Kategori: Kota Metro

  • Pemda Kota Metro Jumat Bersih di Kampung KB

    Pemda Kota Metro Jumat Bersih di Kampung KB

    Metro (SL) – Jumat bersih kembali dilakukan oleh Pemerintah Kota Metro yang terdiri dari Satuan Kerja Pemerintah Kota Metro dan Petugas Kebersihan, dan serta warga Kota Metro setempat di Kelurahan Yosodadi Kecamatan Metro Timur, tepatnya pada Kampung KB Kelurahan Yosodadi (10/08/18).

    Jumat bersih yang rutin dilaksanakan pada hari Jumat kali ini juga bertepatan dalam rangka menghadapi penilaian lomba Kelurahan Tingkat Provinsi Lampung Tahun 2018 di Kelurahan Yosodadi Kecamatan Metro Timur.

    Sekretaris Daerah Kota Metro, Ir. A. Nasir A.T.,MM. pada tinjauannya mengatakan, bahwa jumat bersih ini rutin dilakukan pada hari Jumat oleh warga Kota Metro bersama dengan Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kota Metro dan Petugas Kebersihan Kota Metro.

    “Saya melihat, lokasi yang sedang dilaksanakan Jumat Bersih ini sudah cukup bagus dan bersih, hanya saja ada beberapa siring yang masih banyak ditumbuhi rumput, dan saya sudah meminta melalui RT setempat agar dapat membersihkan siring tersebut, kerena aliran drainase itu sangat penting.” Jelasnya.

    Nasir menambahkan, harapannya untuk hari-hari berikutnya seluruh masyarakat di Kota Metro agar tetap semangat untuk mengikuti kegiatan Jumat Bersih. “Disini tidak hanya masyarakat dan petugas kebersihan yang ikut serta, namun satuan kerja di Lingkungan Pemerintah Kota Metro juga ikut mendukung dan mensupport kegiatan ini, yang hasilnya tentu akan kita rasakan yakni akan terciptanya Kota Metro yang bersih dan sehat”, tutupnya. (holik)

  • Proyek Rp3,7 M Lelang Ulang, DPRD Warning Pemkot Metro Percepat Pekerjaan Fisik

    Proyek Rp3,7 M Lelang Ulang, DPRD Warning Pemkot Metro Percepat Pekerjaan Fisik

    Metro (SL) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro meminta kepada Pemkot Metro dapat segera mempercepat pembangunan di bidang pekerjaan fisik. Itu menyusul puluhan tender proyek hingga pertengahan Agustus 2018 ini masih ada yang belum dikerjakan.

    Wakil II Ketua DPRD Kota Metro Hj. Nuraida menyatakan bahwa dari sejumlah rekomendasi yang diberikan Badan Anggaran DPRD kepada Pemkot Metro (hari ini red), salah satunya agar mempercepat pelaksanaan pekerjaan fisik.

    “Jadi untuk menghindari keterlambatan pekerjaan fisik, agar pelaksanaan pekerjaan dapat dimulai sejak awal tahun angaran. Tidak seperti selama ini dilaksanakan. Dimana banyak pekerjaan fisik yang dimulai menjelang berakhirnya tahun anggaran,  dan ini sudah tidak benar, harus saya warning agar menjadi bahan evaluasi eksekutif,”ungkapnya usai Rapat Paripurna DPRD Kota Metro Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2017, Rabu (8/8/2018).

    Politisi dari Partai Gerindra ini juga mendesak Pemkot agar dapat membenahi regulasi terkait pengawasan seluruh proyek yang dijalankan. Hal tersebut diperlukan guna menjaga dan mengoptimalkan proyek yang seluruh pembiayaanya bersumber dari uang rakyat.

    “Saya tegaskan juga agar proyek rehabilitasi pasar Cendrawasi segera dikerjakan. Itu proyek nilaianya cukup besar mencapai Rp 3,7 Milyar dan pasti memakan waktu cukup lama. Belum lama ini saya lihat LPSE dilakukan lelang ulang, ada apa? Jangan sampai proyek itu bermasalah. Jadi sebagai wakil rakyat tugas kita mendorong eksekutif untuk dipercepat proyek tersebut,”pintanya.

    Tak hanya itu saja. Setiap tahun, sektor pendidikan dan kesehatan juga mendapat skala prioritas. “Artinya setiap tahunya banyak uang rakyat yang dibelanjakan untuk kedua bidang tersebut. Apabila tidak maksimal, tentunya merugikan semua pihak,”pungkasnya. (net)

  • Imunisasi MR, Pemkot Metro Beri Toleransi bagi Anak Muslim

    Imunisasi MR, Pemkot Metro Beri Toleransi bagi Anak Muslim

    Metro (SL) – Pemerintah Kota (Pemkot) Metro tetap melaksanakan program imunisasi MR (Measles-Rubella). Hanya, toleransi diberikan kepada siswa muslim, sambil menunggu fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas vaksin MR.

