Kategori: Kriminal

  • Kapolda Sumut Perintahkan Propam Usut Kasus Tersangka Tiga Jam Ditangkap Pulang Jadi “Mayat”

    Kapolda Sumut Perintahkan Propam Usut Kasus Tersangka Tiga Jam Ditangkap Pulang Jadi “Mayat”

    Labuhanbatu (SL)-Polda Sumatera Utara memerintahkan Bidang Propam untuk menyelidiki dan mengusut kasus Suheri alias Eri Lantong (43) warga Paindoan Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara, yang ditangkap sehat, setelah tiga jam dibawa polisi, dan pulang menjadi mayat, terkait kasus narkoba.

    Dilangsir medanbisnisdaily.com, Kapolda Sumatera Utara (Sumut) Irjen Pol Agus Andrianto menyatakan kasusnya telah dilakukan penyelidikan oleh pihak Bid Propam. “Saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh propam,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (9/10/2018) saat melakukan sidak ke sejumlah pasar di Medan.

    Agus menyebutkan, jika nanti berdasarkan hasil penyelidikan, ada ditemui pelanggaran-pelanggaran, pihaknya tentu akan melakukan tindakan tegas. Hal itu, jelas dia, akan dapat diketahui dari hasil visum yang dilakukan terhadap korban. “Nanti kalau ada pidana yang dilakukan anggota, hasil visumnya kan akan kelihatan. Di situ nanti akan kita proses,” tandasnya.

    Sementara Kapolres Labuhanbatu, AKBP Frido Situmorang membenarkan hal itu.
    menurutnya pihak Satuan Propam Polres Labuhanbatu dan Propos Sumut sedang menyelidiki kasus kematian Suheri alias Eri Lantong (43) warga Paindoan Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara.

    Eri Lantong (43), ayah 4 orang anak itu sebelumnya ditangkap personel Satnarkoba Polres Labuhanbatu pada Jumat malam (5/10/2018). Tapi, tiga jam berlalu, Sabtu (6/10/2018), sekira jam 01.30 WIB, korban sudah meninggal.

    Kapolres tak bisa menjelaskan berapa lama proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) oleh pihak Propam tersebut. Karena dia mengaku tidak mengintervensi kinerja tim. “Secara SOP (standar operasional prosedur, red) mereka yang tahu. Benar gak prosedur SOP penangkapan sudah dilaksanakan. Biar mereka yang kerja. Saya tidak mau mengintervensi, nanti hasilnya apa,” kata Frido.

    Sementara terkait jumlah oknum personel Satnarkoba Polres Labuhanbatu yang terlibat penangkapan korban, Kapolres mengalihkan hal itu ke Kasat Res Narkoba. “Nanti, Kasat yang tahu berapa,” tambahnya.

    Kapolres juga mengaku menyarankan kepada pihak keluarga korban agar melakukan proses otopsi terhadap jasad Suheri. Karena, pembuktian mesti hasil keterangan dokter dan otopsi. “Yang bisa memfaktakan, membutikan dokter. Hasil otopsi,” imbuhnya.

    Hal itu, kata dia agar pihak ahli waris korban tidak termakan isu negatif. “Supaya tidak mendengar dari kanan kiri, isu-isu yang tidak benar,” ujarnya.

    Kepada wartawan, dia juga mengakui jika meminta pihak keluarga melakukan otopsi. Agar dapat dibuktikan penyebab kematian korban. “Kalau dilihat visualnya, ada merah-merah (memar tubuh korban, red). Tapi apa akibat merah-merah tersebut terus meninggal. Saya tidak tahu. Kita tidak bisa beropini. Nanti biar medis, dokter untuk membuktikan apa penyebabnya,” jelas Frido.

    Sebab, dia mendapat informasi jika korban juga mengidap sesuatu penyakit. “Apakah jantung. Ketika dia diperiksa kambuh jantung. Karna ada juga yang menyampaikan kepada saya, dia (korban Suheri, red) juga penyakit asma,” terang Frido.

    Pihaknya, ujar Kapolres ingin masyarakat kondusif. Dan jangan ada polemik isu-isu negatif tentang kematian korban. Kapolres Labuhanbatu bersama rombongan melakukan kunjungan ke rumah duka di Kawasan Paindoan, Rantauprapat. Dan disambut oleh pihak keluarga korban.

    Sebelumnya, kepada wartawan di Medan, pihak keluarga korban menilai cara penangkapan yang dilakukan personel Satres Narkoba Polres Labuhanbatu dinilai tidak manusiawi.

    “Saya menilai tidak manusiawi. Lebih-lebih PKI. Sudah kayak teroris cara kerja polisi. Saya tanggung jawab,” kata abang kandung korban, Ramlan, didampingi Sopian dalam konferensi pers di kediamannya di Jalan Paindoan, Rantauprapat, Labuhanbatu, Sabtu (6/10/2018).

    Menurut dia, perlakuan pihak kepolisian sudah di luar batas kemanusiaan. “Tidak ada harga diri manusia. Sudah kayak binatang,” paparnya.

