang rencana pembuatan jalannya oleh dinas yang amburadul. Lihat saja rumah saya ini, sejak dibangun rigit beton itu, selalu kemasukan air dan ini untuk kesekian kalinya,” katanya kesal.

    Pengamatan di Jalan Pramuka, limpasan air dari badan jalan sepanjang Jalan Pramuka itu, beberapa rumah digenangi air, meski tidak terlalu tinggi. “Mulai dari paviliun samping sampai ke belakang rumah dan dua kamar harus saya bersihkan,” kata Nia.

    Nia juga mengkritik Pemerintah termasuk rekanan yang mengerjakan proyek jalan riris beton di Jalan Pramuka. Karena dia menilai perencanaan pengerjaan jalan itu seharusnya dipikirkan implikasinya. “Bukan sekedar membangun atau memperbaiki,tetapi juga dampak pembangunan jalan itu harus diantisipasi,” katanya. (Elk/nt/jun)

     

  • Massa FLM Demo Soal SGC Ke DPRD Lampung

    Massa FLM Demo Soal SGC Ke DPRD Lampung

    massa didepan Gedung DPRD Lampung

    Bandarlampung (SL)- Ratusan masyarakat,  bersama OKP,  LSM dan Mahasiswa se-Lampung yang tergabung dalam Front Lampug Menggugat (FLM) menggelar aksi didepan kantor DPRD Provinsi Lampung, Rabu (8-11-2017).

    Mereka menyoal dugaan pelanggaran HGU oleh perusahaan industry gula, Sugar Group Company. FLM meminta DPRD provinsi Lampung mencabut HGU SGC, dan mengusir SGC, karena dianggap merugikan masyarakat Lampung.

    Ketua DPD Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Provinsi Lampung Edwinata dalam orasinya mengatakan agar DPRD Provinsi Lampung segera mengukur ulang HGU yang dilakukan oleh SGC.  “Tidah hanya itu, SGC juga selalu menganggu politik di Lampung untuk mengamankan kepentingannya. Mari kita usir koorporasi yang selama ini telah menghantui dan menjajah masyarakat Lampung,” Lantang Edwin.

    Wendi yang mewakili OKP Gapensa Tulang Bawang yang hari ini bergabung dalam FLM juga menuntut kebijakan DPRD untuk segera mencabut HGU SGC karena disinyalir telah menyengsarakan masyarakat. “Kami menuntut agar tanah masyarakat diganti 100% dan ganti rugi seluruhnya sejak SGC mencaplok tanah rakyat, kita juga akan gugat SGC sampai pengadilan,” katanya.

    Sementara Koordum FLM Aprino, meminta perwakilan DPRD Provinsi Lampung untuk keluar dan menanggapi persoalan SGC yang selama ini diam. DPRD Provinsi Lampung diminta untuk tidak tidur menyikapi persoalan tersebut.

    Husni Mubarok yang mewakili HMI Cabang Bandar Lampung menyampaikan bahwa masyarakat Lampung ingin sama harkat maartabatnya dengan Provinsi lain, agar Lampung bisa terus maju dan sejahtera.  “DPRD yang sebagai badan pengawasan mengapa diam dan tidak ada tindakan seolah tidur. Tanah Lampung ini warisan nenek moyang kita, hak kita bukan hak SGC.” Tegas Husni yang juga dikenal sebagai Ketua LCW tersebut.

    Meskipun Hujan tidak menyurutkan semangat FLM menyuarakan aspirasinya, sampai perwakilan FLM diminta masuk untuk menyampaikan persoalannya dihadapan anggota DPRD Provinsi Lampung dan pansus SGC.

    “Kalau SGC ini perusahan besar artinya Lampung ini tidak akan miskin, jika perusahaan tersebut tertib pajak. Dalam hal ini kita minta ada proses transparansi, audit dari awal, baik itu dalam soal pajak dan yang lainnya,” lanjut Aprino

    Aprino juga meminta, baik itu pansus ataupun angota tertinggi DPRD Provinsi Lampung untuk turun Langsung bersama masyarakat agar masyarakat tenang dan diberi kejelasan atas persoalan tersebut.