    Sekretaris Kota Metro Ir. A. Nasir AT. mengatakan, Pemkot Metro tetap melaksanakan program pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI berupa imunisasi MR bagi anak usia 0-15 tahun. Penundaan pelaksanaan program tersebut, hanya diberikan bagi anak atau siswa muslim, karena masih menunggu fatwa halal dari MUI terhadap vaksin MR.

    “Pemkot Metro tetap melaksanakan imunisasi MR. Tetapi, toleransi diberikan kepada anak atau siswa muslim,” kata Nasir.

    Dia menjelaskan, imunisasi MR sangat penting dilaksanakan karena efek yang ditimbulkan oleh virus measles (campak) dan rubella (campak jerman) sangat berbahaya.

    “Efek yang ditimbulkan oleh virus ini sangat berbahaya, sehingga anak-anak harus tetap diberikan, dan para orang tua tidak perlu khawatir,” jelasnya.

    Pihaknya juga berkeyakinan, tidak akan lama MUI akan mengeluarkan fatwa halal terhadap vaksin MR, yang selama ini menjadi perdebatan di kalangan ulama.

    “Tidak akan lama, MUI akan segera mengeluarkan fatwa (halal) untuk vaksin MR. Dan, kami akan tetap melayani anak yang belum mendapatkan vaksin MR,” imbuhnya.

    Sementara itu, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, Menteri Kesehatan RI dan Direktur Utama PT. Biofarma selaku importir vaksin MR, berkomitmen untuk segera mengajukan sertifikasi halal atas produk vaksin MR, dan permohonan fatwa halal tentang pelaksanaan imunisasi MR. (net)

  • Pemprov Lampung Menunggak DBH Pajak dan Sejenisnya Rp53,2 Miliar ke Pemkot Metro

    Pemprov Lampung Menunggak DBH Pajak dan Sejenisnya Rp53,2 Miliar ke Pemkot Metro

    Metro (SL) – Diam-diam, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung berhutang kepada Pemkot Metro dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan sejenisnya. Jumlahnya cukup fantastis, mencapai Rp 53,204 miliar lebih.

    Fakta itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Metro Nasriyanto Effendi, kepada wartawan dilangsir medsoslampung.co, Rabu (8/8).

    Menurut dia, hutang Pemprov Lampung kepada Pemkot Metro itu diketahui saat melakukan pembahasan Rencana APBD Perubahan 2018.

    “Dalam forum tersebut, eksekutif menyebutkan hutang Pemprov Lampung itu sebesar Rp53,204 miliar lebih. Terdiri dari hutang tahun 2017 sebesar Rp27,537 miliar lebih, dan perkiraan penerimaan DBH tahun berjalan 2018 sebesar Rp25,667 miliar lebih,”  kata Nasriyanto.

    Atas fakta tersebut, pihaknya mendesak agar Pemprov Lampung segera membayar hutang tersebut, mengingat Pemkot Metro juga membuntuhkan dana untuk pelaksanaan pembangunan, termasuk program pengentasan kemiskinan. “Pemprov ayo dong hutangnya dibayar, karena Kota Metro juga membutuhkan,” ucapnya.

    Politisi PKS itu juga meminta, agar eksekutif juga aktif menanyakan dana tersebut ke Pemprov Lampung. Bahkan, DPRD juga mendukung upaya pemkot agar dana dimaksud segera dibayarkan.

    “Eksekutif mengaku sudah pernah mempertanyakan, tetapi belum ada jawaban. Dewan siap untuk turut mendesak Pemprov Lampung agar segera membayar hutangnya,” ungkap dia. (msos/net/jun)

  • Sekda Metro Bantah Kritikan Penataan dan Pembangunan Terminal Kota

    Sekda Metro Bantah Kritikan Penataan dan Pembangunan Terminal Kota

    Metro (SL) – Pembangunan dan penataan Terminal Kota di Kota Metro menuai Polemik pasalnya, dari pihak legeslatif melalui pandangan fraksi Gerindra sampaikan pandangannya dasar penataan dan pembangunan tersebut harus memperhatikan pula surat persetujuan perjanjian kerjasama penataan pembangunan pasar, eks bioskop nuban, terminal kota dan pasar Kopindo yang dikeluarkan oleh DPRD Kota Metro.