    Terlebih kata dia, saat dibawa pihak Kepolisian korban dalam kondisi sehat. “Sewaktu dibawa adek saya sehat,” tambah Ramlan.

    Dia mengatakan, jika korban memang bersalah seharusnya dihukum sesuai dengan proses hukum berlaku. Bukan diperlakukan kasar. “Kalau memang salah, hukumlah dengan hukum berlaku. Jangan disiksa seperti binatang,” paparnya.

    Ketua Organda Labuhanbatu ini menambahkan, pada sekujur tubuh korban ditemukan memar dan lebam. Dia menilai, korban mendapat perlakuan kasar. “Lebam di sekujur tubuhnya. Karna dipukul, dilistrik,” paparnya.

    Katanya, lebam terdapat pada punggung, bahu, kening, tangan, dagu dan lengan korban. “Tangannya digari,” tegas Ramlan.

    Pada saat penangkapan, akunya, pihak Kepolisian tanpa didampingi oleh Kepala Lingkungan (Kepling) setempat. Pihak keluarga korban, tambah Ramlan, sedang melakukan musyawarah untuk mencari keadilan hukum terhadap kematian adiknya. “Kita akan bermusyawarah dengan keluarga,” katanya.

    Korban ditangkap bersama rekannya,Gunawan karena dugaan keterlibatan peredaran narkoba jenis sabu-sabu. Keduanya ditangkap di sebuah rumah di kawasan Paindoan Rantauprapat.

    Sutrisno Pangaribuan Minta Polda Sumut Selediki Kematian Suheri

    Terkait kejanggalan kematian Suheri, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara, Sutrisno Pangaribuan ST., angkat bicara. Kepada wartawan politisi PDI Perjuangan ini meminta Polisi harus memfasilitasi visum terhadap korban Suheri.

    “Kepolisian harus memfasilitasi visum terhadap korban untuk memastikan penyebab kematian almarhum Suheri. Kita menganut azas praduga tidak bersalah, dimana seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum hanya jika pengadilan telah memutuskan seseorang bersalah. Setiap tindakan menghukum seseorang tanpa proses pengadilan, itu merupakan pelanggaran hukum, main hakim sendiri. Maka semua aparat Polri yang terlibat dalam penanganan Alm. Suheri harus diperiksa oleh Propam Polri,” tegas Sutrisno saat dihubungi, Sabtu (6/10) malam.

    Menurut Sutrisno, Polri harus menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusia, maka diminta atau tidak oleh keluarga, Polri harus berinisiatif untuk melakukan visum. “Tidak seorang pun berhak mencabut nyawa seseorang kecuali keputusan pengadilan. Maka kematian tidak wajar dari seorang terduga pelaku tindak pidana, menjadi tanggung jawab aparat Polri yang melakukan penangkapan,” kata Sutrisno.

    “Propam Polda Sumatera Utara diminta melakukan pemeriksaan terhadap oknum aparat Polri, yang terlibat dalam penanganan kasus ini, termasuk memeriksa pimpinan unit kerjanya,” tegasnya lagi.

    Lebih lanjut kata Sutrisno, dalam upaya Polri melakukan penegakan hukum, maka dipastikan tidak boleh melakukan pelanggaran hukum. “Tidak seorang pun berhak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun di Negeri ini. Sekali lagi, sebagai wakil rakyat yang menjunjung tinggi hukum, maka saya meminta agar Polri melakukan visum (otopsi) terhadap mayat almarhum Suheri agar keluarga dan publik mendapat informasi yang jujur dan terbuka, terkait penyebab kematian korban,” beber politisi yang dikenal vokal ini.

    Sutrisno menambahkan, seluruh upaya Polri untuk menjelaskan penyebab kematian korban tanpa melalui visum (otopsi), merupakan upaya Polri membangun opini dan memengaruhi persepsi publik, dan itu tindakan melawan hukum. “Tindakan seperti itu diyakini sebagai upaya menutupi sesuatu yang tidak benar,” pungkas juru bicara Capres nomor urut 1 Jokowi Ma’ruf ini.

    Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Poldasu) memerintahkan Kapolres Labuhanbatu untuk melakukan penyelidikan terkait kematian Suheri alias Eri Lantong (43), warga Lingkungan Paindoan, Kelurahan Rantauprapat, Labuhanbatu, Sumut, Sabtu (6/10).

    Penyelidikan itu untuk mencari data dan keterangan penyebab ayah 4 anak itu tewas setelah 3 jam ditangkap pihak personel Satres Narkoba Polres Labuhanbatu. “Penyelidikan, apakah kematian korban disebabkan penyakit atau kesalahan prosedur dalam penangkapan,” kata Kabid Humas Poldasu Kombes Tatan Dirsan Atmaja ketika dikonfirmasi, Senin 8 Oktober 2018. Kata Tatan, pihak Poldasu masih menunggu keterangan resmi dari pihak Polres Labuhanbatu. “Kita menunggu laporan Kapolres,” imbuhnya.

    Suheri alias Eri Lantong (43) ditangkap personel Satnarkoba Polres Labuhanbatu pada Jumat malam (5/10/). Tiga jam kemudian, Sabtu (6/10), sekira pukul 01.30 WIB, korban sudah meninggal. Pihak keluarga pun mempertanyakan penyebab kematian ayah dari 4 anak tersebut.