    Sudirman, mengaku perwakilan dari desa Dente kecamatan Gedung Meneng Tulang Bawang menyampaikan meminta kejelasan dalam menyikap SGC.   “Kami merasa terhempit oleh SGC karena lahan kami sudah diklaim menjadi HGU SGC. Apa yang di sepakati dulu saat SGC membuka perusahaan gula yang menjamin akan menyerap tenaga kerja lokal untuk di berdayakan semuanya kini bertolak belakang,  justru saat ini merasakan kesengsaraan dampak dari SGC,” katanya

    Hadir pula dalam pertemuan itu Pansus SGC yang diketuai Novi Marsani dari fraksi Gerindra DPRD Tulang Bawang. Dalam penyampain hasil investigasi yang selama ini dijalani, ada beberapa ganjalan-ganjalan,  meskipun demikian pansus SGC akan tetap minindak lanjuti dan akan terus perjuangkan hak hak masyarakat.

    “Berdasarkan investigasi pansus yang telah kami lakukan selama ini, kami menemukan bahwa SGC telah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Tulang Bawang, SGC telah meng HGU kan Kampung yang berdiri sebelum perusahaan. Sampai pada hari ini kita konsultasi bersama DPRD Provinsi Lampung untuk memperjelas persoalan tersebut dan mencari langkah-langkah yang Pro terhadap masyarakat,” terangnya.

    “Meskipun kami tim pansus SGC tinggal empat orang, tapi semangat kami tidak akan mundur untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Dari tujuh fraksi yang tergabung dalam pansus SGC skrang tinggal tiga, itu juga yang menjadi tanda tanya kami ada apa sampai teman-teman yang lain keluar dari pansus,” tambahnya.

    Ditempat yang sama, Imer Darius selaku salah satu pimpinan tertinggi DPRD Provinsi Lampung menyampaikan bahwa DPRD Provinsi Lampung tentu akan menerima masukan dan bahan yang deberikan baik secara lisan maupun tertulis untuk di kaji lebih lanjut guna menecahkan persoalan tersebut.

    Wakil Ketua IV, Johan Sulaiman menambahkan bahwa apa yang sudah dilakukan oleh pansus SGC perjuangannya sngat luar biasa dan patut di Apresiasi. “Kita akan kroscek data yang diberikan. Harapan kami selaku DPRD adalah tuntutan FLM agar terealisasi. Kami bersama masyaarakat dan pansus akan trus menindak lanjuti persoalan itu,” tandasnya.

    Hermawan, selaku koordinator presidium Front Lampung Menggugat (FLM) mengatakan, “kita sudah sama-sama melihat apa yang sudah terjadi dan dilakukan oleh SGC. Maka dari itu, kami meminta dengan hormat DPRD dapat segera memenuhi tuntan kami yakni,

    Lakukan Penelitian Ulang terhadap seluruh berkas laporan operasional SGC, Lakukan pengukuran ulang luas lahan HGU P.T. GPA dan HGU anak perusahaan SGC lainnya, Lakukan perhitungan ulang besarnya seluruh pajak yang dibayar SGC. Hentikan campur tangan pendanaan SGC pada setiap kegiatan politik, termasuk

    “Pilkada di seluruh Provinsi Lampung dan bila point 1 hingga 4 tidak diindahkan, usir segera SGC dari bumi Sang Bumi Rua Jurai, karena tidak ada manfaatnya bagi masyarakat Lampung, malah menimbulkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan serta merusak sistem Demokrasi di Provinsi Lampung,” pungkas Ketua DPW APSI Lampung itu,” kata Hermawan.

