Kategori: Kriminal

  • Dokter Residen Unpad Perkosa Keluarga Pasein RSHS Bandung

    Dokter Residen Unpad Perkosa Keluarga Pasein RSHS Bandung

    Bandung, sinarlampung.co-Seorang dokter residen anestesi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah Pratama (31), ditahan oleh pihak kepolisian Polda Jawa Barat atas dugaan pemerkosaan terhadap FH (21 tahun), keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Perkosaan dilakukan ruang nomor 711 Gedung MCHC RSHS Bandung pada 18 Maret 2025, dengan modus tranfusi darah.

    Menurut keterangan korban, pelaku meminta dirinya untuk menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB. Korban diminta untuk berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaiannya. Setelah itu, pelaku menyuntikkan cairan melalui infus, yang menyebabkan korban merasa pusing dan kehilangan kesadaran.

    Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 WIB. Setelah sadar, korban diminta untuk berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya. Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat.

    Kasus rudapaksa ini dilaporkan ke Polda Jabar tanggal 8 Maret 18 Maret 2025 dengan nomor laporan polisi LPB/124/III/2025/ SPKT Polda Jabar. Sedangkan lokasi kejadian berada di Gedung Mother and Child Health Care (MCHC) Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin, Bandung.

    Kronologi Kejadian

    Hari itu, Senin 17 Maret 2025 koban menjaga kerabatnya yang masuk Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Sejak beberapa hari terakhir, kondisi kerabatnya itu memang terus menurun. Puncaknya, kesehatan pasien itu memburuk pada Senin malam itu.

    Dokter Priguna Anugrah Pratama, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi yang saat itu berjaga di ruang IGD menjelaskan kepada korban bahwa kondisi pasien tengah kritis. Oleh karena itu, dibutuhkan segera donor darah untuk menyelamatkan nyawa pasien.

    Korban spontan menyatakan bersedia menjadi donor. Priguna yang diduga sudah merencakan itu lantas mengajak korban menjalani crossmatch. Proses ini dilakukan untuk menemukan kecocokan jenis golongan darah yang akan ditransfusikan kepada penerima. Proses itu, kata Priguna, bakal dilakukan di Ruang 711 di lantai 7 Gedung MCHC.

    Gedung MCHC sejatinya bukan crossmatch. Ruangan itu berfungsi untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak. Saat itu, sudah pukul 01.00 WIB. Sesampainya di ruangan itu, Priguna lalu meminta korban mengganti pakaian. Korban hanya boleh menggunakan pakaian operasi saja.

    Tanpa tahu proses crossmatch, lengan korban dipasang infus. Priguna lalu menyuntikkan cairan obat melalui selang infus. Belakangan, obat itu adalah Midazolam. Dalam sekejap, korban hilang kesadaran. Bahkan korban terlelap selama tiga jam.

    Saat itulah Priguna melakukan aksi bejatnya. Dia memerkosa korban. Ulah itu diduga kuat sudah ia rencanakan sebelumnya. Bahkan pelaku menggunakan kondom, yang telah disimpan di celananya, saat memerkosa.

    Sekitar pukul 04.00 WIB, korban akhirnya sadar. Korban tersadar dengan merasakan pusing di kepala. Tangan dan kemaluannya juga sakit. Dan Nampak seperti tak terjadi apa apa Priguna mengantarkan korban kembali ke tempat pasien dirawat.

    Periksa 11 Saksi

    Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya, pihak kepolisian menetapkan Priguna Anugrah sebagai tersangka dan melakukan penahanan.

    Polda Jawa Barat menjerat pelaku dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa Priguna Anugerah Pratama, diduga memiliki kelainan seksual. Hal itulah yang disinyalir membuat Priguna nekat melakukan pemerkosaan.

    Temuan ini berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan polisi selama beberapa hari terakhir. “Dari hasil pemeriksaan, memang ada kecenderungan pelaku mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” ujar Surawan.

    Untuk itu, Polda Jawa Barat kini tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendalami indikasi kelainan tersebut. Termasuk di antaranya dengan melibatkan para ahli dan psikolog. “Kami akan memperkuat temuan ini melalui pemeriksaan psikologi forensik, serta pendapat para ahli dan psikolog. Hal ini penting untuk menegaskan adanya kecenderungan kelainan perilaku seksual,” tegasnya.

    Sosok dokter Priguna

    Priguna Anugerah Pratama yang menjadi tersangka pemerkosaan terhadap putri pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, adalah dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Priguna tercatat sebagai mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi. Lelaki asal Pontianak, Kalimantan Barat, itu tengah menempuh PPDS di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Saat kejadian, ia sedang menjalani masa pendidikan profesinya di RSHS Bandung.

    Priguna lahir pada 14 Juli 1994 dan kini berusia 31 tahun. Ia bukan warga asli Bandung, melainkan berasal dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Selain itu, Priguna juga diketahui telah menikah dan memiliki seorang istri.

    Harus Ditambah UU Kesehatan

    Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Halimah Humayrah Tuanaya, menilai bahwa polisi kurang tepat jika hanya menggunakan Pasal 6 huruf c UU TPKS untuk menjerat Priguna. Halimah berpendapat, polisi seharusnya juga menerapkan Pasal 15 ayat 1 huruf b karena pelaku merupakan tenaga kesehatan, dan Pasal 15 ayat 1 huruf j karena korban dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.

    “Seharusnya polisi juga menerapkan Pasal 15 ayat 1 huruf b karena pelaku merupakan tenaga kesehatan, dan Pasal 15 ayat 1 huruf j karena korban dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,” ujar Halimah.

    Jika Pasal 15 ayat 1 huruf b dan Pasal 15 ayat 1 huruf j diterapkan, maka pidana penjara bagi pelaku bisa lebih berat. Pasal 15 mengatur tentang pemberatan pidana. Oleh karena itu, Halimah menyarankan agar penyidik tidak hanya menerapkan Pasal 6 huruf c, tetapi juga Pasal 15 ayat 1 huruf b dan Pasal 15 ayat 1 huruf j.

    Dengan demikian, ancaman pidana penjara maksimal bagi pelaku dapat mencapai 12 tahun, ditambah pemberatan sepertiga, sehingga totalnya menjadi 16 tahun. “Pasal 15 itu mengatur tentang pemberatan pidana. Oleh karena itu, penyidik sebaiknya tidak hanya menerapkan Pasal 6 huruf c, tetapi juga Pasal 15 ayat 1 huruf b dan Pasal 15 ayat 1 huruf j. Dengan demikian, ancaman pidana penjara maksimal bagi pelaku dapat mencapai 12 tahun, ditambah pemberatan sepertiga, sehingga totalnya menjadi 16 tahun,” kata Halimah.