    Menurut abang kandung korban,Ramlan, didampingi Sopian dalam konferensi pers di kediamannya di Jalan Paindoan, Rantauprapat, Labuhanbatu, Sabtu (6/10), jika korban memang bersalah seharusnya dihukum sesuai dengan proses hukum berlaku. Bukan diperlakukan kasar.

    Ditambahkannya, pada sekujur tubuh korban ditemukan memar dan lebam. Dia menduga korban mendapat perlakuan kasar. Pihak keluarga korban, tambah Ramlan, sedang melakukan musyawarah untuk mencari keadilan hukum terhadap kematian adiknya. “Kita akan bermusyawarah dengan keluarga,” katanya. (mdn/nt/jun)

  • Konspirasi Bandar Narkoba Diduga Akan “Serang Balik” Direktorat Narkoba Polda Lampung

    Konspirasi Bandar Narkoba Diduga Akan “Serang Balik” Direktorat Narkoba Polda Lampung

    Bandarlampung (SL)-Jaringan kartel Narkoba asing, diduga kendalikan Narkoba di seluruh Lapas di Lampung akan melakukan serang balik terhadap Polda Lampung, BNMP, dan Direktorat Narkoba Polda Lampung dengan berbagai cara dan menggunakan oknum-oknum, ormas dan hingga advokad yang tidak anti narkoba. Mereka mulai membangun isu-isu ulah anggota Polisi pungli kasus Narkoba hingga mainkan prapradilan.

    Informasi sumber sinarlampung.com, dari jaringan salah satu Lapas di Lampung menyebutkan ada gerakan yang diimotori “Raja” Narkoba, Leong Kim Ping, WNA Malaysia, Narapidana yang divonis mati oleh pengadilan negeri Kalianda. Dan Kasasinya di tolak Mahkamah Agung sejak tahun 2013, yang hingga 2018 belum di eksekusi.

    Leong Kim Ping, yang kasasinya ditolak yang dikabarkan menyiapkan uang Rp1 Miliar untuk menghancurkan jajaran Direktorat Narkoba Polda Lampung. Ironisnya dengan memanfaatkan oknum-oknum, dan anggota LSM yang tidak anti narkoba. “Sengaja melibatkan masyarakat, oknum aparat, sehingga akan timbul pra pradilan, isu isu untuk melemahkan kinerja pemberantasan narkoba di Lampung. Itu semua ulah raja yang divonis mati waktu itu bang,” kata sumber yang wanti wanti tidak ingin ditulis idetitasnya.

    Bahkan, kata dia, Leong Kim Ping, menyiapkan anggaran yang tidak sedikit, untuk memuluskan rencana “balas dendam” “Intinya balas dendam bang. Katanya nyiapkan uang Rp1 miliar, yang penting yang terlibat penangkapan, hingga dia divonis mati, juga lengser,” katanya.

    Sumber menambahkan, ada beberapa orang tersangka jaringan Leong Kim Ping, yang juga ditangkap Narkoba Polda Lampung, bahkan ada kelompoknya yang masih menyimpan barang bukti cukup banyak. “Barang jaringan Leong Kim Ping saat ini masih banyak beredar di wilayah Lampung Utara,” ujarnya.

    Leong Kim Ping, ditangkap di wilayah Lampung Selatan, Pelabuhan Bakauheni. Dia sempat di tanah di LP Rajabasa. Pengadilan Negeri Kalianda, Lampung Selatan, Selasa, 17 Juli 2012, kemudian menjatuhkan hukuman mati terhadap Leong Kim Ping, 45 tahun, warga negara Malaysia yang terlibat pengiriman 45 kilogram sabu-sabu. Ping, kemudian di kirim ke LP Cipinang.

    Info terakhir menunggu bulan Desember 2018 untuk eksekusi hukuman mati . Vonis itu sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar seluruh dakwaan jaksa penuntut umum yang disusun secara kumulatif,” kata Lendriyati Janis, ketua majelis hakim di Pengadilan Negeri Kalianda, waktu lalu.

    Leong Kim Ping hanya tertunduk lesu. Seorang penerjemah bernama Ng Juk mendampinginya di kursi pesakitan selama putusan dibacakan. Sesekali Ng Juk menerjemahkan ucapan majelis hakim dalam bahasa Mandarin Hokian. Pria yang tinggal di Aparteman Central Park lantai 18 nomor 1 itu didakwa jaksa penuntut umum dengan dakwaan kumulatif. Jaksa penuntut umum yang terdiri dari Dista Anggara dan Sunarto mendakwanya dengan Pasal 114 dan 112 Jo Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotik. “Terdakwa telah bermufakat jahat terlibat dalam kepemilikan, pengiriman, memerintah, dan menerima narkoba bersama Henky, Kow Low, dan Andy Yam,” katanya.

    Leong Kim Ping ditangkap anggota Satuan Narkoba Polres Lampung Selatan di Season City pada 11 Oktober 2011. Dia disergap setelah polisi meminjam Andy Yam, yang dicokok bersama barang bukti 45 kilogram sabu-sabu, 1.700 butir ekstasi, dan alat isap sabu-sabu saat berada di atas bus PO SAN jurusan Bengkulu-Solo.

