Kota Metro (SL)-Walikota Metro, H Ahmad Pairin membantah dugaan anaknya Ardito Wijaya alias Pangeran, yang juga Ketua AMPI Provinsi Lampung, terlibat sebagai “pengendali” fee Proyek 17-20% di setiap Dinas Instansi Pemerintah Kota Metro.
“Ardito Wijaya berada di luar Kota Metro, bagaimana mungkin bisa. La wong (lah orang, bahasa jawa,red) dia di sono, mana mungkin bisa begitu, tidak ada sama sekali hal mengkoordinir proyek-proyek dan tidak ada keterlibatan,” kata Pairin, usai rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Metro, Senin 10 September 2018.
Soal proyek flyingfox di Sumber Sari Bantul, Mero Selatan, yang di duga belum ada proses alih fungsi lahan pertanian dan proses hibah, dan belum melalui tahapan Paripurna, termasuk pengadaan 7 unit ATV yang disinyalir belum ada payung hukumnya, tapi dilelang dengan nilai Rp 2 Milliar, Pairin menyarankan wartawan bertanya kepada Pihak Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata.
“Soal itu silahkan langsung ke Dinas saja. Karena jika terkait untuk menunjang kinerja dinas, kami pasrahkan ke setiap dinas terkait,” kata Pairin, sambil berlalu meninggalkan wartawan yang masig ingin banyak bertanya.
Sebelumnya, hal yang sama juga sudah diungkapkan Sekertaris Daerah Kota Metro A Natsir, yang menyatakan bahwa kabar dugaan fee dan setoran proyek, “Harusnya tidak, saya juga tidak mengetahui persis, karena tidak berkecimpung dalam hal itu,” katanya.
Hal senada diungkapkan Kepala Dinas PUPR Irianto, yang juga menepis dugaan setoran dan fee setiap proyek di Kota Metro adalah tidaklah benar.
Sementara masyarakat tetap mencurigai fee dan indikasi KKN, terjadi pada setiap proyek di Dinas Instansi, diantaranya Dinas PUPR, Dinas Pertanian, RSUD & Dinas Kesehatan, Disporapar dan Disdik Kota Metro, yang diduga di koordinir oleh anak Wali Kota Metro Ardito Wijaya, PNS yang sebelumnya bertugas di Pemda Lampung Tengah, sekarang pindah dinas di RS A Yani Kota Metro.
LSM Gerakan Transparansi Rakyat (GETAR) Lampung mencurigai pihak wakil rakyat di DPRD dan penegak hukum di Kota Metro terlibat “Main Mata” terhadap berbagai persoalan di Kota Metro.
“Sah-sah saja berkata tidak ada, sesuai prosedur dan lainnya. Yang jadi persoalan saat ini, kemana pihak penegak hukum baik polres maupun Kejaksaannya, termasuk pihak DPRD yang dipimpin Anna Morinda selaku Ketua DPRD yang kini maju kembali dalam Pileg 2019,” kata Direktur Eksekutif LSM GETAR Lampung Edison.
Menurut Edison, soal dugaan setoran proyek dan fee, dan indikasinya di koordinir oleh anak Wali Kota itu pasti diketahui oleh semua pihak rekanan. “Semua rekanan tentu mengetahui, ada raja di belakang raja,” katanya.
Edison menjelaskan, tradisi setoran proyek sudah menjadi kebiasaan di setiap daerah. “Di Kota Metro terparah, bisa di ulas balik, soal proyek-proyek di TA 2017 banyak diindikasi bermasalah, belum lagi Proyek yang dilelang tenderkan salah satunya Flyfox di Sumber Sari, yang diduga bermasalah. Ada pengadaan 7 unit ATV, yang belum ada payung hukumnya (Perda), termasuk juga proyek pasar Terminal Kota metro,” katanya.
Mengapa demikian, lanjut Edison, bahwa Kota Metro terkesan kondusif. Karena semua dilakukan sangat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM). “Menyoroti dugaan setiap proyek di koordinir oleh anak Wali Kota yang di sapa Pangeran itu, sudah tidak asing didengar dan memang sebagian rekanan luar Kota Metro juga membicarakan hal tersebut,” lanjutnya.
Kasus lain, katanya, dugaan penyimpangan proyek pengadaan seragam sekolah mulai tingkat SD/MI sampai SMP/MTs tahun 2017 milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Metro. Proyek dengan nilai miliaran rupiah itu sarat dengan kerugian negara dan ini sudah sempat masuk di Kejaksaan Negeri Metro, Namun tidak ada kejelasan. “Hal ini, juga patut di desak dan dipertanyakan, ada apa dengan oknum-oknum penegak hukum di Kota metro, yang terkesan setiap kasus masuk lemari ES besar,” katanya. (abd/lps/jun)