    Halimah yang juga Pengurus Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah itu mengingatkan agar polisi memperhatikan hak-hak korban yang telah diatur dalam UU TPKS, jadi polisi harus memperhatikan betul hak-hak korban seperti hak penguatan psikologis, hak atas pelayanan kesehatan, hak atas resitusi dari pelaku, dan hak-hak lainnya.

    “Untuk pemenuhan hak-hak korban, polisi bisa berkordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat. Sedangkan untuk hak resitusi, polisi bisa berkordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban” ujar Halimah. (Red)

  • Jurnalis detiknet.id Firman Jaya Dikeroyok Pemilik Media Floreseditorial.com dan Adiknya Ditahandi NT

    Jurnalis detiknet.id Firman Jaya Dikeroyok Pemilik Media Floreseditorial.com dan Adiknya Ditahandi NT

    Nusa Tenggara Timur, sinarlampung.co-Wartawan detiknet.id Firman Jaya dikabarkan dianiaya oleh wartawan Andre Kornasen dan kawan-kawannya, di Borong, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Senin 31 Maret 2025. Kasus sudah ditangani Polres Manggarai Timur.

    Bahkan penyidik telah menetapkan dua tersangka, yaitu Andre Kornasen, jurnalis sekaligus pemilik media Floreseditorial.com, bersama adiknya Yohanes Jehaman Kornasen, sejak 5 April 2025. Kedua kini menjadi tahanan penyidik Satreskrim Polres Manggarai Timur, Senin 7 April 2025.

    Informasi di Polres Manggarai Timur, peristiwa terjadi saat Adrianus Kornasen dan Yohanes Jehaman Kornasen mendatangi kediaman Firman di Wolo Kolo, Kelurahan Kota Ndora, pada Senin malam, 31 Maret, sekitar pukul 22.30 Wita.

    ”Ya, Adrianus dan adiknya Yohanes diperiksa sebagai tersangka. Selesai pemeriksaan keduanya langsung ditahan untuk 20 hari kedepan. Kedua tersangka diancam lima tahun enam bulan penjara sesuai Kitab Undang Hukum Pidana atau KUHP Pasal 170 ayat 1, ,” kata Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suryanto 7 April 2025.

    Kapolres menyebutkan Adrianus bersama adiknya Yohanes ditahan atas kasus penganiayaan terhadap Firman Jaya yang juga wartawan media online di Kabupaten Manggarai Timur. Bersama teman-temanya, mereka diduga mengeroyok dan menganiaya Firman hingga menyebabkan luka pada area mata kanan dan memar di bagian punggung.

    Pengeroyakan terjadi, pada Senin, 31 Maret 2025 sekitar pukul 23.00 Wita, di Kamar Kos korban yang beralamat di Watu Ipu, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong. Adrianus bersama adiknya Yohanes dan sejumlah teman melakukanpengeroyakan terhadap wartawan Firman Jaya.

    Korban dikeroyok dan dianiaya dengan dipukul menggunakan tangan dan batu hingga mengalami luka serius di pelipis mata kanan. Luka korban telah dijahit hingga 7 jahitan dan telah divisum. Kasus ini kemudian dilaporkan korban, Firman Jaya k SPKT Polres Manggarai Timur, dengan nomor LP/B/65/III/2025/SPKT POLRES MATIM.

    Firman Jaya, mengatakan bahwa dirinya mengetahui penetapan tersangka terhadap kakak dan adik itu, setelah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pada Sabtu malam, 5 April 2025.

    “Sesuai SP2HP yang saya terima, sudah ada tersangka yaitu Adrianus Kornasen dan adiknya, Yohanes Jehaman Kornasen ,” kata Firman Jaya dalam keterangan tertulisnya, Minggu 6 April 2025 siang.

    Dirinya mengapresiasi Polres Manggarai Timur yang mengusut kasus itu secara serius hingga penetapan tersangka. “Terima kasih kepada penyidik yang sudah bekerja keras memproses kasus ini hingga penetapan tersangka. Semoga ini jadi pelajaran ke depan agar tidak ada lagi kasus kekerasan seperti yang saya alami,” katanya.

    Forum Anti Kekerasan Manggarai Timur mengecam aksi kekerasan tersebut dan meminta polisi untuk mengusutnya secara tuntas. “Apapun motif di balik peristiwa itu, kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Borong ini kota kecil. Kita ingin jadikan Borong ini sebagai kota damai. Tidak boleh ada kekerasan dan tindakan premanisme di Borong ini,” katanya. (Red)

  • Polda Metro Jaya Masih Selidiki Kematian Wartawan Insulteng.id Situr Wijaya

    Polda Metro Jaya Masih Selidiki Kematian Wartawan Insulteng.id Situr Wijaya

    Jakarta, sinarlampung.co-Wartawan media online, Insulteng.id Situr Wijaya , ditemukan tewas di sebuah kamar di hotel D Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat 4 April 2025 malam. Penyebab kematian jurnalis asal Palu, Situr Wijaya, masih dalam penyedilikan kepolisian. Polda Metro Jaya menyatakan hasil autopsi sementara menyebutkan bahwa wartawan media online Insulteng.id itu meninggal karena sakit infeksi paru.

    “Berdasarkan hasil autopsi sementara, terdapat indikasi adanya infeksi pada paru-paru. Korban terindikasi mengalami infeksi paru-paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, infeksi tersebut diduga akibat penyakit TBC,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, Senin, 7 April 2025.

    Ade mengatakan, dari hasil penyidikan di tempat kejadian perkara (TKP), ditemukan ada sejumlah obat di kamar hotel tempat korban ditemukan. Beberapa obat tersebut untuk pengobatan infeksi. Meskipun begitu, polisi masih akan memastikan kembali penyebab kematian wartawan asal Palu itu, dan akan ada pemeriksaan lebih lanjut yang segera dilakukan.

    Pihak keluarga membenarkan Situr mengidap infeksi paru. “Situr Wijaya tengah menjalani pengobatan rutin untuk penyakit TBC tiga bulan belakangan ini,” kata Syahrul, juru bicara keluarga Situr.

    Menurut Syahrul, Situr rutin berobat setiap dua minggu. Situr menjalani pengobatan di salah satu puskesmas di Kabupaten Sigi yang merupakan domisili asli Situr. Meskipun begitu, lanjut Syahrul, keluarga masih belum berani menyimpulkan penyebab kematian Situr. “Keluarga masih menunggu hasil pemeriksaan dari pihak kepolisian. Kami belum mau terlalu berasumsi, kami masih akan memastikan dugaan penyebab lain dari kematian almarhum,” ujar Syahrul.