    Dalam persidangan, Andy Yam, 35 tahun, warga Pekanbaru, Riau, yang diganjar hukuman seumur hidup sebelumnya mengaku telah mengirim 50 kilogram sabu-sabu sepekan sebelum ditangkap kepada Leo Kim Ping dan Kow Lou. Sabu-sabu sebanyak itu telah habis diedarkan oleh jaringan Leong Kim Ping, diedarkan di Jakarta dan kota sekitarnya.

    Dia juga mengaku diperintah oleh gembong narkoba asal Malaysia bernama Hengky, yang tinggal di Jalan Bambu Kuning 02 Nomor 99, Pekanbaru, Riau. Saat hendak dibekuk, warga Malaysia itu melarikan diri. Selain Hengky, polisi hingga kini masih memburu A Hok, Ah Bun, A Cay, dan A Cep, yang semuanya warga Malaysia. Seusai sidang, Leong Kim Ping menyatakan banding. Kuasa hukum terdakwa, Jenghis Khan, menilai hukuman itu terlalu berat dan melanggar hak asasi manusia. “Harus ditinjau ulang hukuman untuk terdakwa. Sudah saatnya hukuman mati tidak diberlakukan,” katanya.

    BNM RI “Geram” Siap Lakukan Perlawanan

    Kabar akan adanya gerakan para bandar narkoba yang akan melakukan serangan balik kepada Direktorat Narkoba Polda Lampung, mendapat reaksi keras dari Ketua Berantas Narkotika dan Maksiat (BNM) RI, Fauzi Molanda. Atas nama BNM RI, dirinya mengaku siap melakukan perlawanan terhadap oknum oknum, baik aparat, Ormas, dan masyarakat yang mencoba menghalang halangi pemberantasan narkoba.

    “Kita juga dengar kabar akan ada gerakan yang di bekingi bandar narkoba dengan berbagai pola untuk merusak cintra aparat kepolisian Direktorat Narkoba Polda Lampung, dan jajarannnya. Kita akan ikut awasi, aparat kita awasi, juga orang orang yang coba melanggengkan bisnis dan peredaran narkoba. Terutama di Lampung, kita tidak ingin generasi rusak oleh Narkoba,” kata Fauzi Molanda.

    Fauzi Molanda menambahkan tim BNM RI, juga terus melakukan investigasi terhadap jaringan jaringan peredaran Narkoba di Lampung. “Bandar bandar itu tidak perlu lagi diberi toleransi. Dan kita juga memang harus mewaspadai gerakan mafia, yang sudah masuk kesemua lini,” kata Fauzi. (red/*)

  • Ditangkap Sehat,  3 Jam Dibawa Polisi Pulang Jadi “Mayat”

    Ditangkap Sehat, 3 Jam Dibawa Polisi Pulang Jadi “Mayat”

    Labuhanbatu (SL) – Seorang pria berumur 43 tahun diduga tewas setelah tiga jam ditangkap pihak Personil Satres Narkoba Polres Labuhanbatu, Sabtu (6/10/2018) sekira jam 01.30 WIB.

    Dikangsir media online di Labuhan Ratu,  menyebutkan,  ditengarai, korban yang bernama Suheri alias Eri Lantong  mengalami lebam di sekujur tubuhnya pasca ditangkap Polisi, Jumat (5/10/2018) sekitar pukul 22.00 WIB di lingkungan Paindoan, Kelurahan Rantauprapat, Labuhanbatu.

    Informasi yang diterima, pada saat kejadian, korban ketika itu ditangkap bersama rekannya bernama Gunawan karena dugaan keterlibatan peredaran narkoba jenis sabu-sabu. Keduanya ditangkap di sebuah rumah di kawasan Paindoan Rantauprapat.

    Saat itu menurut penuturan warga yang meyaksikan penangkapan, korban ketika digelandang ke Mapolres Labuhanbatu menggunakan mobil pihak Kepolisian dalam kondisi sehat. Bahkan penangkapan korban dan rekannya mengundang perhatian warga setempat.

    Dia sebelumnya sehat. Dia juga sempat makan miso di warungku,” ungkap seorang warga.

    Bahkan, para warga saat menyaksikan penangkapan juga menegaskan ke pihak Kepolisian agar tidak berlaku kasar terhadap keduanya.

    Jangan ada yang main pukul,” papar warga ketika itu.

    Tapi, sekira jam 01.30 WIB, keluarga korban menerima kabar duka. Suheri ayah 4 anak ini, dikabarkan meninggal dunia.

    Kami mendapat kabar pakcik meninggal. Ayah saya menerima informasi itu,” ujar keponakan korban Agustina.

    Tubuh Lebam

    Sementara itu, dari sejumlah foto yang beredar, terlihat kondisi tubuh korban penuh lebam. Pada bahu kiri korban membiru. Tengkuk hingga punggung korban memar. Bahkan, pada leher kiri korban terdapat lebam dan di kening korban terlihat bekas luka seperti terkena benda runcing.