    Merujuk pada isi surat persetujuan perjanjian kerjasama no : 030/176/DPRD/2014 bahwa ada dua item yang harus dipenuhi sehingga perjanjian tersebut disetujui DPRD kota Metro, item pertama berbunyi bahwa dengan pertimbangan/alasan kebutuhan organisasi yaitu pengembangan tugas Pemerintah untuk menyediakan pasilitas perbelanjaan yang lebih baik dan representatif.

    Maka DPRD Kota Metro dapat memberikan persetujuan kerjasama penataan / pembangunan pasar eks bioskop nuban , terminal Kota Metro dan pasar Kopindo.

    Pada item kedua bahwa untuk mendukung operasional transportasi darat yang lebih lancar menuju pusat pemerintahan dan niaga Kota Metro, maka penataan / pembangunan pasar tersebut agar tidak mengubah fungsi terminal Kota Metro dan pertokoan yang dibangun sesuai dengan penunjang terminal dan bukan pasar basah.

    Sekretaris Kota Metro A. Natsir AT Rabu (08/08/18) di depan ruang kerjanya mengatakan bahwa pembangunan toko tersebut telah sesuai dengan surat perjanjian kerjasama yang dibuat, menurutnya surat perjanjian tersebut memiliki lampiran seperti gambar dan lainnya sudah cukup jelas,” ujarnya.

    Lanjutnya bahwa Pemerintah tidak bisa memutus sepihak perjanjian kerjasama, harus melalui putusan pengadilan dan dirinya mengakui benar ada surat persetujuan perjanjian kerjasama dari DPRD Kota Metro yang memiliki dua item tersebut, namun dua item yang diinginkan DPRD itu tidak tertera dalam surat perjanjian kerjasama yang dibuat, jelasnya.

    Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa pembangunan toko dalam terminal tersebut sudah sesuai aturan, termasuk Perda RTRW tidak ada yang dilanggar, hanya lingkup terminalnya saja yang dikurangi menjadi lebih kecil dari yang lama, dalihnya. (holik)

  • Diduga Ada Pembagian ‘Fee’ Miliaran Rupiah dari Banyak Proyek di Kota Metro

    Diduga Ada Pembagian ‘Fee’ Miliaran Rupiah dari Banyak Proyek di Kota Metro

    Kota Metro (SL) – Pemenang proyek dan pengelola Proyek di Pemda Kota Metro, diduga menggunakan setoran dan ada “Fee” dari setiap setoran proyek. Termasuk proyek miliaran seperti rencana pembangunan flyfox Sumber Sari Kecamatan Metro Selatan dan pembelian 7 unit ATV jenis KTM, yang dikelola oleh oknum pejabat Dispora dan kerabat serta oknum honorer lingkup Pemkot Kota Metro.

    Selanjutnya pembangunan Metro Convention Centre (MCC) yang berganti menjadi Gedung Sesat Bumi Sai Wawai, sudah menelan anggaran APBD TA 2017 cukup besar sebagaimana LKPj Walikota Metro. Dan beberapa proyek besar bidang peningkatan dan pembangunan jalan, TA 2017 dan TA 2018, tak lepas pula pembangunan pasar eks terminal yang konon penghapusan aset belum jelas dan diduga melanggar Perda RTRW.

    Beredar juga informasi, diduga proyek-proyek dengan nilai milliaran, pembangunan gedung dan jalan, sejak TA 2017 dan TA 2018, telah terkondisikan sebelum dilakukan lelang tender, yang di koordinir oleh Ardito Wijaya anak dari Walikota Metro yang akrab di sapa mas Dito dengan julukan pangeran.

    Sejumlah kegiatan proyek tersebut, jauh sebelumnya menjadi sorotan kalangan DPRD setempat, dalam setiap paripurna yang diselenggarakan bertepatan dengan LKPj Walikota TA 2017 dan terakhir pada paripurna penyampaian Nota keuangan APBD TA 2018 beberapa waktu lalu di akhir tahun 2017, tepatnya Jumat 03-11-2017.

    Selain itu, sorotan timbul dari beberapa fraksi yakni fraksi PKS, Gerindra, PDI-P dan Fraksi Kebangkitan Nasional. Pada umumnya menilai, pembangunan yang ada tidak diawali dengan perencanaan yang baik dan terkesan buru-buru. Dalam pelaksanaan nya  tidak dilalui penghapusan aset sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku, serta harus dilakukan ekspose.

    Mengenai setoran proyek di tentukan secara kolektif alias terstruktur sistematis dan masif, dengan menunjuk orang-orang kepercayaan yang di tempatkan di Dinas PUPR, Dinas Pertanian, Disdik, Dispora, RSUD A.Yani dan Diskes.  Diduga ada “Main Mata” antara legeslatif dan eksekutif.