    Sebelumnya, Situr Wijaya ditemukan tewas pada Jumat malam, 4 April 2025. Ia diduga meninggal pada Jumat malam sekitar pukul 22.25 WIB. Namun, pihak hotel baru memanggil ambulans untuk mengangkut jenazah keesokan harinya.

    Subadria Nuka dan Stein Siahaan kuasa hukum pemilik dan sopir ambulans berinisial SF dan AS yang mengangkut jenazah wartawan Situr Wijaya dari hotel, menyebutkan korban sempat minta diorderkan ambulans untuk diantar ke rumah sakit terdekat.

    “Kehadiran klien kami (SF dan AS) ke hotel tersebut atas adanya orderan dari seorang wanita yang mengaku teman dekatnya korban dan mengaku bahwa jurnalis tersebut sedang sakit lalu diminta dibawa untuk diantarkan ke rumah sakit terdekat di Kebon Jeruk,” kata Subadria dalam keterangannya yang diterima, Senin, seperti dikutip Antara.

    Stein mengatakan, pada awalnya klien mendapat orderan ambulans melalui chat yang intinya meminta mengantarkan pasien dari hotel di Kebun Jeruk menuju rumah sakit terdekat. “Sesampainya klien kami di kamar hotel tersebut, terlihat kondisi Situr Wijaya sudah tergeletak dan terlihat seperti sudah beberapa jam meninggal,” ucapnya.

    Stein juga menjelaskan pada saat di hotel, perempuan yang mengorder ambulans tersebut mengaku bahwa dirinya adalah teman jurnalis tersebut. Subadria juga menyebutkan menurut keterangan kliennya, pertama kali melihat Situr Wijaya secara kasat mata tidak ada luka sayatan dan informasi dari penyidik untuk hasil sementara belum ditemukan adanya dugaan kekerasan fisik.

    Subadria Nuka dan Stein Siahaan mendampingi saksi SF dan AS saat pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Minggu, 6 April 2025, pukul 00.30 WIB. “Klien kami SF dan AS menjadi saksi atas Laporan Polisi LP/B/2261/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana pembunuhan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga almarhum jurnalis yang berasal dari Palu, Sulawesi Tengah,” kata Subadria.

    Sebelumnya Kuasa Hukum Situr Wijaya mengatakan kliennya meninggal secara mendadak di salah satu hotel di Jakarta pada Jumat, 4 April 2025, diduga menjadi korban kekerasan berujung pembunuhan. “Kami sudah memasukkan laporan ke Polda Metro Jaya, tentang dugaan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 338 KUHP,” kata Rogate Oktoberius Halawa, kuasa hukum keluarga Situr Wijaya, dari Palu Sabtu.

    Dimakamnkan di Palu

    Jenazah Situr sudah diterbangkan ke Palu dan dimakamkan di Desa Bangga, Kabupaten Sigi, pada Minggu, 6 April 2025. Keluarga korban mengatakan, jenazah sebetulnya pertama kali ditemukan oleh pihak hotel, tetapi mereka tidak segera melapor kepada pihak kepolisian terkait penemuan jenazah Situr Wijaya tersebut.

    “Yang menemukan pertama kali jenazah korban itu pihak hotel, sama Mr V dan beberapa orang yang tidak kita kenal,” kata Syahrul, ketika ditemui di Polda Metro Jaya pada Rabu, 9 April 2025.

    Dalam salinan foto yang ditunjukkan oleh Syahrul kepada wartawan, tidak terlihat ada personil polisi yang berada di tempat kejadian perkara (TKP). Selain itu, tidak ada juga garis polisi yang dipasang di sekitar kamar hotel tempat korban ditemukan. “Waktu jenazahnya mau diangkat, tidak ada police line, tidak ada petugas lain,” ujar Syahrul.

    Mengetahui fakta tersebut, Syahrul dan keluarga korban dengan cepat memutuskan untuk meminta dilakukan visum dan juga autopsi kepada korban. Syahrul mengatakan, saat itu ia menghubungi beberapa polisi yang ia kenal dan sedang bertugas di Jakarta untuk mengarahkan ambulans ke RS Polri untuk ditindaklanjuti.

    “Karena kalau nanti jenazah sudah berpindah ataupun sudah disuntik formalin sebelum ditangani visum dan autopsi oleh polisi, bisa jadi tanda-tanda di tubuh korban bisa hilang,” ujar Ketua PWI Peduli Sulawesi Tenggara tersebut.

    Syahrul menambahkan, ketika beberapa waktu lalu pihak kepolisian melakukan olah TKP, kamar hotel di mana korban ditemukan tewas sudah bersih tanpa jejak. Padahal, kata Syahrul, ada bekas cairan di dekat bagian kepala korban yang seharusnya bisa menjadi petunjuk. “Polisi kan jadi tidak dapat mengetahui ini cairan apa,” ujarnya.

    Sebelumnya, Rogate Oktoberius Halawa yang mengaku sebagai kuasa hukum pihak keluarga mengatakan informasi kematian korban justru didapatkan dari pihak RS Duta Indah, Jakarta Utara. Jenazah korban diketahui memang sempat dibawa oleh ambulans ke RS Duta Indah sebelum akhirnya dipindahkan ke RS Polri.

    Sebelumnya Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat AKBP Arfan Zulkan Sipayung mengatakan polisi langsung mendatangi tempat kejadian saat mendapat laporan. “Kemarin kita ke TKP jam 21.00 WIB, setelah dapat laporan. Jenazah ditemukan di kamarnya sendiri di Hotel D’Paragaon Kebon Jeruk. Ini jenazah orang (asal) Palu,” kata Arfan, Sabtu 5 April 2025.

    Arfan mengatakan jenazah langsung dibawa ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur untuk proses autopsi. Ia menyebut belum ada bukti kekerasan benda tumpul pada tubuh korban, kendati ada tanda lebam pada sebagian tubuhnya.

    “Lebam di bagian badan. Di badan, tidak ada di muka. Maksudnya belum ada bukti penganiayaan, sementara ya. Untuk hasil autopsi kan kita tunggu hasil visum luarnya. Untuk bekas penganiayaan, bekas benda tumpul, belum ada,” kata Arfan. (Red)

  • Germasi Laporkan Mafia Tanah dan Kerusakan Alih Fungsi Lahan TNBBS, Libatkan Pejabat Daerah dan Pusat?

    Germasi Laporkan Mafia Tanah dan Kerusakan Alih Fungsi Lahan TNBBS, Libatkan Pejabat Daerah dan Pusat?

    Bandar Lampung, sinarlampung.co-Aktivis Masyarakat Independent Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GERMASI) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) terkait mafia tanah, alih fungsi lahan, serta pengrusakan kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di wilayah Lampung Barat ke Kejaksaan Tinggi Provinsi Lampung.