    Kayak luka tertusuk paku kening korban,” aku Sitorus.

    Saat pemandian jasad korban, menjadi perhatian warga yang ingin menyaksikan langsung kondisi tubuh korban. Dan mengabadikan poto dengan ponsel pintar.

    Banyak warga yang ingin nengok,” kata Sitorus.

    Setelah dimandikan , korban menjalani proses proses fardhu kifayah disholatkan dan di makamkan di perkuburan muslim Paindoan.

    Polisi Bilang Kejang-Kejang

    Sementara itu, Kasat Resnarkoba Polres Labuhanbatu AKP I Kadek Heri Cahyadi mengatakan Eri Lantong korban ditangkap bersama rekannya Gunawan, Jumat (5/10) sekitar pukul 22.00 WIB, setelah adanya informasi dari masyarakat yang menyebutkan adanya peredaran narkoba jenis sabu-sabu.

    Setelah diamankan keduanya dibawa ke Mapolres Labuhanbatu. Namun, saat diturunkan dari mobil di Mapolres Labuhanbatu, korban mengalami kejang-kejang.

    Selanjutnya korban dilarikan ke RSUD Rantauprapat. Namun saat diperjalanan, nyawa korban tak terselamatkan dan menghembuskan nafas terakhirnya.

    Sementara, Direktur RSUD Rantauprapat, Safril Harahap didampingi Humas Doni P Simamora membenarkan korban diantar ke instalasi kamar mayat sekira jam 02.00 dini hari.

    Tapi, keduanya tidak menjelaskan kondisi korban ketika sampai ke RSUD milik Pemkab Labuhanbatu itu.

    Dan, tidak memberikan hasil Visum Et Repertum (VER) dengan alasan tidak dilakukan visum. “Keluarga korban tidak meminta dilakukan visum,” ujar Doni. (kn/net)

  • Ditagih Hutang Wakil Bupati Lampura Menghilang?

    Ditagih Hutang Wakil Bupati Lampura Menghilang?

    Lampung Utara (SL) – Bermaksud meringankan beban sebagai rekan,  Milyar SL, warga Kelurahan Tanjung Aman, Kotabumi Selatan, justru merasa jadi korban dugaan penipuan oleh Wakil Bupati Lampung Utara, Sri Widodo. Pinjam uang Rp80 juta,  ditagih malah manghilang.

    Menurut keterangan Milyar pada awak media ini, Sabtu, (6/10), kejadian tersebut bermula pada 9 Februari 2017 lalu, dr. Sri Widodo yang tak lain merupakan pejabat penting di lingkup Pemkab. Lampura, meminjam uang sebesar Rp.80 juta untuk satu keperluan mendesak.

    “Beliau, menghubungi saya via telepon pada malam hari dan meminta saya untuk meminjamkan uang sebesar Rp.80 juta,-. Saat itu, saya sedang berada di Way Kanan. Beliau malam itu begitu mendesak saya. Mengingat hubungan baik yang selama ini kami bina, saya pun berusaha untuk mencarikan dana yang dibutuhkannya,” tutur Milyar kepada awak media ini, Sabtu, (6/10).

    Diakui Milyar, dirinya ketika itu baru dapat memenuhi pinjaman uang yang dibutuhkan dr. SW dari kerabat dekatnya sejumlah Rp50 juta, pada pagi harinya, tanggal 10 Februari 2017.

    “Setelah saya mendapatkan uang yang diperlukan oleh dr. SW, dia meminta saya untuk mentransfer dana tersebut melalui rekening BRI 015501031431508, atas nama Didik Hermawan, seraya menjanjikan akan segera mengembalikan dana yang dipinjamnya,” kata Milyar.

    Lalu, di hari yang sama, Milyar kembali mentransfer sejumlah Rp30 juta,- ke rekening yang sama sekitar pukul 16.44 WIB, (seperti tertera pada struk transfer yang disimpan oleh Milyar).

    Namun, seperti dikatakan Milyar, hingga saat ini, dr. SW tidak pernah menepati janjinya untuk mengembalikan uang senilai Rp.80 juta yang dipinjamnya. “Setiap kali saya tanyakan, kapan dr. SW dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya itu, ia selalu berkelit dengan berbagai macam alasan,” Kata Milyar.

    Dikatakan Milyar, lebih parahnya lagi, oknum pejabat penting Pemkab Lampura tersebut sangat sulit untuk ditemui. Beberapa kali dirinya berusaha menemui di ruang kerjanya, namun dr. SW tidak pernah berada di kantor.

    “Bahkan dari sekian banyak nomor ponsel dan WhatApps yang sebelumnya diberikan kepada saya, saat ini tidak ada satupun yang dapat dihubungi alias nonaktif,” beber Milyar.

    Hingga berita ini diturunkan, dr. SW tidak dapat dikonfirmasi. Saat wartawan menghubunginya via telepon dan pesan whatApps, namun tidak berbalas. (def/ardi)

  • Sesosok Mayat Perempuan Ditemukan Tanpa Identitas di Lereng Gunung Sindoro

    Sesosok Mayat Perempuan Ditemukan Tanpa Identitas di Lereng Gunung Sindoro

    Wonosobo (SL) – Sesosok mayat perempuan tak dikenal ditemukan di lereng gunung Sindoro tepatnya di dusun Sikatok desa Sigedang kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Minggu siang (7/10).