    “Soal setoran tentu ada “Fee”. Setoran yang dipatok 20%, setiap daerah pasti ada yang namanya setor muka untuk proyek. Di Kota Metro, bervariasi ada 17,5% sampai 20% dan ada juga yang berani mencapai 30% sesuai nilai pekerjaan. Siapa dan siapa dibelakangnya, pihak Legeslatif pun tau, karena dalam setiap progres kegiatan, kebijakan dan program pemerintah DPRD ada didalamnya dalam judul sah dan mengesahkan,”

    Demikian disampaikan Direktur LSM Gerakan Transparansi Rakyat (GETAR) Lampung, Edison, sambil menunjukan data dokumen RKA 2016- 2017 masing-masing Dinas lingkup Kota Metro termasuk dokumen sejumlah kegiatan proyek TA 2017 serta dokumen LHP 2016 dan 2017 yang sebagain patut di pertanyaan, sesuai audit BPK, Sabtu 04 Agustus 2018.

    Masih menurut Edison, munculnya  dugaan, tetap jadi persoalannya adalah dugaan. Tentunya juga dugaan itu, sudah pasti ada dasar yang cukup, maka di munculkan dugaan. Jika memang semua dugaan tidak benar, pihak Pemerintah (Wali Kota dan Wakil) serta jajaran terkait, jangan menghindar hingga sulit di temui. Hadapi dan sampaikan dugaan itu tidak benar.

    “Memang sulit dalam hal ini untuk di buktikan, akan tetapi kondisi ini sudah bukan rahasia umum, prakteknya juga sudah terstruktur, masif dan sistematis. Nah, hal ini tinggal bagaimana keberanian pihak penegak hukum membukanya,”kata Edison.

    Edison melanjutkan, saat ini, sedang maraknya OTT, adanya OTT tentu di awali dengan informasi yang muncul. Menyoal pokok dugaan pelanggaran di TA 2018, ini berawal dari persoalan di TA 2017. Dan ini sudah cukup ramai jadi kosumsi publik, bahkan di Medsos pun ramai.

    Belum lagi, soal tuntutan LSM GMBI dulu yang menuntut Wali Kota A.Pairin dan Wakil Wali Kota Djohan untuk melakukan sumpah kutukan (Mubahalah) yang sampai saat ini tidak ada wujudnya. Sekarang muncul dugaan yang hampir sama dan lagi-lagi menyebut oknum-oknum sama, tentunya patut di telaah dan dikaji.

    Mengulas soal “fee” setiap kegiatan proyek lebih dalam.

    Edison  memaparkan, “Fee”, yang di awali dengan setoran, boleh jadi ada dan bukan tidak mungkin. Jadi sangat wajar jika setiap pekerjaan, banyak yang kualitasnya dipertanyakan sebagaimana spesifikasi kegiatan dalam kontrak kerja.

    Dalam hal ini juga, setiap pekerjaan sudah barang tentu ada Standar Ketentuan dan Syarat Umum dalam Surat Perintah Kerja atau SPK. Dalam surat ini ada Larangan Pemberian Komisi, yang maksudnya penyedia kontruksi (rekanan) menjamin tidak ada satupun pihak satuan kerja (PPK, PPTK dan lainnya) menerima komisi atau keuntungan yang tidak sah baik langsung maupun tidak langsung. Jika terjadi maka jelas suatu bentuk pelanggaran mendasar didalamnya.

    “Artinya, duga menduga itu hal yang wajar, tentu pihak berwenang (penegak hukum) terbantu adanya informasi ini sebagai dasar awal. Fee dari setoran sulit di buktikan, namun ada OTT yang tidak hanya soal pungli. Ini dikaji mendalam siapa yang di untungkan dan siapa yang melakukan, tentu tidak hanya 1 oknum saja. Dan saya yakin, jika hal ini terus muncul dan bahkan ramai di media akan membuka tabir keculasan yang selama ini terjadi, yang menyangkut Moralitas masing-masing,”pungkasnya.

    Mengawali dugaan tersebut, tim media mencoba konfrimasikan kepada pihak Dinas PUPR melalui Kabid Cipta Karya, melalui pesan WhatsApp-nya, tidak menanggapinya. (tim)red)

  • Walikota Metro Tampik Pemberitaan Mangkraknya Mega Proyek MCC

    Walikota Metro Tampik Pemberitaan Mangkraknya Mega Proyek MCC

    Metro (SL) – Menampik adanya pemberitaan yang menduga mega proyek MCC alias Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai, tidak ada aktifitas layaknya proyek besar. Walikota Metro A. Pairin bersama Wakil Djohan, didampingi Sekkot A.Nasir.A.T dan beberapa pejabat lain serta Kadis PUPR Iriantio, Kabid Cipta Karya, tinjau lokasi pembangunan.

