Bandarlampung (SL)-Lima terpidana koruptor yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Negeri (Kajari) Bandarlampung, terkait kasus korupsi belum dapat dieksekusi. Bahkan ada yang sudah hampir lima tahun.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bandarlampung, Hentoro mengatakan, lima terpidana DPO tersebut yakni, Satono, Sugiarto Wiharjo alias Alay, Hazairin, Ahmad Marzuki dan yang terakhir Liones Wangsa.
“Sudah kita lakukan upaya maksimal termasuk kita sudah kerja sama dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan Polda. Bahkan kita sudah menghubungi Adiyaksa monitoring center untuk meminta bantuan,” jelas Kajari, Senin (15/1/2018).
Menurut Hentoro, para terpidana sulit ditangkap lantaran mereka sangat licin. Namun, pihaknya tidak pernah putus asa untuk mencari DPO dengan terus berkoordinasi dengan masyarakat, kepolisian dan KPK.
“Semua DPO sudah kita lakukan gelar perkara, dan mereka tidak bisa kemana-mana karena sudah kita cekal. Bahkan kita sudah mendatangi kampung halamannya dan menemui RT nya,” terangnya.
Hentoro menyakinkan, lima terpidana DPO tersebut masih berada di Indonesia. Sebab pihaknya telah mencekal perjalanan untuk melarikan diri.
“Saya yakin mereka masih di Indonesia, karena kita sudah mencekalnya dan mereka tidak bisa kemna-mana karena cepat atau lambat pasti akan tertangkap. Saya menghimbau kelada DPO untuk segera menyerahkan diri dan hadapi masa hukuman,” tegasnya. (nt/*)
KPK menangkap Fredrich Yunadi, terlibat rekayasa medis Setya Novanto.
Jakarta (SL) -KPK menangkap Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto di Jakarta Selatan, selang beberapa jam KPK menahan Dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, Jumat malam (12/1/2018). Keduanya disangka telah merekayasa medis tersangka E-KTP Setya Novanto.
Untuk menangkap Fredrich, Tim KPK melibatkan sejumlah anggota Brimob bersenjata lengkap saat berada di dalam RS Medistra, di Jalan Jenderal Gatot Subroto kavling 59, Jaksel, pada Jumat malam.
Sementara Fredrich beralasan hendak mengecek sakit jantung yang dideritanya, Akhirnya tim penyidik membawa Fredrich tanpa perlawanan fisik setelah ditunjukkan Surat Perintah Penangkapan.
Tiga mobil tim KPK mengiringi, sementara satu mobil lainnya membawa Fedrich. Didalam mobil tersebut Fedrich dikawal Ketua tim Satgas KPK, Ambarita Damanik yang duduk disampingnya, driver dan seorang anggota Brimob duduk di kursi depan.
Sabtu dini hari sekitar pukul 00.11 WIB, mobil Kijang Innova yang membawa Fredrich tiba di kantor KPK dan langsung membawa Fredrich ke dalam kantor KPK.
Dengan ditangkapnya Fedrich, KPK menunjukkan ketegasan kepada dua orang yang membantu rekayasa medis tersangka E-KTP Setya Novanto yang saat itu sudah menjadi daptar pencarian orang (DPO) KPK, Setya Novanto.
Bimanesh yang di kenal juga merupakan dokter kepolisian (sudah pensiun dari kepolisian tahun 2013 lalu dengan pangkat kombes), ditahan di Rutan Guntur untuk 20 hari kedepan.
“Setelah dilakukan diskusi, akhirnya diputuskan untuk tim melakukan pencarian terhadap tersangka FY. Diturunkan beberapa tim untuk melakukan pencarian. Akhirnya tim menemukan tersangka FY di bilangan Jakarta Selatan,” jelas Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (13/1/2018) dini hari.
Seperti diketahui, setelah dilakukan pemeriksaan KPK selama hampir 13 jam, Jumat sekitar pukul 22.43 WIB, Dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo langsung ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat malam (12/1/2018).
Pada hari yang sama sejatinya Bimanesh diperiksa bersama dengan Fredrich Yunadi pengacara Setya Novanto. namun Fedrich tidak hadir.
Bimanesh dan Fredrich ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (10/1/2018) kemarin lusa.
Keduanya diduga bekerja sama memasukkan Novanto ke rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dalam pemesanan kamar perawatan dilantai 1 RS Medika Permata Hijau dan merekayasa data medis tersangka E-KTP Setya Novanto yang saat itu sudah menjadi daptar pencarian orang (DPO) KPK.
Keduanya disangka dalam kasus menghalangi dan merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto sehingga dijerat melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. (tri/nt/*).
Sidang lanjutan keterangan ahli Bos SGC prapradilan Kapolri
Jakarta (SL) -Ahli hukum pidana dari Universitas Parahiyangan, Bandung, Djismon Samosir, mengatakan bahwa objek gugatan prapardilan Bos SGS Gunawan Yusuf adalah ridak benar, pasalnya kasus baru sebagai terlapor, baru akan dilakukan proses hukum, dan ridak ada dalam klaosul UU Hukum Pidana.