    Dalam kesempatan yang sama, Patimura yang juga sebagai salah satu pimpinan tertinggi DPRD Provinsi Lampung, mengajak teman-teman dari seluruh elemen masyarakat, OKP, LSM dan Mahasiswa untuk terus berjuang melawan penjajahan model baru yang dilakukan SGC. “Untuk data yang telah di serahkan smoga bisa menjadi bahan kajian kita smua mendapatkan titik teran,” katanya.

    Dalam selebaran FKL menyebutkan Provinsi Lampung menempati top ranking dalam kasus konflik pertanahan di Indonesia dan tidak pernah terselesaikan hingga kini, seperti Api Dalam Sekam. Hampir tak ada niat para pemangku kekuasaan yang dipercaya oleh Rakyat untuk menyelesaikannya. Selingkuh antara Penguasa dan Pengusaha tampak jelas dimata Rakyat.

    Konflik terjadi karena adanya Tanah Milik Rakyat, Hak Ulayat, dan Kawasan Konservasi yang diserobot, dirampok oleh perusahaan-perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU). Padahal kepemilikan tanah oleh rakyat, Hak Ulayat dan kawasan konservasi dilindungi oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, ataupun berupa Peraturan Menteri.

    Lampung, pada wilayah kawasan HGU yang kini dikuasai Sugar Group Companies (SGC), sebelumnya dikuasai Salim Group, sejak awal terjadi pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Tanah Warga, Tanah Hak Ulayat, dan Kawasan Konservasi dimasukkan kedalam HGU, dirampas secara sewenang-wenang.

    SGC, melalui perusahan-perusahaan pemegang HGU: P.T.SIL, P.T. ILP, P.T. GPA,P.T. GPM, PT BSSS dan PT.ILD, melakukan penyerobotan terhadap tanah warga, hak ulayat, wilayah konservasi di Kabupaten Tulangbawang dan Kabupaten Lampung Tengah. (nt/jn)

  • Sekelompok Pria Bertopeng “Ridho-Shinta” Muncul di Kampus dan Perempatan Jalan Bagikan Selebaran Gelap

    Sekelompok Pria Bertopeng “Ridho-Shinta” Muncul di Kampus dan Perempatan Jalan Bagikan Selebaran Gelap

    pria bertopeng Shinta bagikan selebaran di kampus kampus

    Bandarlampung (SL)-Pada Rabu (8/11/17) siang, warga Bandarlampung dihebohkan oleh muncul sekelompok anak muda yang mengenakan topeng bergambar wajah seorang perempuan cantik bertuliskan Sinta Melyati. Mereka mengedarkan selebaran berjudul: “Skandal Berdosa Ridho Ficardo dan Sinta Melyati”.

    Sejumlah anak muda yang diperkirakan para mahasiswa dan mahasiswi itu, tiba-tiba muncul di sejumlah tempat strategis di Bandarlampung dalam waktu yang hampir bersamaan, sekitar pukul 13.00 WIB. Secara berkelompok, mereka mendatangi sejumlah kampus-kampus besar di Bandarlampung.

    Mereka menyebar di Universitas Lampung (Unila) di Gedongmeneng, Universitas Teknokra Indonesia, Universitas Bandar Lampung, dan Kampus Dharmajaya, di Jalan Pagar Alam, Kampus Universitas Negeri Islam Raden Intan Sukarame, dan Universitas Tulangbawang di Jalan Gajah Mada.

    Para pemuda bertopeng wanita itu juga muncul di sejumlah tempat strategis lainnya di Bandarlampung. Seperti di Bundaran Tugu Raden Intan, Hajimena; perempatan lampu merah Wayhalim; Lapangan Waydadi, Sukarame, dan sejumlah tempat lainnya.

    Menyebar di jalan

    Para pemuda bertopeng wanita itu kemudian menemui warga maupun mahasiswa yang di lokasi lalu membagikan selebaran yang tertulis dalam kertas putih. Beberapa waktu kemudian, para pemuda dan pemudi itu lalu pergi meninggalkan lokasi.