    Turut juga dalam kesempatan itu, Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Kota Metro. Jumat 03 Agustus 2018.

    Dilokasi, salah satu awak media bertanya terkait pemberitaan kegiatan MCC “mangkrak” kepada Walikota A. Pairin, “Persoalan kerja mangkrak itu, sebenarnya semua bekerja itu pakai perencanaan. Sekarang ini lagi bikin tiang, gak bisa orang banyak-banyak, mau ngapain. Kenapa dikatakan mangkrak karena dia (wartawan) belum ngeliat ke dalam (lokasi)”, ungkap Pairin.

    Sementara itu, Kabid Cipta Karya, Roby K Saputra mewakili Kepala Dinas PUPR Irianto, menjelaskan, kontrak kerja pembangunan tersebut sejak tanggal 25 Mei 2018 sampai dengan 15 Desember 2018 tahap pertama, sebesar Rp25 Miliar lebih. Tahap kedua atau finishing akan dipagukan dengan perkiraan anggaran sebesar Rp16 Milliar di tahun 2019 mendatang.  Dalam kurun waktu per enam bulan, kegiatan tersebut harus selesai. Saat ini progres mencapai 10,7%.

    “Saat ini, tahapannya agak lama, baru pembuatan besi, dan orang-orangnya (pekerja) sedikit, jadi tidak begitu banyak, dan kebetulan lokasi tertutup dan pekerja memang sedang hari libur, jadi terlihat kosong tidak ada aktifitas,” kata Robby, secara tak langsung menampik pemberitaan atas dugaan tidak ada aktifitas.

    Di waktu berbeda, Ketua TP4D Kejari Kota Metro, Kasi Intelejen Boby Heriyanto, diruang kerjanya menjelaskan, T4PD dalam hal ini, tidak ada kaitan dengan teknis pembangunan. TP4D hanya mengawal sebagaimana fungsinya yakni tindakan atau aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi.

    Maksudnya adalah, untuk meningkatkan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Instansi Pemerintah, yang perlu di dukung dan dilaksanakan secara terencana dan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan yang ada.

    Kasi Intelejen Kejari Kota Metro yang cukup harmonis dengan awak media ini, melanjutkan, TP4D dalam kegiatan pembangunan itu, hanya sebatas mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan dan persuasif. Mendampingi pelaksnaaan pembangunan danpenyerapan anggaran yang optimal.

    “Dalam hal ini, jika ada sesuatu hal yang tidak sesuai, sebagaimana regulasi kegiatan yang ada, TP4D wajib menegur. Secara teknis adalah pemerintah itu sendiri yakni Dinas PUPR,”tegasnya.

    Boby mengaku, adanya pemberitaan terkait,  menjadi sebuah “Warning”, maka di alurkan dan disampaikan, selayaknya sebuah pemberitaan. TP4D justru berharap dengan rekan-rekan pers dapat saling mengawasi dalam hal ini,  jika memang layak di tegur, salah satunya seperti pemberitaan yang ada.

    Dengan pola pemberitaan, Boby menyarankan, dalam hal informasi yang disajikan melalui pemberitaan, jika memang pihak pemerintah atau pihak Dinas Instansi sulit untuk di konfirmasikan atau dimintai keterangan, buatlah sebagaimana adanya dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

    “Jika perlu minta data yang diperlukan melalui proses mekanisme pengajuan (surat) atau permohonan  meminta data infromasi, sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik,” ujarnya.

    Mengulas Mega Proyek pembangunan gedung Metro Convention Centre (MCC) berganti nama Gedung Sesat Agung Bumi Sai Wawai, dengan mendatangkan budayawan Lampung tersebut, sudah menelan anggaran APBD TA 2017 cukup besar sebagaimana LKPj Walikota Metro.

    Diketahui gedung MCC berdaya tampung 3.000 orang,  direncanakan akan menyerap APBD mencapai Rp30 Miliar. Tahap pertama Rp13,5 Miliar pada tahun angaran 2017, sedangkan pembangunan tahap kedua menelan biaya Rp16,5 Miliar pada TA 2018.

    MCC dengan areal seluas 6.200 meter persegi baru dimulai  titik “nol” menjelang akhir Juni 2018 dengan nilai Rp 25 Miliar lebih. Sementara komitmen Walikota A. Pairin akan dilaksanakan pada awal April 2018. Diduga belum jelas adanya berita acara penghapusan aset dan sejumlah rangkaian regulasi dalam penetapan anggaran  dalam kegiatannya, termasuk proses lelang.

    Kasi Intelejen mengungkapkan, mengenai proyek Gedung MCC berganti nama itu, sebagaimana perjalannya memang di awal sedikit terkendala, karena muncul beberapa wacana, maka mundur. Setelah dilakukan efisiensi sedemikian rupa dan regulasi aturan yang ada, maka ditetapkan dan berjalan.