    Dalam laporan tersebut, GERMASI menyoroti dugaan keterlibatan sejumlah oknum pejabat baik dari daerah maupun pusat. Di antaranya adalah Oknum Bupati Lampung Barat, Oknum Anggota DPRD Lampung Barat, Oknum Kepala Balai Besar TNBBS, Oknum Mantan Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta pihak dari ATR/BPN Lampung Barat.

    Kuasa hukum GERMASI, Hengki Irawan SH MH, dalam konferensi persnya menyampaikan bahwa pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti pendukung terkait dugaan keterlibatan para oknum tersebut.

    “Kami sudah memiliki dokumen dan data lain yang cukup kuat untuk melaporkan kasus ini ke Kejati Lampung. Kami meminta aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti laporan ini dan memproses semua pihak yang terlibat sesuai hukum yang berlaku,” ujar Hengki

    Mnurut Hengki kawasan TNBBS yang seharusnya menjadi kawasan konservasi dan dilindungi oleh undang-undang justru berubah dan beralih fungsi menjadi areal perkebunan Kopi Robusta dan pemukiman yang diduga kuat difasilitasi oleh oknum-oknum berkepentingan.

    “Kami melihat adanya skenario sistematis untuk mengalihkan fungsi lahan secara ilegal demi kepentingan bisnis, dengan mengorbankan kelestarian lingkungan,” tambahnya.

    Laporan ini menambah daftar panjang persoalan tata kelola lahan dan kehutanan yang diduga sarat kepentingan serta permainan pihak-pihak tertentu yang menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi maupun kelompok.

    Pihak Kejati Lampung hingga berita ini diturunkan belum memberikan keterangan resmi terkait laporan tersebut.

    Ribuan Hektar Alih Fungsi Jadi Kebun Kopi

    Sebelumnya alih fungsi lahan di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kembali menjadi sorotan. Berdasarkan data dari total 57.530 hektare Kawasan Hutan TNBBS yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Lampung Barat, terdapat sekitar 21.925 hektare telah dibuka ( open area ) dan secara dominan berubah menjadi perkebunan kopi robusta.

    Founder Masyarakat Independent GERMASI Ridwan Maulana, CPL.CDRA mencurigai adanya dugaan indikasi penguasaan lahan oleh pihak tertentu yang menggunakan nama masyarakat sebagai tameng. Pasalnya, luasnya lahan yang telah beralih fungsi dinilai tidak mungkin sepenuhnya dikuasai oleh petani kecil secara mandiri.

    “Kami melihat ada kejanggalan dalam alih fungsi lahan ini. Tidak mungkin lahan seluas itu dikuasai oleh masyarakat secara individu tanpa ada peran atau campur tangan dari pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan besar,” Ujar Ridwan

    Aktifis Masyarakat Independent GERMASI menduga ada oknum orang besar dan berpengaruh yang diduga ikut bermain di balik alih fungsi hutan ini, yang mana tentunya sosok tersebut memiliki akses terhadap penguasaan lahan secara ilegal. Aktifis Masyarakat Independent GERMASI mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi guna memastikan tidak adanya praktik mafia tanah yang merugikan negara dan lingkungan.

    Aktifis Pemerhati Lingkungan dari Lembaga Konservasi 21 Ir. Edy Karizal mengatakan secara umum bahwa rusaknya lahan Kawahan Hutan TNBBS yang sudah beralihfungsi jadi kebun kopi sekitar 21.925 hektar itu sudah pasti didukung perusahaan-perusahaan yang selama ini menikmati manisnya hasil haram kopi robusta dari Kawasan Hutan TNBBS.

    ” Kerusakan yang sudah masif tersebut menguntungkan perusahaan kopi dengan tanpa harus memiliki lahan perkebunan, tanpa butuh tenaga kerja, dan tinggal mensupport petani kopi dari sisi budidaya dan pemasaran, maka keuntungan perusahaan ini sangat besar dan dilihat sebagai dewa penolong dari petani yang secara haram masuk Kawasan Hutan TNBBS dan membuka hutan apalagi didukung oleh Pemerintah Daerahnya yang hanya memikirkan kepentingan konstituennya dalam jangka pendek tanpa melihat bahwa tindakan mereka telah merugikan banyak manusia dalam skala yang lebih besar,” katanya,

    “Harga kopi yang semakin melejit ini justru menambah ancaman perusakan hutan kawasan, hari demi hari oleh oknum-oknum yang meraup bisnis dari kopi dan jual beli lahan kawasan ,“ lanjutnya.

    Edy menambahkan Pihak – Pihak yang mendukung perusakan hutan TNBBS yang merupakan sumber plasma nutfah, sumber oksigen, dan penyerap karbon dioksida yang sangat besar, dan sumber mata air sebagian wilayah kabupaten lainnya adalah tindakan biadab dan sangat tidak manusiawi. Karena Kawasan Hutan TNBBS adalah ekosistem terakhir yang menjadi sumber kehidupan mahluk hidup dan juga manusia di beberapa Kabupaten di Propinsi Lampung.

    “APH harus menindak tegas dan mengusut masalah ini secara tuntas kalau tidak kita semua akan menui bencana yang lebih besar dan gak mungkin lagi diselesaikan dalam jangka pendek. Pemda Lambar harus bertanggung jawab atas kerusakan ini karena dengan sengaja mendukung masuknya masyarakat dalam Kawasan Hutan TNBBS”, Tegas Edy

    Alih fungsi lahan secara masif ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait dampak ekologis. Deforestasi di kawasan hutan konservasi berpotensi mengancam keberlanjutan ekosistem, mengurangi fungsi hutan sebagai penyangga air, serta meningkatkan risiko bencana alam seperti tanah longsor dan banjir.

    Aktifis Masyarakat Independent GERMASI dan Aktifis Lembaga Konservasi 21 meminta kepada Pemerintah Pusat , TNI, Balai Besar TNBBS, dan Aparat Penegak Hukum ( APH ) khususnya Kejaksaan Agung RI untuk turun tangan terkait keterlibatan oknum orang besar yang diduga menguasai lahan secara ilegal, agar dapat di tindak tegas sesuai dengan ketentuan aturan hukum yang belaku di indonesia.

    Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait dugaan ini. Namun, aktifis anti korupsi dan aktivis lingkungan terus mendorong transparansi dan penegakan hukum agar kawasan konservasi tidak semakin terancam oleh kepentingan pihak tertentu. (Red)

  • Polda Lampung Diminta Usut Korupsi APDESI Peringsewu Modus Tarik Iuran Kades, Termasuk Rp4,2 miliar Untuk 13 Organisasi Media? 