    Munculnya para pemuda bertopeng Sinta Melyati, menarik perhatian warga yang menyambut dan menerima selebaran berisi tulisan tentang perjalanan kisah skandal Ridho Ficardo dan Sinta Melyati. Dalam selebaran itu disebutkan tentang kronologis kisah awal pertemuan Ridho dan Shinta di Lapangan Tembak Marinir Piabung, Pesawaran. (nt/red)

     

     

  • Mark-Up Ganti Rugi JTTS Diduga Melibatkan Panitia Dan Kepala BPN Lampung

    Mark-Up Ganti Rugi JTTS Diduga Melibatkan Panitia Dan Kepala BPN Lampung

    Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung, Sarkim

    Bandarlampung – Kepala BPN Provinsi Lampung diduga kuat melakukan mark up jumlah warga penerima dana ganti rugi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Pasalnya, dalam laporan surat bernomor 25/10-18/P2T/V/2017, tanggal 31 Mei 2017 ditandatangani Kepala Kantor BPN Provinsi Lampung, Sarkim, SH.,MM kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta menyebutkan ganti rugi tanah di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar seluas 498.634 haktar.

    Kepala BPN Provinsi Lampung melaporkan jumlah warga penerima dana ganti rugi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 337 orang. Padahal, berdasarkan daftar bidang tanah yang terkena jalur Tol di Desa Tanjungsari sebanyak 267 orang, sehingga terdapat kelebihan sebanyak 70 orang.

    Suroyo, warga setempat mengatakan dengan mark up nya laporan yang dibuat Kepala BPN Provinsi Lampung ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta semain terkuak dugaan mainan yang dilakukan oknum panitia JTTS. “Bagaimana data penerima ganti rugi mau valid, kalau jumlah warga yang menerima saja selisih. Sampai kapanpun tidak akan valid. Ini menjadi salah satu penyebab proses ganti rugi menjadi terhambat. Jadi yang menghambat bukan warga,” tegas Suroyo, belum lama ini.

    Untuk itulah dia meminta kepada Tim Panitia agar mengumpulkan warga yang terkena dampat pembangunan Jalan Tol. “Kami minta panitia JTTS disaksikan Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo mengumpulkan warga dan diabsen satu persatu. Jadi sebanyak 70 warga, sebagaimana laporan Kepala BPN Lampung akan ketahuan siapa orangnya,” katanya Suroyo, ditulis harianpilar.com.

    ilustrasi, salah satu bagian JTTS Lampung yang sudah dikerjakan. Lahan JTTS melakukan ganti rugi

    Semantara warga lainnya, Jarwo mengatakan dengan adanya kelebihan warga penerima dana tanam bumbuh dan bangunan JTTS di Desa Tanjungsari menunjukkan lemahnya managemen panitia. “Ini menunjukkan lemah dan carut marutnya menageman panitia JTTS,” katanya.

    Ketua Badan Peneliti Aset Negara Aliansi Indonesia Provinsi Lampung, Mistorani, meminta kepada panitia JTTS untuk menunjukan 70 warga sebagaimana laporan Kepala BPN Lampung ke  Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta. “Ini menunjukan adanya dugaan mainan panitia JTTS,” tegas dia.

    Lebih lanjut Mistorani mengungkapkan kalau setiap warga memiliki lahan seluas 10.000 meter atau 1 hektar dikalikan 70 warga, sebanyak 700.000 meter. “Nah, berapa dana yang hilang,” tukasnya.

    Untuk mengungkap borok panitia JTTS, pihaknya berkoordinasi dengan Nawacita di Jakarta. “Setiap saat kami selalu berkoordinasi dengan Nawacita di Jakarta,” kata Mistorani, Selasa (7/11/2017).