    “Untuk rinci detail perjalanan dari awal, sudah ke ranah teknis, maka ke Pihak Pemerintah itu sendiri dalam hal ini tim Dinas PUPR. TP4D hanya pengawalan, ikut mengawasi. Bukan berati diam saja jika ada hal yang tidak sesuai, TP4D akan menegur, sesuai dengan regulasinya. Jika dibiarkan, nah ini namanya masalah. Namun tetap diharapkan bersama-sama kita saling mengawasi,” pungkasnya. (red)

  • Menelisik Akal Akalan Proyek Bangunan Flying Fox Dispora Kota Metro

    Menelisik Akal Akalan Proyek Bangunan Flying Fox Dispora Kota Metro

    Kota Metro (SL)- Rencana pembangunan lokasi Flying fox oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Metro,  yang berlokasi di Kecamatan Metro Selatan, diduga akan dijadikan lahan korupsi baru,  dan sarat dengan penyimpangan. Flay fox akan dibangun dengan anggaran Negara senilai Rp2 Miliar lebih,  melalui Dispora Kota Metro tahun 2018, yang di lelang tenderkan dengang no lelang 837150, judul pembangunan Flying fox wisata Sumber Sari.
    Penyusuran tim media, tanah seluas satu hektar lebih itu masih milik salah seorang pejabat di Dispora Kota Metro. Yang saat ini sudah di bangun pondasi tiang Flying fox dengan anggaran Rp200 Juta, yang di kelola oleh oknum Dispora setempat. Uniknya,  status tanah masih milik perorangan  dan belum ada proses hibah, dan pembebasan lahan alih fungsi  bahkan diketahui belum ada paripurna persetujuan, namun sudah dimulai pembangunan dan teranggarkan dalam APBD TA 2018.
    “Tanah ini, belum di hibahkan, tapi sudah di bangun oleh pemerintah, melalui Dispora, Kota Metro dengan membangun pondasi, flyfox. Tanah ini, luasanya lebih kurang 1 hektar, di beli oleh Kusbani (Pejabat Dispora Kota Metro), dan katanya akan di hibahkan ke Pemerintah atau Dispora Metro. Tetapi tanah belum di hibahkan sudah di bangun pondasi untuk Flying fox,”kata sumber di sekitar lokasi, Kecamatan Metro Selatan, sambil menunjukan lokasi lahan yang dibeli Kusbani. Kamis 02 Agustus 2018.
    Disisi lain, pihak Dispora Kota Metro, telah membeli 7 unit motor ATV jenis KTM, menggunakan perusahan (CV) perorangan milik kontraktor Kota Metro. Ke tujuh unit motor tersebut, rencananya di sewakan dalam wisata Sumber Sari.
    Informasi lain menyebutkan, ketujuh unit tersebut di titipkan di Kediaman salah satu pejabat Dispora dan belum berani melaksanakan penyewaan lantaran belum ada payung hukum atau perda yang mengesahkan, terlebih pembelian unit tersebut belum ada persetujuan DPRD setempat, namun dapat terealisasi.
    Dalam pembelian unit motor tersebut, melibatkan pejabat Dispora dan satu oknum honorer Pemerintah setempat dan satu orang rekan terdekat oknum tersebut, yang diduga pula kerap bermain proyek di lingkup Dispora dan Dinas Pendidikan setempat.
    Terkait hal ini, guna perimbangan informasi, tim media mencoba konfirmasikan ke pihak Dispora, belum bisa di konfirmasikan. Menurut salah satu staf Dispora, Kepala Dispora sedang menjalankan ibadah haji, sementara Sekretaris Dispora masih mengikuti Diklatpim di Surabaya. (Red)
  • Fee Tiap Proyek di Kota Metro Capai 20% Harus Lewat “Pangeran”?

    Fee Tiap Proyek di Kota Metro Capai 20% Harus Lewat “Pangeran”?

    Kota Metro (SL)-Bak rahasia umum setiap kegiatan proyek yang di kelola Pemerintah Daerah terdapat istilah “Setoran” fee proyek. Bentuk setoran di lakukan dimuka dan diharuskan, itu pun belum diketahui bentuk kegiatan (Proyek) dan besaran nilai kegaiatan seperti “Beli kucing dalam karung”.