    Polda Lampung Diminta Usut Korupsi APDESI Peringsewu Modus Tarik Iuran Kades, Termasuk Rp4,2 miliar Untuk 13 Organisasi Media? 

    Pringsewu, sinarlampung.co-Diduga menjual nama Polres dan Kejaksaan,  Pengurus ssosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Pringsewu memungut dana desa (DD) pada 13 Kepala Pekon (Desa, Red). Tiap desa diminta Rp6 juta. Alasannya, untuk setor ke aparat penegak hukum (APH) setempat.

    Salah satu Kepala Pekon, di Kecamatan Pardasuka, KS, penarikan Rp6 juta itu langsung dilakukan oleh Ketua APDESI Jevi Hardi Sofyan dan Bendahara Khotmanudin. Uang itu katanya untuk Kejari dan Polres Pringsewu,” Kata KS, kepala Pekon di Kecamatan Pardasuka, Selasa 31 Desember 2024 dilangsir hello Indonesia.

    Bahkan, Apdesi Pringsewu sebelumnya juga menarik Rp4,2 Miliar Dana Desa, dari nilai Rp35 juta per Pekon, dikali 120 Kepala Pekon, dengan alasan untuk pembayaran media melalui 13 lembaga atau organisasi wartawan dan Media yang ada di Pringsewu, pada Jumat 20 Desember 2024.

    Sayangnya, saat di konfirmasi wartawan, seluruh nomor ponsel Ketua Apdesi Jevi Hardi Sofyan dan Khotmanudin tak merespon, sebagai tidak aktif. Atas munculnya dugaan pencatutan nama kedua institusi itu, Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu Raden Wisnu Wicaksono melalui Kasi Intel Kadek Dwi Ari Atmaja ketika dikonfirmasi wartawan melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp juga belum merespon.

    Sementara, Kapolres Pringsewu AKBP M. Yunus Saputra melalui Kasat Reskrim Iptu Muhammad Irfan dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengatakan bahwa hal tersebut tidak benar. “Gak bener itu,” kata Irfan.

    Keterangan Bendahara Apdesi

    Sebelumnya, Bendahara Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Pringsewu, Khotmanudin mengakui telah memungut dana Rp.6 juta dari kantong pribadi Kepala Pekon (Kakon) ke 13 Kakon, bukan dari dana desa (DD) di Kecamatan Pardasuka.

    Soal dana Rp35 juta dari Kakon, diakui Khotman, untuk pembayaran kerja sama dengan media, baik online atau cetak dan tergabung dalam organisasi media. “Semua itu sudah disepakati dalam rapat APDESI agar satu pintu,” katanya.

    Menurutnya, banyak keluhan Kakon terkait banyaknya media, maka disepakati pembayaran satu pintu melalui APDESI dan belum sepenuhnya terkumpul. “Pembayaran sudah melalui organisasi media yang ada di Kabupaten Pringsewu,” ujarnya.

    Kembali ke sumbangan pribadi Rp6 juta per Kakon, kata dia, bukan untuk Aparat Penegak Hukum (APH), tapi buat kas APDESI. “Jadi, tidak benar sumbangan tersebut buat setor ke APH, yakni Polres dan Kejari,” itu kata Khotmanudin, Minggu 5 Januari 2024 lalu.

    Dana tersebut, dijelaskan Khotman, untuk kegiatan-kegiatan Kakon yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, sejak tahun 2023 sampai 2024. “Pengumpulan dananya sudah disampaikan melalui rapat pengurus,” jelasnya.

    Masih kata Khotman, Jajaran APDESI kabupaten dan kecamatan serta para kepala pekon sudah sepakat, dana dikumpulkan melalui pengurus APDESI di tiap kecamatan. Namun, belum semua Kakon yang menyetorkannya.

    Diberitakan sebelumnya, APDESI Kabupaten Pringsewu diduga memungut DD ke 13 kakon masing-masing Rp6 juta per pekon. Alasannya, untuk setor ke aparat penegak hukum (APH) setempat. Menurut KS, salah satu kakon di Kecamatan Pardasuka, Selasa 31 Desember 2024,

    Ketua APDESI Jevi Hardi Sofyan dan Bendahara Khotmanudin yang diduga langsung mengambil uangnya. Sebelumnya, pada Jumat 20 Desember 2024, diduga, keduanya pernah pula memungut DD masing-masing Rp35 juta terhadap 120 kakon dengan dalih buat pembayaran media melalui 13 lembaga pers yang ada di Pringsewu.

    Sebelumnya juga sempat ramai soal iuran Rp60 juta setiap Pekon. Namun hal itu dibantah Apdesi Pringsewu bersama jajaran kepala pekon membantah hal itu. Jevi Herdi Sofyan menjelaskan bahwa pembayaran anggara media melalui 12 lembaga bukanlah pembayaran kepada lembaga itu sendiri, melainkan untuk media yang tergabung seperti media cetak, online maupun elektronik.

    Pembayaran itu juga tak sembarang, pasalnya anggaran diberikan hanya kepada media yang sudah memiliki memorandum of understanding (MoU) dan telah berlangganan sebelumnya.

    Jevi menyebutkan, bahwa kerjasama antara DPC Apdesi dan lembaga atau wartawan bertujuan untuk mempermudah pembayaran media dan bukan merupakan tindakan yang mencurigakan. “Kami sebagai pengurus DPC Apdesi justru kebingungan, apalagi jika kami disangka melakukan permufakatan jahat oleh pihak tertentu terhadap DPC Apdesi dan DPK Apdesi di Pringsewu,” ujarnya. (Red) 

  • Diduga Mafia Tanah Melibatkan Oknum Polisi Ada Sporadik 198 Hektar Terbit di Lahan Bersertifikat Milik Desa

    Diduga Mafia Tanah Melibatkan Oknum Polisi Ada Sporadik 198 Hektar Terbit di Lahan Bersertifikat Milik Desa

    Pesawaran, sinarlampung.co-Penerbitan sporadik seluas 198 hektar di Desa Lumbirejo, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, diduga janggal, dan sarat mafi tanah. Untuk Ormas Garuda Berwarna Nusantara meminta Polda Lampung, dan Satgas Mafia Tanah segera turun, karena terindikasi melibatkan oknum aparat.

    Ketua Umum Ormas Garuda Berwarna Nusantara, Johan Syahril mendesak Kapolda Lampung segera mengusut dugaan pemalsuan dokumen terkait penerbitan sporadik yang ditandatangani Kepala Desa Lumbirejo, Ridho, pada 24 Oktober 2024.