    Rencananya, dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan permasalahan tersebut ke Polda Lampung. Ganti rugi tanah pembangunan JTTS diduga kuat sarat mainan. Hal itu terlihat mulai dari banyaknya lahan yang mendapat dua nilai ganti rugi, hingga tidak di berikannya rincian ganti rugi kepada masyarakat.

    Mistorani mencontohkan, warga bernama Slamet Saputra hanya memiliki satu lahan. Namun, mendapat dua nilai ganti rugi yakni dengan kode 8.95/9 dengan dana ganti rugi sebesar Rp107.082.131 dan dengan kode 2207 sebesar Rp423.391.792.238. “Padahal Slamet Saputra hanya memiliki satu bidang rumah yang berdiri diatas tanah pekarangan miliknya. Anehnya, warga disuruh membuat pernyataan diatas kertas bermaterai 6000 oleh Kepala Dusun 6 Reformasi Desa Tanjung Sari, Lasiman,” terangnya.

    Surat pernyataan Slamet Saputra tertanggal 29 April 2017 itu menyatakan bahawa dirinya hanya memiliki satu rumah. Padahal, dalam lembar nominative milik Slamet Saputra terdapat dua besaran angka ganti rugi yang nilainya berbeda-beda itu.

    Hal serupa juga di alami warga lainnya yakni  Martini yang memperoleh dua nilai ganti rugi yakni dengan dengan kode 173/26/30 sebesar Rp120.319.229 dan kode 128/217/29 dan angka yang berbeda sebesar Rp69.954.000. Padahal Martini hanya memiliki satu rumah,”Namun dua disuruh membuat pernyataan dua kali, pada tanggal 1 Mei 2017 dan tangggal 29 April 2017.

    Semua isi surat pernyataan sama, agar warga mengaku memiliki satu rumah, padahal pada angka nominative tertulis dua nilai yang besarnya berbeda-beda. Ini luar biasa memang,” kata Mistorani.

    Kemudian, Ngaliman mempunyai tanah ladang seluas 5.000 meter, Robangi mengaku membuatkan surat tanah sporadic seluas 27.665 meter atas perintah oknum penitia JTTS. “Saya membuat surat sporadic tanah milik Ngaliman seluas 5.000 meter menjadi 27.665 meter atas perintah oknum penitia JTTS. Saya punya bukti kopelan kertas kecil dari panitia JTTS ko,” tegasnya, melalui telepon selulernya, Jumat (3/11/2017).

    Surat bernomor 033/017/VII.0I.08/IV/2017, tanggal 5 April 2017 ditandatangai Kepala Desa Tanjungsari Robangi, S.Ag. Sehingga, Ngaliman mendapatkan dana ganti rugi sebesar Rp3.156.172.395 miliar, rinciannya; tanah Rp2.765.500.000, bangunan Rp2.689.987, tanaman Rp326,000, Masa Tunggu Rp221.563.000, B. Transisi Rp166.091.399. Padahal, tanah milik Ngaliman sudah dibeli Hi. A. Suyatni, warga Desa Rukti Endah, Kecamatan Seputih Rahman, Lampung Tengah seluas 3.600 meter atau sembilan rantai, sehigga tanah Ngaliman hanya tersisa hanya 1.400 meter. Kepala Kantor BPN Provinsi Lampung, Sarkim, SH.,MM sampai berita ini diturunkan belum berhasil dikonrmasi. (mrd/hpr/nt/jun)

     

    sumber : harianpilar.com

  • Diduga Penuh “Skandal” Tender Proyek Gedung FK Unila Dibatalkan

    Diduga Penuh “Skandal” Tender Proyek Gedung FK Unila Dibatalkan

    ilustrasi FK Unila

    Bandar Lampung (SL)-Gedung Fakultas Kedokteran yang direncanakan dibangun pada tahun 2017 ini, batal. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang melaksanakan proses pengadaan membatalkan pelelangan. Keputusan Pokja ULP tersebut memperkuat kecurigaan berbagai pihak, dan dugaan rekayasa proses pelelangan. Tender ulang, tidak memungkinkan, dipastikan tertunda hingga 2018 mendatang.