    Kronologis penemuan mayat tersebut bermula saat sedang dilakukan kerja bakti reboisasi pada bekas lokasi yang terbakar beberapa waktu yang lalu.

    “Waktu penanaman di petak 18 di dasar palung aku lihat ada mayat membujur di palung.” Kata Sutrisno Warga Sikatok.

    “Temuan tersebut saya beritahukan kepada Parsudi. Kemudian kami bersama-sama melaporkan kepada aparat kepolisian.” Tambah Sutrisno.

    Kepala desa Sigedang saat dikonfirmasi menegaskan bahwa mayat perempuan tersebut bukan warga desanya. “Mayat tersebut bukan warga kami.” Tandas Sikodim..

    Saat dilakukan olah TKP oleh pihak kepolisian ditemukan 1 buah kerudung warna abu-abu dan botol minuman merek Floridina yang berada disekitar tempat kejadian.

    Sedangkan proses evakuasi mayat tersebut memakan waktu agak lama pasalnya mayat tersebut berada di celah bebatuan yang dalamnya sekitar 3 m dan letaknya jauh dari pedesaan.

    “Menurut keterangan RSUD Setjonegoro korban meninggal lebih dari sebulan dan terlihat gosong sebab terbakar panas matahari.” Jelas Kapolres Wonosobo AKBP Abdul Waras,S.I.K melalui Kabag Ops Polres Wonosobo.

    Ciri-ciri mayat tersebut, tambah Sutomo, diperkirakan usianya 25 – 30 Tahun, tinggi badan kurang lebih 145 cm, panjang rambut kurang lebih 14 cm, mengenakan jaket jamper warna merah muda bertuliskan “ MAHESA Sport locar” yang ditalikan di pinggang , kaos lengan pendek warna hijau bertuliskan “ blue NOTE “ di dada.

    “Kami berharap bagi warga masyarakat yang merasa kehilangan keluarganya dengan ciri-ciri tersebut agar segera melaporkan ke Polres Wonosobo atau datang langsung ke RSUD Setjonegoro Wonosobo diberikan waktu selama 2X24 jam.” Pungkas Sutomo. (bl/net)

  • Polda Metro Jaya Tetapkan Ratna Sarumpaet Sebagai Tersangka, Dan Dicekal Keluar Negeri

    Polda Metro Jaya Tetapkan Ratna Sarumpaet Sebagai Tersangka, Dan Dicekal Keluar Negeri

    Jakarta (SL)-Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka. Ratna sebelumnya dilaporkan ke polisi karena hoax berita penganiayaan. “Sudah tersangka,” kata Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya AKBP Jerry Siagian saat dimintai konfirmasi, Kamis (4/10/2018).

    Ratna Sarumpaet diamankan tim Jatanras Polda saat berada di Bandara Soekarno-Hatta. Saat dimintai konfirmasi terpisah, Ratna mengaku hendak terbang ke Chile. “Ya, sudah kita amankan nih, lagi di bandara, nih. Statusnya kemarin panggil saksi. Tapi, karena dia mau melarikan diri, ya kita naikkan jadi tersangka,” ujar Jerry.

    Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Argo Yuwono mengatakan Ratna Sarumpaet dilaporkan ke Polda Metro Jaya gara-gara hoax penganiayaan. “Untuk kasus Bu Ratna, ada empat laporan polisi sementara di Polda Metro Jaya. Yang bersangkutan sebagai terlapor, nanti kita penyelidikan,” ujar Argo.

    Ratna Sarumpaet sudah mengakui berbohong mengenai penganiayaan. Polri sebelumnya juga membeberkan temuan fakta yang menyanggah pernyataan-pernyataan pihak terkait Ratna soal penganiayaan.

    Ratna Sarumpaet diamankan polisi saat hendak terbang meninggalkan Indonesia ke Chile. Dia merasa sedih diperlakukan seperti itu. Dia membandingkan dengan perlakuan yang diterima koruptor. “Ya sedih saja. Koruptor boleh, nggak pernah di-ini. Nggak tahu saya ya, orang koruptor boleh ke mana-mana, bebas,” kata Ratna kepada detikcom, Kamis (4/10/2018).

    Ratna mengaku dalam kondisi fisik sehat saat ini. Rencananya, dia hendak ke Chile untuk memberikan pidato kebudayaan dalam acara konferensi penulis naskah teater internasional. “Saya schedule-nya hari ini harus berangkat ke Chile,” ujarnya.

    Namun, saat dirinya sudah duduk di bangku pesawat, petugas Imigrasi tiba-tiba menghampirinya dan mempersilakannya keluar dari pesawat. “Saya sudah duduk di pesawat, saya dikeluarin oleh Imigrasi, katanya mau dibicarakan dulu. Kemudian ada polisi datang. Mereka bilang, oleh atasan, (saya) tidak diperkenankan meninggalkan Indonesia,” tutur Ratna. (dtk/bbc/nt)

  • Polisi Tahan Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya

    Polisi Tahan Ratna Sarumpaet di Polda Metro Jaya

    Jakarta (SL)-Polisi resmi menahan Ratna Sarumpaet terkait kasus hoax penganiayaan. Penahanan dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektivitas penyidik. Ratna ditahan untuk 20 hari ke depan, terhitung malam ini.