    Dalam rilis resmi kepada media pada 26 Maret 2025, Johan Syahril menegaskan bahwa penerbitan sporadik tersebut cacat hukum karena lahan yang dimaksud telah memiliki alas hak yang sah, mulai dari Sporadik, Akta Jual Beli (AJB), hingga sertifikat.

    “Kami meminta Kapolda Lampung melalui Ditreskrimum untuk mengusut tuntas dugaan pemalsuan dokumen dalam penerbitan sporadik ini. Bagaimana bisa tanah yang telah memiliki alas hak sah sejak tahun 1985 tiba-tiba diterbitkan sporadik baru atas nama pihak lain?,” kata Johan.

    Menurut Johan bahwa di dalam lahan 198 hektar tersebut, terdapat tanah milik Sumarno Mustopo seluas 90 hektar yang telah memiliki AJB sejak 1985 hingga 1995. Sementara sisanya, sekitar 100 hektar, merupakan milik masyarakat dengan dokumen resmi mulai dari AJB hingga sertifikat, serta sebagian lagi dimiliki oleh sebuah perusahaan di Lampung.

    Johan menilai penerbitan sporadik ini berpotensi melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen dan menduga ada permainan mafia tanah di baliknya. “Kami mohon Kapolda Lampung bertindak tegas dan Jangan biarkan ada arogansi oknum tertentu yang ingin menguasai tanah masyarakat secara ilegal. Ini jelas merugikan banyak pihak dan harus segera dihentikan,” ujarnya.

    “Kasus ini menjadi perhatian serius, terutama bagi pemilik lahan yang sah. Publik kini menanti langkah tegas aparat kepolisian dalam mengusut dugaan mafia tanah yang semakin meresahkan,” katanya. (Red)

  • Ketua Komisi III DPR Sepakat Usul Kementerian HAM Hapus SKCK

    Ketua Komisi III DPR Sepakat Usul Kementerian HAM Hapus SKCK

    Jakarta, sinarlampung.co-Ketua Komisi III DPR Habiburokhman sepakat dengan usul Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menghapus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

    “Kalau saya pribadi (setuju), tapi kan saya Ketua Komisi III, tentu pendapat pribadi saya ngaruh banget ya kan. Menurut saya sih sepakat, enggak usah (ada) SKCK,” kata Habiburokhman kepada wartawan, Kamis 27 Maret 2025 lalu.

    Habiburokhman mengatakan penghapusan SKCK ini bisa diberlakukan pada semua pihak, termasuk para mantan narapidana. “Untuk semua, kan tinggal berlaku saja ini. Kalau ketentuan apa namanya orang enggak pernah dipidana dalam pemilu segala macam, kan orang sudah tahu semua yang pernah dipidana,” ujarnya.

    Menurut Habiburokhman, SKCK sebagai sebuah persyaratan terkadang justru menyulitkan masyarakat. Misalnya, saat sedang mencari pekerjaan. “Saya mau cari kerja misalnya, perlu SKCK, itu benar-benar, satu ongkos ke kepolisiannya, ngantrenya,” ucap dia.

    Lebih lanjut, politisi Gerindra itu mengklaim Komisi III juga sudah beberapa kali membahas soal SKCK ini dalam rapat bersama Polri. Ia berpendapat tak ada jaminan bahwa orang yang dapat SKCK tidak bermasalah.

    “Saya kan sering mempertanyakan kan ya. SKCK ini dari PNBP-nya gimana? Seinget saya tuh engak signifikan. Sudah buat apa juga. Capek-capek polisi ngurus SKCK,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kementerian HAM mengusulkan penghapusan SKCK kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Salah satu tujuan dari usulan itu adalah untuk memudahkan mantan narapidana mendapat pekerjaan usai kembali ke masyarakat.

    “Kita meminta kepada pihak yang berwenang dalam hal ini Kepolisian RI untuk meninjau kembali bahkan mungkin menghapuskan SKCK,” ujar Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Nicholay Aprilindo di Kantornya, Jakarta, Jumat 21 Mareta 2025

    Nicholay mengungkapkan Kementerian HAM telah mengirimkan surat ke Kapolri yang ditandatangani langsung Menteri HAM Natalius Pigai. Adapun usulan tersebut diperoleh setelah Kementerian HAM mengunjungi beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) dan mendapat keluhan dari para narapidana.

    Ada salah seorang narapidana yang melakukan kejahatan berulang karena saat bebas dari penjara tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonominya. Narapidana tersebut mengaku sulit mendapat kerja lantaran ada syarat SKCK yang diminta oleh perusahaan-perusahaan. Nicholay menegaskan usulan tersebut tak khusus untuk mantan narapidana saja, tapi juga untuk semua masyarakat. (Red)

  • Ada Pungli PTSL di Pekon Padang Cahya Lampung Barat

    Ada Pungli PTSL di Pekon Padang Cahya Lampung Barat

    Lampung Barat, sinarlampung.co-Proses pembuatan sertifikat tanah hasil Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024 di Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balikbukit, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) sarat dengan pungutan liar (pungli). Bahkan pungli dikuatkan dengan kwintasi bukti pembayaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pekon Padang Cahya.

    Dari penyusuran wartawan di Pekon Padang Cahya, masyarakat yang mengikuti program PTSL tahun 2024 di Pekon Padang Cahya mencapai 340 orang. Dan masyarakat yang mengikuti program tersebut wajib mengeluarkan biaya Rp550 ribu sampai dengan Rp600 ribu untuk satu bidang tanah kepada Pemerintahan Pekon.

    Dan sebagai tanda bukti biaya PTSL, Pemerintah Pekon Padang Cahya memberikan bukti pembayaran berupa kwintansi dengan tanda tangan serta cap basah milik Peratin Pekon Padang Cahya. Dalam kwintansi tertulis dengan jelas nominal tarip yang dipatok pihak Pekon Padang Cahya, yakni masyarakat harus membayar sebesar Rp550 ribu perbuku atau bidang tanah.

    Dalam kwuitansi juga tertulis dengan jelas nama aparat pekon yang menerima pembayaran dan menandatangani bukti pembayaran itu, yakni Kasi Pembangunan Pekon Padang Cahya Ahmad Toha Islami.

    Kwintansi juga dicap basah Peratin Padang Cahya yang dikeluatkan pada tanggal 10 Februari 2025 lalu. Kewintansi dikeluarkan Pemerintah Pekon Padang Cahya satu bulan sebelum dilakukan pembagian sertifikat PTSL secara kolektif pada 11 Maret 2025 lalu.

    “Ya benar mas pihak pekon Padang Cahya yang mengeluarkan kwintansi tersebut sebagai tanda bukti pembayaran dari pembuatan sertifikat tanah PTSL tahun 2024. Satu bulan sebelum pembagian sertifikat biaya sudah dibayar lunas sebesar Rp550 ribu dan diberikan tanda bukti pembayaran berupa kwintansi yang ada cap basah milik pekon,” kata sumber di Pekon Padang Cahya.