    Penyusuran wartawan, seperti dilangsir bongkarpost.com, menyebutkan pada proses pengadaan untuk paket pekerjaan pembangunan Gedung Fakultas Kedokteran Unila Tahap I, ditemukan dua perusahaan dengan kualifikasi non kecil yang ikut memasukan dokumen penawaran, yaitu PT CLP dan PT TJK. Namun, hanya ada satu perusahaan yang memenuhi syarat dengan kualifikasi usaha kecil, yakni CV FAM.

    Apabila perusahaan non kecil ini diloloskan untuk mengikuti pelelangan, selain menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan, juga menutup hak kesempatan bagi perusahaan kecil untuk dapat ditetapkan sebagai pemenang, mengingat kemampuan dasar (KD) dan sisa kemampuan paket (SKP) yang dimiliki nilainya lebih kecil dibanding dengan perusahaan non kecil sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 Perpres Nomor 70 tahun 2012.

    Logika sederhana, mestinya perusahaan CV FAM dapat ditetapkan sebagai pemenang lelang. Namun pihak ULP lebih memilih untuk menggagalkan pelelangan tanpa alasan yang jelas, tidak mempertimbangkan bangunan gedung kuliah Fakultas Kedokteran yang sangat dibutuhkan.

    Dugaan adanya rekayasa dan KKN semakin menguat setelah pengumuman pelelangan untuk paket tersebut dihapus dari tayangan website LPSE Unila. Padahal pihak Pokja ULP rajin menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Perpres 70 tahun 2012.

    Tejo Utoyo, S.Kom selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dihubungi melalu telepon selulernya, Kamis (2/11) enggan memberikan penjelasan. Tejo beralasan, tengah menyiapkan tim advokasi dan pengawas internal untuk memberikan keterangan. “Maaf ya pak, saya masih diluar, saya juga lagi menunggu pihak humas yang akan menyiapkan tim advokasi dan pengawas internal yang akan memberikan klarifikasi terkait pemberitaan ini,” katanya.

    Koordinator KPKAD (Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah), Gindha Ansori menyayangkan adanya oknum pejabat Universitas Lampung (Unila) yang ‘bermain’ dengan anggaran pemerintah untuk membangun dunia pendidikan di Lampung agar lebih berkualitas.

    Dikatakan Ansori, proses tender yang tidak sehat dan berbau KKN, jelas akan menciderai citra Unila sebagai Perguruan Tinggi (PT) yang sejatinya mengajarkan nilai – nilai kebaikan dan positif kepada mahasiswa/i – nya yang akan terjun ke masyarakat selepas diwisuda.

    Lebih lanjut dikatakan Ansori, bahwa Persekongkolan Tender pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur di Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22, dimana Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

    Pasal 23 “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.

    Pasal 24 “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan”.

    Sementara, sanksi terkait Persekongkolan Tender dikenakan Pidana Pokok Pasal 48 Ayat (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 undang-undang ini diancam pidana denda serendah – rendahnya Rp5 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.

    Selanjutnya, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran Pasal 22 dan dikenakan sanksi Pasal 48 dikenakan pidana tambahan sebagaimana ketentuan Bagian Ketiga Pidana Tambahan Pasal 49 dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

    “Sebagai sebuah Perguruan Tinggi (PT) ternyata Universitas Lampung (Unila) membangun infrastruktur kampus, yang ditengarai dengan cara KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Sejumlah paket pekerjaan pembangunan di Unila, berselimut dugaan korupsi,” katanya. (nt/bps/jn)

  • “Kongkalikong” Proyek Unila Perbuatan Melawan Hukum

    “Kongkalikong” Proyek Unila Perbuatan Melawan Hukum

    Gedung restoran Unla

    Bandarlampung (SL)-Koordinator KPKAD (Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah) Ansori, menyayangkan adanya oknum PT yang ‘bermain’ dengan anggaran pemerintah untuk membangun dunia pendidikan di Lampung agar lebih berkualitas.

