Bandarlampung (SL) – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Kalianda, Lampung Selatan, Muchlis Adjie dengan hukuman 20 tahun penjara. JPU menyatakan, eks Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie bersalah karena melakukan permufakatan jahat dalam peredaran narkoba jenis sabu di lapasnya.
Pembacaan surat tuntutan terhadap terdakwa Muchlis berlangsung dalam sidang di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu (2/1/2019). Selain hukuman 20 tahun penjara, JPU juga menuntut Muchlis dengan hukuman denda Rp 1 miliar subsider delapan bulan kurungan. “Menuntut pidana penjara selama 20 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, serta denda sebesar Rp1 miliar subsider delapan bulan penjara,” ujar JPU Andre Kurniawan saat membacakan tuntutan.
Tak berhenti di situ, JPU menuntut uang dan sejumlah kendaraan milik terdakwa Muchlis disita untuk negara. Uang tersebut berjumlah Rp59,5 juta. Sementara, sejumlah kendaraan antara lain dua unit mobil merek Suzuki Ertiga warna silver. Dan, satu unit mobil merek Datsun Go warna biru muda bernomor polisi BE 2632 DT.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan, terdakwa Muchlis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana permufakatan jahat. Hal itu dengan menawarkan menjual, membeli, menerima, dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I, yang beratnya lebih dari lima gram.
Dalam persidangan, papar Andre, terungkap fakta bahwa terdakwa Muchlis selama menjabat Kalapas Kalianda leluasa memberi fasilitas dan kemudahan kepada napi narkoba bernama Marzuli YS. “Selama menjadi kalapas, terdakwa memberikan fasilitas kepada Marzuli, terpidana kasus narkotika, untuk memiliki dan menggunakan handphone. Termasuk, mendapatkan kebebasan menerima kunjungan tamu di luar jam kunjungan atas persetujuan terdakwa melalui komunikasi aplikasi WhatsApp antara Marzuli dengan terdakwa,” kata Andre.
Fasilitas lainnya dari terdakwa Muchlis kepada napi Marzuli, terang Andre, berupa kemudahan mendapatkan surat berobat tanpa melalui pemeriksaan klinik Lapas Kalianda. Melalui surat berobat itulah, sambung Andre, terpidana narkoba Marzuli menyalahgunakannya untuk pulang ke rumah dengan pengawalan petugas lapas.
Transfer Lewat SMS Banking
Dengan memberi kemudahan dan fasilitas kepada napi narkoba Marzuli YS, terdakwa eks Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie mendapatkan imbalan berupa uang maupun barang. Imbalan diberikan secara langsung dan tidak langsung.
Merujuk pembacaan surat tuntutan JPU Andre Kurniawan, Muchlis memperoleh imbalan uang dari napi Marzuli melalui transfer SMS Banking. Itu berdasarkan bukti rekening koran milik Muchlis. “Terdakwa menerima uang yang besarnya bervariasi, mulai Rp 2 juta hingga Rp 10 juta,” papar JPU Andre dalam sidang, Rabu (2/1/2019).
“Selain itu, terdakwa juga beberapa kali menerima uang dari Marzuli melalui saksi Nasruri (napi), yang disaksikan Uwan dan M Rizqi (napi kasus pembunuhan, sudah dipindahkan ke Lapas Metro),” tambah Andre.
Andre menjelaskan, akibat tidak adanya tindakan dari Muchlis, kondisi tersebut mendorong terjadinya tindak pidana, dalam hal itu peredaran narkoba di dalam lapas. Padahal, sambung dia, Muchlis memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan pelanggaran keamanan dan ketertiban oleh napi. “Kemudahan dan fasilitas yang didapat Marzuli dari terdakwa dapat mendorong Marzuli melakukan tindak pidana. Barang bukti narkotika yang dibawa masuk oleh (oknum polisi Brigadir) Adi Setiawan ke dalam Lapas Kalianda disebabkan karena Marzuli mendapatkan kemudahan dan fasilitas itu,” lanjut Andre.
Terlalu Tinggi
Terdakwa eks Kalapas Kalianda, Muchlis Adjie menilai, tuntutan jaksa penuntut umum terlalu tinggi. Padahal, menurut dia, dalam kasus tersebut, bukan hanya dirinya yang terlibat. “Terlalu tinggi. Bukan saya saja yang terlibat,” kata Muchlis, singkat seusai sidang di PN Tanjungkarang, Rabu (2/1/2019).
Seusai sidang tersebut, Muchlis tidak banyak berkomentar. Ia berjalan cepat keluar ruang sidang menuju ruang tunggu tahanan. Dalam sidang yang dipimpin hakim Mansyur Bustami itu, JPU Andre Kurniawan mengungkap hal yang memberatkan perbuatan Muchlis, yaitu bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika. (nt/jun)