Bandar Lampung (SL)-Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri mengakui menyetorkan Fee Proyek Untuk Agung dan Sri Widodo. Nominal fee proyek 20 persen, dengan rincian 15 persen untuk Agung dan 5 persen untuk Sriwidodo selaku wakil Bupati. Total proyek yang dikerjakan sejak 2018-2019 senilai Rp8,5 miliar.
Hal itu diungkapkan Wan Hendri, dalam sidang kasus suap fee proyek Lampung Utara yang melibatkan nama Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis 14 Mei 2020.
Dalam sidang yang digelar secara online ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI menghadirkan satu orang saksi, Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri, yang bersaksi untuk dua terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril.
Dalam kesaksiannya Wan Hendri menyatakan jika Raden Syahril merupakan representasi dari Bupati Nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara. Wan Hendri mengaku hanya mendengar dari mulut ke mulut bahwa Raden Syahril merupakan kerabat Agung. “Pada tahun 2017, setelah saya dilantik langsung dihampiri Ami,” kata Kata Wan Hendri.
“Namun saat itu, tidak pernah ada konfirmasi ke Bupati Agung Ilmu Mangkunegara. Setelah itu, saya mendapat laporan ada kegiatan pekerjaan di Dinas Perdagangan. Namun saat diminta untuk koordinasi dengan Desyadi atau Ami,” ujar Wan Hendri.
Dalam kegiatan pekerjaan di Dinas Perdagangan, Wan Hendri mengikuti arahan setelah ada pertemuan dengan Raden Syahril, yang menjelaskan ada kontribusi kepada Agung, melalui dirinya. Saat itu, pengambilan fee proyek dilakukan tahun berikutnya. Adapun feenya, 20 persen untuk Raden Syahril, dengan pembagian 15 persen untuk bos, dan 5 persen lainnya untuk dinas.
“Tahun 2017 lalu, saya belum mengetahuinya. Sebab semua itu sudah berjalan. Kemudian tahun 2018 ada tiga kegiatan. Yaitu proyek Pasar Pugung Jaya senilai Rp1 miliar, Pasar Bangun Jaya senilai Rp1 miliar, Pasar Ogan Jaya senilai Rp1 miliar, dan gedung metrologi senilai Rp900 juta,” katanya.
Saat itu, lanjut Wan Hendri, fee yang diberikan dari proyek Pasar Bangun Jaya dan Pasar Ogan Jaya semuanya senilai Rp460 juta. Selanjutnya uang tersebut, dibagikan ke Desyadi dan Wakil Bupati Lampung Utara Sri Widodo. Penyerahannya, Rp340 juta kepada Bupati Agung lewat Desyadi. Kemudian diserahkan ke Sri Widodo senilai Rp100 juta, dan untuk keperluan lainnya senilai Rp20 juta,” katanya.
Sementara di tahun 2019, Wan Hendri mengakui hanya mendapatkan dua paket pekerjaan proyek pasar yakni di Pasar Tata Karya senilai Rp3,6 miliar dan Pasar Comok senilai Rp1 miliar. Dengan fee untuk paket Pasar Comok senilai Rp200 juta yang diserahkan kepada staffnya bernama Rozi. Kemudian untuk paket pekerjaan Pasar Tata Karya feenya Rp700 juta,” katanya.
Sejak 2016 Kadis Kesehatan Maya Mettisa Pengepul Setoran?
Pekan sebelumnya sidang kasus suap fee proyek Lampung Utara yang melibatkan nama Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara Rabu 6 Mei 2020. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI menghadirkan empat saksi termasuk mantan Wakil Gubernur Lampung periode 2014-2019 Bachtiar Basri, dan mantan Wakil Bupati Lampung Utara periode 2014-2019 Sri Widodo, Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara dr. Maya Mettisa, dan rekanan Fadly Achmad.
Dalam kesaksiannya setelah dua kali mangkir dalam persidangan, Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara Maya Mettisa mengakui, sejak 2016 hingga 2017 lalu pernah mendapatkan sejumlah proyek fisik Dinas Kesehatan. Dimana saat itu setiap proyek yang ada harus memberikan sejumlah fee proyek sebesar 20 persen dari nilai proyek kepada Raden Syahril.
“Proyek terkait Dinas Kesehatan sejak 2016 sampai tahun 2019 ini benar. Saya mengetahuinya sejak tahun 2016, namun ini baru dilaksanakan di tahun berikutnya. Tahun 2017 ada sekitar 97 paket pekerjaan fisik Ini paket pekerjaan fisik dengan nilai kurang lebih Rp19,6 miliar. Secara fee sudah sejak awal menerima proyek,” kata Maya Mettisa.
Sejak awal, Maya Mettisa mendapatkan informasi dari Raden Syahril terkait adanya pungutan fee proyek sebesar 20 persen proyek. Saat itu, disampaikan ada pekerjaan proyek, namun harus ada fee. Itu disampaikan oleh staff dokter Maya bernama Juliansyah.
“Dia menerima informasi ini dari Ami (Raden Syahril). Saat itu saya menyampaikan pada para kontraktor pekerjaan proyek fisik, dimana ini ada feenya dan dikumpulkan ke Ami. Fee ini dihitungnya dari nilai proyek yang sudah ditentukan. Saya melaporkan ke Juliansyah untuk memberikan fee itu. Nilai fee kurang lebih Rp3 miliar,” ujar Maya.
Adapun mekanisme pengumpulan nilai fee ini, ada yang lewat dirinya, ada juga yang menyerahkan ke Juliansyah. Pemberian fee tersebut dilakukan di dua tempat. Ada yang di kantor dinas, maupun di rumah pribadi Maya di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 6 Kotabumi Lampung Utara.
“Mekanisme penyerahan ke Raden Syahril juga secara bertahap. Uang diserahkan ke Julian, setelah terkumpul langsung diserahkan ke Ami. Tahun 2017 juga diminta paket fee sebesar 20 persen. Total fee yang dikumpulkan Rp3,9 miliar. Saat itu penyerahan dilaksanakan dua kali, pertama senilai Rp1,9 miliar secara tunai disalah satu rumah makan. Sisa uangnya, diberikan ke Juliansyah saya tidak mengetahuinya,” ungkap dokter Maya.
Tahun 2018 ada 49 proyek fisik lagi dengan nilai kurang lebih Rp6 miliar di Dinas Kesehatan Lampung Utara. Pada paket tahun 2018 ini, ada nilai lagi fee sebesar 20 persen. Saat itu, nilai fee proyeknya sekitar Rp1,2 miliar yang diberikan. Penyerahan dilaksanakan dua kali secara tunai, ditepi Jalan Kotabumi dan Kota Sepang Bandar Lampung. Dokter Maya memerintahkan Julian untuk menyerahkannya ke Ami senilai Rp2 miliar secara tunai.
Untuk proyek tahun 2019, sudah tidak ada proyek lagi di Dinas Kesehatan Lampung Utara. Namun saat itu, ada 29 paket yang belum dikerjakan di tahun sebelumnya. Saat itu, sisa nilai kontrak sekitar Rp4 miliar dengan nilai fee 20 persen. Sehingga nilai diberikan total sekitar Rp958 juta. Uang setoran tersebut, dari keterangan Ami akan diberikan untuk keperluan Bupati Lampung Utara. (Red)