    Dikatakan Ansori, proses tender yang tidak sehat dan berbau KKN, jelas akan menciderai citra Unila sebagai Perguruan Tinggi (PT) yang sejatinya mengajarkan nilai – nilai kebaikan dan positif kepada mahasiswa/i nya yang akan terjun ke masyarakat selepas diwisuda.

    Lebih lanjut dikatakan Ansori, bahwa Persekongkolan Tender pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur di Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22, dimana Pelaku Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

    Pasal 23 “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Pasal 24 “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan”.

    Sementara, sanksi terkait Persekongkolan Tender dikenakan Pidana Pokok Pasal 48 Ayat (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 undang-undang ini diancam pidana denda serendah – rendahnya Rp5 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar, atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.

    Selanjutnya, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran Pasal 22 dan dikenakan sanksi Pasal 48 dikenakan pidana tambahan sebagaimana ketentuan Bagian Ketiga Pidana Tambahan Pasal 49 dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa a. pencabutan izin usaha; atau b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun; atau c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain. (bps/nt/jun)

  • Pemenang Tender Proyek Unila Diduga Dikondisikan “Orang Kampus”

    Pemenang Tender Proyek Unila Diduga Dikondisikan “Orang Kampus”

    Gedung Rektorat Unila

    Bandarlampung (SL)-Direktur Utama CV. Cipta Asri Pratama (Konsultan), H. Gunawan Handoko, SE, mengungkapkan bahwa perusahaan pemenang pada sejumlah paket pekerjaan di Unila tahun 2017, diduga telah dikondisikan.

    “Hal tersebut jelas akan berdampak pada citra Unila sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya dapat memberi contoh yang baik bagi lembaga dan instansi lainnya,” demikian diungkap Gunawan, melalui rilisnya kepada wartawan.

    Dia mengatakan, bahwa dirinya telah melayangkan surat kepada Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP),  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Panitia Pengadaan Barang/Jasa (PPBJ) Universitas Lampung Tahun 2017, tertanggal 16 Oktober 2017, dimana diduga telah terjadi KKN dan rekayasa dalam pengadaan barang/jasa di Unila.

    Dijelaskan Gunawan, pada pekerjaan Jasa Konstruksi maupun Jasa Konsultasi, pihak Pokja ULP selalu memberikan nilai Skor Tehnis tertinggi kepada perusahaan Calon Pemenang dengan cara memanipulasi data Dokumen Penawaran.

    Dari beberapa Pengumuman Pemenang Lelang yang dikeluarkan oleh Pokja ULP dapat dilihat, adanya nilai Skor Tehnis yang berbeda–beda untuk satu 1 perusahaan yang sama. Ketika perusahaan tersebut akan ditetapkan sebagai pemenang, maka nilai Skor Tehnisnya dibuat paling tinggi. Namun sebaliknya di paket pekerjaan yang lain, nilai Skor Tehnis untuk perusahaan tersebut rendah.

    Sebagai contoh, hasil Pelelangan Sederhana untuk Jasa Konsultasi, dengan Kode Lelang  272490, yang diumumkan pada Senin 9 Oktober 2017, Paket Perencanaan Pembangunan Gedung Student Center Universitas Lampung diikuti oleh 4 perusahaan Penawar, yaitu CV. Widya Wahana (Pemenang) Nilai Skor Tehnis = 78,25, PT. Prima Restu Kreasi    Nilai Skor Tehnis = 12,34, CV. Laskar Utama Nilai Skor Tehnis = 72,12, dan CV. Nusa Indah Tehnik    Nilai Skor Tehnis = 67,21.
    Kode Lelang 270490, Pemenang diumumkan pada Selasa 10 Oktober 2017.