    “Penyidik, setelah melakukan penangkapan, dan mulai malam ini penyidik melakukan penahanan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (5/10/2018).

    Argo mengatakan Ratna juga telah menandatangani surat penahanan tersebut. “Dimulai malam ini, yang bersangkutan tersangka sudah menandatangani. Alasannya adalah subjektivitas penyidik. Jangan sampai melarikan diri, jangan sampai mengulangi perbuatan, dan menghilangkan barang bukti,” kata Argo Yuwono.

    Ratna ditangkap saat hendak terbang ke Chile di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (4/10) kemarin. Polisi juga menggeledah rumah Ratna dan menyita barang bukti. “Yang bersangkutan tadi malam kita tangkap, kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya dan dilakukan pemeriksaan. Jadi, setelah pemeriksaan, karena kita mau melakukan penggeledahan, pemeriksaan dihentikan sementara,” katanya.

    Setelah itu, setelah penggeledahan rumahnya, “Kita kan menemukan hasil penggeledahan ada laptop, kemudian ada buku agenda, ada flashdisk, kemudian ada baju yang digunakan,” ujar Argo.

    Argo mengatakan Ratna juga telah menandatangani surat penahanan tersebut. Surat perintah penahanan Ratna bernomor SPhan/925/10/2018 Dit. Reskrimum Polda Metro Jaya. “Dimulai malam ini, yang bersangkutan tersangka sudah menandatangani,” ujarnya.

    Ratna kembali menjalani pemeriksaan lanjutan sore ini. Selepas pemeriksaan, Ratna resmi ditahan di Mapolda Metro Jaya. Ratna ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 14 UU 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan UU ITE Pasal 28 juncto Pasal 45. Dia terancam hukuman 10 tahun penjara. (dtk/net)

  • Propam Polda OTT Polantas Polres Lampung Barat Terkait Pungli SIM

    Propam Polda OTT Polantas Polres Lampung Barat Terkait Pungli SIM

    Bandarlampung (SL)-Operasi tangkap tangan (OTT) Propam Polda Lampung yang mengamankan empat oknum anggota Lalulintas Polres Lampung Barat, adalah terkait pungutan liar (pungli) SIM. Kasus itu terus dikembangkan bidang Propam Polda Lampung. Kasat Lantas Polres Lampung Barat AKP Yerru Ewandono diperiksa Propam.

    Pemeriksaan untuk mengetahui apakah Yerru terlibat kasus pungli SIM tersebut. Petugas Propam tengah menggali apakah pungli yang dilakukan tanpa sepengetahuan Kasat Lantas atau justru perintah Kapolres.

    Informasi di Lampung Barat, dilangsir JPnews, menyebutkan mekanisme dugaan pungli yang dilakukan oknum Satlantas Polres Lambar yakni pemohon pembuat SIM dapat memperoleh SIM sesuai keinginannya. Pemohon cukup memberikan sejumlah uang terhadap para petugas tersebut tanpa harus datang ke Polres Lambar.

    “Mereka yang mau buat SIM gak perlu datang ke Polres untuk melakukan ujian, cukup serahkan persyaratan seperti fotokopi KTP dan beberapa lembar pasfoto dan juga sejumlah uang. Untuk SIM C itu dibanderol Rp450 ribu hingga Rp500 ribu. Untuk SIM mobil atau SIM A dibanderol Rp800 ribu, pemohon bisa mendapatkan SIM itu dalam kurun waktu dua sampai tiga hari,” kata sumber yang enggan disebutkan namanya.

    Menanggapi hal tersebut lagi-lagi Kabid Propam Polda tidak menampik. “Ya yang pasti mereka bayar lebih besar dibandingkan PNBP,” ujarnya.

    Berdasarkan hasil dari pemeriksaan keempat oknum petugas tersebut mengakui bahwa aksi yang mereka lakukan, menjalankan tugas atau instruksi dari pimpinan. Namun, belum ada kejelasan pimpinan yang dimaksud apakah Kapolres atau Kasatlantas Polres Lambar. (jpn/nt)

  • Dua Karyawan Toko Kosmetik Tukar Setoran dengan Uang Palsu

    Dua Karyawan Toko Kosmetik Tukar Setoran dengan Uang Palsu

    Lampung Utara (SL) – Dua karyawan yang bekerja di Toko Kosmetik Harapan Maju Kecamatan Bukit Kemuning Kabupaten Lampung Utara, diduga kuat menukarkan uang setoran dengan uang palsu. Mengetahui karyawannya berulah, pemilik toko kosmetik, Edi Suryadi, (42), warga Lk. VI Kodoronyok, kecamatan setempat, melaporkan kedua pelaku pada pihak yang berwajib.