    Kondisi itu terjadi di setiap Daerah, termasuk di Kota Metro. Kabar tersebar setiap jenis kegiatan proyek lingkup Pemerintah Kota Metro, sejak tahun 2017 dan 2018, setiap proyek besar diduga di koordinir oleh Ardito Wijaya tak lain anak dari Wali Kota Metro dan orang-orang terdekatnya, yang di duduki di Dinas/Istansi dengan jabatan Strategis, seperti Dinas pertanian, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dispora dan RSUD A.Yani, termasuk Dinas PUPR Kota Metro.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan, setoran proyek di Kota Metro sebesar 20% dari nilai proyek itu sendiri, terkadang dari nilai setoran tak sesuai dengan nilai proyek. Mekanisme untuk mendapatkan proyek tersebut harus menyiapkan sejumlah uang dan seterusnya menghubungi orang dekat penguasa atau sang pangeran, saapan akrab Ardito Wijaya.

    Setelah uang disetor, kontraktor harus menunggu informasi selanjutnya dari Dinas PUPR Kota Metro mengenai proyek dan besaran nilai proyek yang di dapat. “Misalkan setor 200 juta, berarti nilai proyek di dapat dapat sekitar 1 miliard. Nanti setelah itu dikirim kopelan proyek,”ungkap salah satu rekanan (Kontraktor) yang enggan disebut namanya, wartawan dilangsir lampungsai.com. Kamis 02 Agustus 2018.

    Dijelaskannya, seluruh kontraktor tidak bisa memilih proyek akan diambil atau di dapat, semua keputusan di tangan Dinas PUPR Kota Metro.“Mau setor uangnya, mereka menentukan waktu dan tempatnya alias kucing kucingan,”katanya.

    Kontraktor itu juga mengungkapkan, perantara proyek di Kota Metro, tidak hanya di kuasai satu orang, melainkan ada beberapa orang yang bermain. Mereka terdiri dari orang swasta yang dekat dengan penguasa dan orang Dinas PUPR itu sendiri.

    “Selanjutnya menunggu kabar untuk pertemuan dan uangnya baru di setor kan ke mereka, dan semua sudah terkondisikan dan yang mengkoordinir orang-orang pangeran. memang dalam hal setor menyetor sulit dalam pembuktian, tapi realita memang terjadi,”ungkapnya.

    Terkait hal ini, pihak Dinas PUPR yang menjadi salah satu Dinas yang mengelola kegiatan Proyek cukup besar dan banyak, sulit untuk di temui. Bahkan saat mencoba dihubungi dengan nomor ponsel masing-masing bidang, tidak dapat di hubungi (tidak Aktif).

    Kabar fee proyek yang diduga dikelola kerabat dan keluarga Walikota Metro Itu juga sempat menjadi isu dalam aksi unjukrasa LSM GMBI, “AKSI 777” sekitar Maret-April 2018 lalu. Dalam aksi itu GMBI menilai Rezim kepemimpinan Ahmad Pairin – Djohan di nilai semakin semrawut dan dinilai sarat kepentingan pribadi dan golongan.

    GMBI menyampaikan 17 tuntutan aksi demo rezim Pairin – Djohan, Wali Kota Metro A.Pairin di dampingi Wakil Wali Kota Djohan minta waktu 2 minggu untuk menindak lanjuti tuntutan terkait.  Aksi Demo LSM GMBI pada Selasa 03 April 2018, didepan halaman kantor Walikota sekitar pukul 09.25 WIB. Perwakilan LSM GMBI Distrik Kota Metro bersama Walikota A.Pairin dan Wakil Walikota Djohan langsung melakukan pertemuan di ruang OR Setda Pemkot setempat.

    Diketahui 17 tuntutan demo rezim Pairin –Djohan 777 diantaranya, mendesak Pairin – Djohan sumpah Mubahalah (Sumpah Kutukan), jika benar tidak ikut serta dalam proyek yang di duga di koordinir oleh anak Walikota A.Pairin yakni ARDITO yang akrab dikenal Pangeran, lewat Kadis PUTR Irianto dan Kabid Cipta Karya Robby serta Kepala ULP Rahman.

    Tuntutan GMBI kepada Wali Kota Metro A.Pairin dan Wakil Wali Kota Djohan hingga saat ini lenyap berlalu dimakan waktu. Pernyataan sikap tertulis Walikota Metro A. Pairin dan Wakil Djohan serta tuntutan untuk melakukan Sumpah Mubahalah (Sumpah kutukan) jika benar tidak terlibat dalam kegiatan proyek di Kota Metro, yang di koordinir oleh Ardito alias Pangeran juga tak terwujud. (lps/nt/red)

  • Ketua DPRD Metro Enggan Berkomentar Banyak Mengenai Dugaan Kelebihan Pembayaran Tunjangan Dewan dalam LPH Tahun 2017

    Ketua DPRD Metro Enggan Berkomentar Banyak Mengenai Dugaan Kelebihan Pembayaran Tunjangan Dewan dalam LPH Tahun 2017

    Metro (SL) – Pemerintah Kota Metro pada tanggal 28 Mei 2018 lalu mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diserahkan langsung oleh Kepala BPK RI perwakilan Provinsi Lampung, Sunarto. Bertepatan yang sama, diserahkan pula secara langsung Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kepada Ketua DPRD Kota Metro Anna Morinda.