    Paket Perencanaan Lanjutan Pembangunan Gedung E FISIP Universitas Lampung, diikuti oleh 3 Perusahaan Penawar, yaitu  CV. Nusa Indah Tehnik (Pemenang) dengan Nilai Skor Tehnis = 90,57,  CV. Widya Wahana dengan Nilai Skor Tehnis = 41,33, CV. Graha Bumindo dengan Nilai Skor Tehnis = 81,72.

    Kode Lelang 271490, pemenang diumumkan pada Senin 9 Oktober 2017, Paket Perencanaan Rehabilitasi Gedung C FKIP Universitas Lampung, diikuti oleh 3 Perusahaan Penawar, yaitu PT. Prima Restu Kreasi (Pemenang) dengan Nilai Skor Tehnis = 79,38, CV. Medya Tehnik Konsultan dengan Nilai Skor Tehnis = 72,05, dan CV. Widya Wahana dengan Nilai Skor Tehnis = 46,67.

    Dalam kurun waktu / periode yang sama dan diyakini dengan dokumen perusahaan yang sama, serta metode evaluasi yang dilakukan oleh Pokja ULP pun sama, namun mengapa hasil Nilai Skor Tehnis menjadi berbeda antara paket yang satu dengan paket lainnya.

    Contoh lain yang diduga direkayasa adalah pelelangan untuk Paket Pekerjaan Pembangunan Gedung Kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Tahap I. Dalam paket tersebut terdapat 3 perusahaan yang menyampaikan penawaran, yaitu PT. Citra Lampung Permai, PT. Tiga Jaya Kencana, dan CV. Fajar Awang Mandiri.

    Dari 3 perusahaan tersebut, terdapat 2 perusahaan dengan Kualifikasi Usaha Non Kecil, masing-masing adalah PT. Citra Lampung Permai dan PT. Tiga Jaya Kencana,  namun hanya CV. Fajar Awang Mandiri yang memiliki kualifikasi Usaha Kecil sesuai yang dipersyaratkan dalam Dokumen Pengadaan, sedangkan untuk 2 perusahaan dengan kualifikasi Usaha Non Kecil secara otomatis gugur.

    Secara logika sederhana, mestinya CV. Fajar Awang Mandiri dapat ditetapkan sebagai Pemenang Lelang. Namun pihak Pokja ULP lebih memilih untuk menggagalkan Pelelangan tersebut tanpa mempertimbangkan bahwa bangunan Gedung Kuliah Fakultas Kedokteran Unila tersebut sangat dibutuhkan keberadaannya.

    Sementara untuk melaksanakan Tender Ulang waktunya tidak memungkinkan lagi sehingga harus tertunda sampai Tahun Anggaran 2018. Maka patut diduga bahwa CV. Fajar Awang Mandiri bukan perusahaan yang digadang sebagai Calon Pemenang.

    Perusahaan CV. Citra Asri Pratama baru 1 kali sebagai Pemenang Lelang pada tahun 2016 untuk Pekerjaan Pengawasan Pembangunan Tahap III Gedung Kuliah FMIPA Unila, itu pun faktor kebetulan karena hanya perusahaan CV. Citra Asri Pratama saja yang mengajukan Penawaran untuk pekerjaan tersebut alias penawar tunggal.

    “Panitia Pengadaan Barang/Jasa (PPBJ) Unila patut diduga adanya monopoli dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum PNS/ASN di lingkungan Universitas Lampung. Dalam pelaksanaannya ada indikasi terdapat beberapa paket pekerjaan fisik yang tidak dilaksanakan langsung oleh Penyedia Jasa (Kontraktor), melainkan dilaksanakan sendiri oleh oknum dengan cara meminjam perusahaan untuk memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku,” kata Gunawan, pensiunan PNS Kota Bandar Lampung itu. (bps/nt/jun)