    Kapolsek Bukit Kemuning, M. Rosadi, membenarkan adanya aduan pemilik Toko Kosmetik Harapan Maju yang dituangkan dalam LP / 160 / B / X / 2018/ SPK Sek BK, tanggal 4 Okt 2018. “Benar kami telah menerima laporan terkait dua karyawan toko kosmetik yang diduga kuat telah menukarkan uang setoran konsumen milik toko dimaksud dengan uang palsu,” ungkap Kapolsek Bukit Kemuning, M. Rosadi, Kamis, (4/10).

    Dijelaskannya, berdasarkan laporan pemilik toko kosmetik itu, jajaran Reskrim Polsek Bukit Kemuning langsung menindaklanjuti dengan menangkap Wawan, (22), warga Kodoronyok, Bukit Kemuning, bersama rekannya Aji, (22), warga Fajar Bulan, Kab. Lampung Barat. “Saat ditangkap, kedua pelaku masih berada di toko milik pelapor,” ujar M. Rosadi.

    Peristiwa tersebut bermula saat kedua pelaku, yang tak lain karyawan Toko Kosmetik Harapan Maju melakukan penagihan kepada konsumen toko dimaksud. Usai mendapatkan uang tagihan sebesar Rp. 2.000.000,-, kedua pelaku lantas menukar uang tagihan tersebut dengan uang palsu pecahan Rp.50.000,-.

    Uang palsu senilai Rp.2.000.000,- pecahan Rp.50.000,- itu lalu disetorkan kedua pelaku pada kasir toko, bernama Nung. Dikarenakan merasa ada keanehan pada uang yang disetorkan, kasir toko yang curiga lalu melaporkan uang yang disetorkan pada pemilik toko.

    “Setelah mendapatkan laloran kecurigaan dari kasirnya, pemilik toko langsung bergerak cepat dengan berikan aduan pada petugas jaga di Polsek Bukit Kemuning,” jelas Kapolsek.

    Tidak menunggu waktu lama, petugas pun mengamankan kedua pelaku berikut barang bukti berupa uang palsu senilai Rp.2.000.000,- pecahan Rp.50.000,-.

    “Saat ini kedua pelaku berikut BB telah diamankan di Polsek Bukit Kemuning guna pengembangan lebih lanjut,” tutur M. Rosadi. (ardi)

  • Polri: Ratna Sarumpaet Bisa Jadi Tersangka Penyebar Berita Hoax

    Polri: Ratna Sarumpaet Bisa Jadi Tersangka Penyebar Berita Hoax

    Jakarta (SL) – Kadiv Humas Polri Pol Irjen Setyo Wasisto mengapresiasi pengakuan Ratna Sarumpaet terkait kebohongan penganiayaannya pada 21 September 2018. Tapi, Irjen Pol Setyo menyebut masalah ini telah menimbulkan keresahan publik.

    “Maka yang bertanggung jawab adalah yang mengunggah berita berita itu di media sosial,” ujar Irjen Pol Setyo di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Rabu (3/10/2018). Kebohongan Ratna bermula saat wajahnya lebam akibat operasi plastik. Saat ditanya anaknya, Ratna menyebut wajahnya lebam karena dipukuli orang. Cerita itu pun bergulir hingga disebarkan sejumlah elite politik.

    Irjen Pol Setyo menyebut pengunggah pertama berita bohong penganiayaan Ratna bisa ditelusuri di media sosial. Saat ini, status Ratna masih sebagai saksi. “Nanti tetap akan diminta keterangan, tapi sebatas saksi,” ucapnya.  Jenderal bintang dua itu menyebut status Ratna tak bisa ditingkatkan menjadi tersangka. Karena, Ratna tak berbohong langsung kepada publik.

    Namun, Polri tak bisa serta merta memproses kasus ini. Polri baru bisa bergerak jika ada yang melaporkan kasus ini. Irjen Pol Setyo menjamin seluruh pihak terkait akan diperiksa jika laporan telah diterima. “Nanti penyidik meminta keterangan semua yang terkait baik langsung maupun tidak langsung,” jelasnya.

    Irjen Pol Setyo mencontohkan, yakni Waketum Fadli Zon menyebut mendapat informasi dari Ratna. Maka, kata Irjen Pol Setyo penyidik bisa menaikan status Ratna menjadi tersangka. Tapi pihaknya akan menyelidiki lebih dulu.  “Nanti akan dilihat, misalnya Fadli Zon dia mendapatkan info dari Bu Ratna, nah itu bisa dinaikkan statusnya menjadi tersangka juga. Kalau Fadli Zon (bilang), ‘lho kan saya dapat info dari Bu Ratna’,” ucap Kadiv Humas Polri.

    Irjen Pol Setyo juga mengimbau, agar masyarakat bijak menggunakan media sosial. Masyarakat diminta tak sembarangan menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya. “Kecuali ada niat tertentu. Kalau tidak tahu sangat muskil, sangat mustahil kalau tidak tahu akan berdampak pada masyarakat. Dia menggunakan media sosial itu dia udah tahu, atau sadar akan dampaknya,” tutup Kadiv Humas Polri Irjen Pol Drs. Setyo Wasisto. SH.