    Menyinggung soal LHP TA 2017 tersebut, berdasarkan informasi yang didapat, Lampungsai.com, terdapat hal yang perlu di benahi dan harus memulangkan adanya kelebihan pembayaran atas kegiatan program yang dilaksanakan Pemerintah setempat, ke kas negara.

    Termasuk didalamnya, informasi yang beredar secara menyeluruh 25 keanggotaan DPRD Kota Metro dikenakan sanksi administrasi, dan harus memulangkan kelebihan pembayaran dalam program yang disebutkan Tunjangan Komunikasi.

    Diketahui, para anggota dewan telah mendapatkan tunjangan cukup besar diluar gaji pokok. Diantaranya Tunjangan Operasional Dinas, Tunjangan Perumahan Dewan, Tunjangan Beras. Belum lagi adanya tunjangan atau insentif hampir disetiap kegiatan dewan.

    Terkait hal ini, guna memastikan informasi terkait, termasuk mengkonfirmasikan bunyi LHP yang tentunya patut di informasikan kepada publik. Ketua DPRD Anna Morinda, saat di wawancarai diruang kerjanya, Selasa 31 Juli 2018, enggan berkomentar lebih jauh.

    Anna Morinda menjelaskan hal yang dikonfirmasikan dengan analogi (mengibaratkan) hak gaji pokok. Itupun dirinya enggan menjelaskan lebih jauh dan meminta untuk tidak di dokumentasi berupa record voice (rekaman suara) oleh tim lampungsai.com.

    Redaksi Lampungsai.com mengulas, masih ingat adanya desakan melalui aksi demo yang di gelar LSM GMBI, “AKSI 777” sekitar Maret-April 2018 lalu. Dalam demo pihak GMBI menilai rezim kepemimpinan A. Pairin – Djohan di nilai semakin semrawut dan dinilai sarat kepentingan pribadi dan golongan.

    Kepada Lampungsai.com, Ketua LSM GMBI Distrik Kota Metro Slamet Riyadi menegaskan, banyak hal yang perlu di bedah atas rezim A. Pairin – Djohan. Jajaran pengurus GMBI Distrik Kota Metro sepakat akan melakukan aksi 777 Rezim Pairin-Djohan berkuasa, aksi akan dilaksanakan pada Rabu 04 April 2018, lalu.

    Diketahui 17 tuntutan demo rezim Pairin –Djohan 777 diantaranya, mendesak Pairin – Djohan sumpah Mubahalah (Sumpah Kutukan), jika benar tidak ikut serta dalam proyek yang di duga di koordinir oleh anak Walikota A.Pairin yakni ARDITO yang akrab dikenal Pangeran, lewat Kadis PUTR Irianto dan Kabid Cipta Karya Robby serta Kepala ULP Rahman.

    Mendesak pihak DPRD dan Penegak Hukum menindak lanjuti semua dugaan pelanggaran. Mendesak penegak hukum mengusut atas pengelolaan perparkiran yang dilakukan pihak Dinas Perhubungan. Mendesak Kejaksaan dan Polresta Metro mengusut sistem penghapusan aset terminal diduga ada KKN antara Pemkot dan DPRD serta pengembang.

    Kemudian, mendesak DPRD membentuk Pansus terkait roling jabatan yang dilakukan Walikota diduga ada aroma suap. Mendesak DPRD membentuk Pansus soal pembangunan pasar Kopindo dan Terminal.

    Mendesak Penegak hukum memeriksa proyek penerangan lampu jalan yang di duga dikerjakan oleh oknum PNS. Mendesak DPRD membuatkan rekomendasi ke Kejaksaan atas LHP audit BPK terhadap 19 Paket Proyek TA 2017 yang telah merugikan keuangan negara, serta mendesak penegak hukum untuk mengusut anggaran belanja Rp30 Miliar di BPKAD Kota Metro.

    Tuntutan GMBI kepada Wali Kota Metro A.Pairin dan Wakil Wali Kota Djohan hingga saat ini lenyap berlalu dimakan waktu.

    Pernyataan sikap tertulis Walikota Metro A. Pairin dan Wakil Djohan serta melakukan Sumpah Mubahalah (Sumpah kutukan) jika benar tidak terlibat dalam kegiatan proyek di Kota Metro, yang di koordinir oleh ARDITO (Pangeran) tak terwujud. (red)