    Tentu saya biaya yang ditetapkan pihak Pekon itu bertentangan dengan biaya maksimal yang tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Menteri PDTT), yang hanya dibebani Rp200 ribu rupiah.

    Kasi Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor ATR/BPN Lambar, Ferhat membenarkan bahwa biaya maksimal dalam proses pelaksanaan PTSL tetap mengacu pada SKB 3 Menteri, hanya Rp200 ribu. Dan mastikan bahwa jika ada penarikan biaya melebihi jumlah tersebut, dipastikan tidak dibenarkan serta masuk dalam ranah hukum sebagai tindakan pungutan liar.

    Belum ada penjelasan resmi dari Kepala Pekon Padang Cahya, termasuk Kasi Pembangunan Pekon Padang Cahya Ahmad Toha Islami. Dikonfirmasi wartawan dua pejabat Pekon itu tidak merespon. (Red)

  • Konflik PT San Xiong Steel Indonesia Gubernur Kordinasi Dengan Polda Lampung, Peritahkan Disnaker Segera Turun

    Konflik PT San Xiong Steel Indonesia Gubernur Kordinasi Dengan Polda Lampung, Peritahkan Disnaker Segera Turun

    Lampung Selatan, sinarlampung.co-Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal memerintahkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Langsung segera turun ke lokasi PT San Xiong Steel Indonesia di Lampung Selatan untuk mengatasi konflik internal perusahaan tersebut. Gubernur juga langsung melakukan koordinasi dengan aparat keamanan demi menjaga kondusifitas investasi di Lampung.

    Baca: Disnaker Stop Operasi PT San Xiong Steel Indonesia, Tungku Pelebur Tak Sesuai K3 KNPI Desak Perusahaan Ditutup

    Baca: Sistem Produksi Diduga Bermasalah K3 Tak Jelas FPSBI-KSN Dukung Polda Usut PT San Xiong Steel 

    “Kita sudah perintahkan Dinas Tenaga Kerja ke Lapanga. Agar tidak ada lagi para pekerja yang dikurung. Pemprov Lampung segera berkoodinasi dengan aparat keamanan agar perusahaan ini tetap beroperasi setelah libur Lebaran,” kata Gubernur, menanggapi konflik PT San Xiong Steel pekan lalu.

    Menurut Mirza, pihaknya sudah mendapat laporan terkait masalah PT San Xiong Steel Indonesia dari Konsulat Jenderal Republik Rakyat China (RRC) yang berkunjung ke Lampung, pekan lalu. “Ini memang berawal dari pinjaman ke Bank,” kata Mirza saat dikonfirmasi, Jumat 28 Maret 2025 malam.

    Staf Konsulat Jenderal RRC kata Mirza, meminta agar ikut menjaga kondusifitas PT San Xiong Steel Indonesia karena menyangkut kepercayaan investasi asing ke Indonesia khususnya Lampung. “Konsulat Jenderal RRC akan berkunjung kembali ke Lampung menyikapi kisruh ini. Dan Pemerintah China amat mendukung perusahaan ini sebagai salah satu model investasi Negeri Tirai Bambu itu di Indonesia,” katanya.

    Sebelumnya, keributan terjadi di PT San Xiong Steel Indonesia di Jalan Lintas Sumatra, Tarahan, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan, Kamis 27 Maret 2025. PT San Xiong Steel adalah Perusahaan modal asing (PMA) China di bidang peleburan besi dan baja.

    Informasi dilokasi pabrik menyebutkan, bermula tiba-tiba datang sesorang bernama Finny Fong yang mengaku sebagai direktur perusahaan dan memaksa masuk pabrik dan langsung merantai pintu gerbang pubrik.

    Selain mengunci pabrik, Finny Fong juga mengunci kantor dan kamar pekerja WNA asal China yang tinggal di dalam pabrik. Bahkan para pekerja WNA itu tidak bisa mengambil dokumen identitas dan keperluan pribadi termasuk obat-obatan dan terpaksa tinggal di area kantin karyawan.

    Para pekerja WNA itu tidak dibolehkan keluar lokasi. Jika memaksa keluar diancam akan dilarang masuk kembali. Bahkan terjadi adu mulut saat rombongan pihak Finny Fong memaksa masuk ke areal pabrik. Pasalnya karyawan dan staf perusahaan menyatakan tidak mengenal Finny Fong sehingga berkeras mencegahnya masuk pabrik.

    Para pekerja yang sudah puluhan tahun bekerja disana menyatakan tak pernah mendapat informasi adanya pengalihan kepemilikan perusahaan ke pihak manapun. Termasuk ke Finny Fong yang mengaku sebagai pemilik baru.

    Kedatangan Finny Fong juga dianggap aneh karena pengakuan ganti pemilik perusahaan tidak disosialisasikan. Bahkan rombongan itu datang saat perusahaan sudah libur IdulFitri. Sehingga pimpinan dan karyawan tidak ada di tempat.

    Setelah berhasil masuk Finny Fong langsung merantai pintu masuk area pabrik dan kantor. Pihaknya melarang siapa pun keluar masuk gerbang utama. Pada Jumat 28 Maret 2025, ada dua pekerja asing berusaha meloloskan diri dari pabrik.

    Dan menceritakan bahwa dia dan teman-temannya tidak bisa masuk ke kamar, listrik dipadamkan. Dan mereka mendapatkan perlakuan tidak layak. Dia menceritakan Finny Fong berusaha mengusir mereka, dan mengancam semua pekerja asing yang tinggal didalam pabrik yang keluar pabrik tidak boleh masuk lagi.

    Kedua pekerja WNA itu tidak boleh masuk pabrik. Seluruh dokumen, identitas dan barang-barang pribadi masih berada di dalam kamar yang terkunci dalam pabrik. Lalu, mereka melaporkan tindakan Finny ke Polda Lampung.

    Bahwa petugas Polda Lampung bersama pekerja asing dan pihak Konsulat China datang ke pabrik, sempat tidak diperbolehkan masuk. Petugas Polda kemudian lebih dulu masuk dengan Finny. Setelah satu jam kemudian baru mereka boleh masuk disusul pihak Konsulat China.

    Pekerja yang dihubungi mengeluhkan sikap Finny yang berusaha mengatur semuanya agar terlihat baik dan tanpa masalah. Padahal pekerja yang ingin mengambil obat dan dokumen untuk melengkapi laporan ke Polda dilarang. Mereka diperbolehkan mengambil namun diancam jika ambil, tidak boleh masuk kembali ke pabrik.

    Diduga kisruh ini bermula dari tawaran Finny Fong membantu keuangan perusahaan. Manajemen diminta menyerahkan dokumen-dokumen perusahaan. Kemudian Fanny mengklaim diri sebagai pemilik perusahaan. Tindakan Finny ini sempat dilaporkan ke Polda Lampung.

    Pekerja Bingung Dengan Status dan Gaji

    Salah satu pekerja PT San Xion Steel Indonesia mengaku kebingungan dengan apa ang terjadi ditempatnya bekerja. “Kami tidak tahu bahwa ada pergantian jajaran di perusahaan ini. Tiba-tiba Ibu itu datang dengan membawa banyak orang dan mengunci semua ruangan. Di sini masih ada TKA yang tinggal di mess mereka dan juru masak. Disuruh pergi tetapi mereka tetap bertahan karena tidak tau mau kemana. Sementara listrik dipadamkan,” ujar pekerja itu.

    Pekerja itu mengungkapkan kekhawatirannya tentang gaji mereka yang belum dibayar. “Kami sangat menyayangkan perihal ini terjadi. Apakah tidak dapat diselesaikan secara hukum, kan negara ini negara hukum. Bila seperti ini, kami yang bekerja disini menjadi korban. Kami kebingungan, perusahaan ditutup tanpa ada pemberitahuan, bagaimana dengan gaji dan status kerja kami?” ujarnya.

    Mereka mengharapkan aparat dan pemerintah dapat memeriksa dan menyelidiki masalah ini dengan seksama serta bertindak tegas karena isu ini sensitif menyangkut kepercayaan investasi luar ke Indonesia khususnya Lampung.

    “Jika pengalihan manajemen dilakukan secara sah, seharusnya tidak dilakukan saat karyawan libur dan pimpinan perusahaan tidak berada di tempat. Ini seperti perampokan,” katanya diamini pekerja lainya. (Red)

  • Anggaran Cetak Buku Dan BOS Disdik Lampung Tengah Rp8 Miliar Jadi Bancaan Korupsi?

    Anggaran Cetak Buku Dan BOS Disdik Lampung Tengah Rp8 Miliar Jadi Bancaan Korupsi?

    Lampung Tengah, sinarlampung.co-Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tengah, Nurohman bersama Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Akmaludin dan Kasi Norita, diduga melakukan perskongkolan jahat dengan mengendalikan pembagian fee pengadaan dan cetak buku Dana BOS tahun 2024-2025 mencapai Rp8 miliar, melibatkan empat rekanan, pihak sekolah, K3S dan MKKS.

    Informasi wartawan dari sumber di Dinas Pendidikan Modusnya Dinas Pendidikan melalui menyebutkan pada November 2024, Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tengah secara lisan memerintahkan kepada Kepala Bidang Pendidikan Dasar Akmaludin dan kasinya Norita untuk mengkondisikan empat penerbit buku.

    Empat penerbitan buku itu yakni, Er, PM, IP dan TS, yang dikondisikan untuk melakukan pengadaan. Atas perintah Kadis, para kepala sekolah Tingkat SD dan SMP se Lampung Tengah untuk membeli buku kepada empat penerbit itu.

    “Perintah itu, disampaikan langsung secara lisan kepada apara kepala sekolah melalui forum kepala sekolah Tingkat SD (K3S) dan forum kepala sekolah Tingkat SMP (MKKS) untuk pembelanjaan TA 2025 melalui dana BOS<” kata sumber.

    Selanjutnya, pada bulan Desember 2024, Kabid Dikdas dan Norita atas perintah Kepala Dinas Pendidikan meminta empat penerbit itu untuk menyerahkan uang Rp150 juta masing-masing penerbit. “Para penerbit diminta setoran awal Rp150 juta perpenerbit. Atau terakumulasi sebesar Rp600 juta. Dengan dalih uang setoran awal itu merupakan jaminan,” ungkapnya

    Dan pada akhir Desember 2024, Norita dikabarnya memanggil empat penerbit itu untuk membicarakan teknis pembagian wilayah. Disepakati, setiap penerbit akan menguasai tujuh kecamatan dari 28 kecamatan untuk Tingkat SD dan SMP.

    “Dalam pertemuan itu, disepakati setiap penerbit akan mendapat porsi belanja buku dari dana BOS sekolah masing Rp2 Miliar yang terakumulasi mencapai Rp8 Miliar. Pada pertemuan itu juga disepakati pembagian hasil dari penjualan yakni untuk Dinas Pendidikan Lampung Tengah 20% dari 4 penerbit Rp400 juta diluar setoran awal sebesar Rp600 juta,” ucapnya

    Selain itu, Untuk K3S dan MKKS sebesar 5% dari total belanja SD dan SMP. Sedangkan untuk pihak sekolah 20% dari nilai jual buku disekolah masing-masing. “Pada sekitar bulan Januari 2025, seluruh sekolah telah mengirimkan pesanan buku masing-masing sekolah pada setiap tingkatan dan kegiatan itu telah selesai dilaksanakan,” ujarnya.

    Tokoh pemuda Lampung Tengah Hidayat menuding telah terjadi persekongkolan jahat dengan memanfaatkan Dana Bos untuk di korupsi. Dan itulah perbuatan perbuatan melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara seperti yang diatur dalam Undang-Undang yang mengatur tindak pidana korupsi di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

    “Dugaan adanya perbuatan melawan hukum dan penyalah gunaan wewenang yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tengah (Nurohman) dan Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah (Akmaludin) serta salah serorang Kasi (Norita) dengan mengkondisikan dan atau mengarahkan pihak sekolah untuk belanja buku kepada empat penerbit dengan menggunakan dana BOS,” kata Hidayat.

    Karena itu, Hidayat mendesak aparat penegah hukum segera bertindak dan mengusut konsfirasi ahat di dinas pendidikan Lampung Tengah itu. “Saya minta kepada Penegak Hukum di Lampung Tengah bisa memberikan hukuman atas hal ini. Karena ini jelas sudah menyalahgunakan wewenang dan jabatannya untuk mengintervensi bawahannya dalam hal ini para K3S dan MKKS atas pengondisian masuknya buku-buku tersebut yang diduga ada fee didalamnya,“ Ujar Hidayat.

    Belum ada tanggapan resmi dari Kepala Dinas Pendidikan, termasuk Kabid Dikdas, dan Kasi. Dikonfirmasi di Kantor Disdik Lampung Tengah, para pejabat itu sedang tidak ditempat. “Bapak, dan pa Kabid sedang acara di luar. Mungkin besok bisa datang lagi mas,” kata pegawai Disdik Lampung Tengah, Kamis 9 April 2025. (Red)