“Ada dua persoalan utama dalam gugatan praperadilan yang dimohonkan Gunawan tersebut, yakni penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) oleh Mabes Polri dan pihak yang masih berstatus terlapor, mengajukan praperadilan. “Itu tidak benar,” kata dia yang dihadirkan pihak Polri sebagai ahli dalam sidang yang digelar di ruang sidang 6, PN Jakarta Selatan, Jumat (12/1),
Sidang gugatan itu tanpa dihadiri saksi ahli dari pihak pemohon yang tidak hadir. dan hanya memberikan keterangan tertulis.
Djismon mengatakan, sesuai dengan pasal 77 KUHAP dijelaskan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
“Poin b, tentang ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan,” katanya. .
Dab berkaitan dengan mekanisme praperadilan, pada Pasal 79 KUHAP, permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. “Artinya yang berhak mengajukan praperadilan adalah tersangka, keluarga tersangka dan kuasa hukumnya,” terang dia.
Terkait penerbitan sprindik oleh Bareskim Polri, Djismon menilai hal itu adalah bagian dari administrasi kepolisian. Sprindik adalah satu hal yang bisa dipakai penyidik sebagai pertanggung jawaban. Melalui sebuah sprindik, penyidik diperintahkan untuk mencari alat bukti, membuat terang suatu tindak pidana dan mencari pelaku tindak pidana. “Belum ada satu nilai kerugian yang diderita oleh orang yang dijadikan terlapor tersebut. Oleh karena itu tidak tepat jika sprindik yang belum ada tersangkanya, dijadikan objek praperadilan,” ujar dia.
Djismon juga menegaskan, Polri memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti setiap laporan polisi yang disampaikan kepadanya. “Polri tidak boleh menolak laporan yang diajukan masyarakat,” tegas dia.
Jika setelah dilakukan penyelidikan atas laporan itu dan setelah gelar perkara ditemukan bukti yang cukup maka akan ditingkatkan ke proses hukum selanjutnya. Sementara, jika tidak ditemukan cukup bukti, maka penyidikannya akan dihentikan.
Jika pun ada dugaan kesalahan dalam penggunaan wewenang terhadap penyidik yang melaksanakan sprindik itu, bisa dilaporkan kepada pengawas internal Polri, yakni Divisi Propam Polri. “Karena itu ranah internal Polri bukan melalui praperadilan,” tegas dia.
Usai mendengarkan keterangan ahli, hakim tunggal Effendi Mukhtar memutuskan menunda sidang hingga Senin (15/01) pekan depan, dengan agenda penyampaian kesimpulan dari pihak pemohon dan termohon. (nr/*)
JAKARTA (SL)-Kejaksaan Agung (Kejagung) memilih akan menunda sementara proses hukum yang melibatkan pasangan calon yang mengikuti kontestasi Pemilihan Kepala Daerah 2018, berbeda dengan Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) yang akan tetap melakukan proses hukum pada siapapun termasuk pada calon kepala daerah yang tersangkut hukum di KPK.
Menurut Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, hal ini bertujuan untuk menjaga setiap tahapan pemilihan berjalan dengan aman dan tenteram.
Prasetyo mengatakan, terdapat tahapan dalam Pilkada, yakni pendaftaran, tahapan kampanye, tahapan pemilihan, tahapan penghutungan suara, tahapan pengesahan hasil pemilihan. Setiap tahapan tersebut harus dijaga. “Selama itu, tentunya kami penegak hukum sudah berkomitmen untuk tidak menindak atau proses hukum khususnya bagi mereka paslon,” kata Prasetyo, dilansir republika.co.id, Jumat (12/1/18).
Prasetyo mengatakan, hukum bukan hanya berdimensi kepastian dan keadilan tapi pemanfaatan. Sekarang ini, lanjutnya, akan muncul kegaduhan apabila ada pemeriksaan paslon. Hal ini juga menimbulkan potensi tuduhan kriminalisasi pada penegak hukum.
Sementara Ketua KPK menyatakan KPK tak punya kewenangan untuk menghentikan perkara, dan juga agar Partai Politik juga benar benar memilih calon yang tidak tetlibat kasus hukum. (rep/nt/*)
Bandarlampung (SL)-Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A, menjatuhkan vonis hukuman mati kepada empat terdakwa kasus kepemilikan narkoba jenis ganja seberat 134 Kg. Keempat terdakwa adalah Hendrik Saputra, Haryono, Satria Aji Andika dan Ridho Yudiantata.
Sementara dua terdakwa lainnya, Risqi Arijumanto dihukum pidana penjara seumur hidup dan Agus Purnomo divonis 20 Tahun. Atas putusan mati itu, keempat terdakwa menyatakan akan banding. Sementara dua lainya masih pikir-pikir. Hal itu terungkap pada sidang putusan di Pengadilan Negeri Kelas 1A, Tanjungkarang, Kamis (11/1/2018).
Hakim Ketua Fasrta Joseph didamping hakim anggota Syahri Adamy dan Mansur menyatakan terdakwa secara sah terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkoba dan prekursor narkotika.
Hakim menjelaskan dalam pasal 114, setiap orang tanpa hak melawan hukum dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan atau menerima narkotika golongan I sebagai dimaksud dalam pasal (2) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1Kg atau melebihi 5 batang pohon.
“Dari fakta-fakta persidangan terdakwa secara sah terbukti bersalah turut serta dalam jaringan karena mendapat pemberitahaian melalui HP akan datang ganja seperti biasa. DPO (Heri) kembali menghubungi terdakwa bahwa akan datang kembali kiriman ganja seperti biasa,” kata Hakim.
Majelis menyimpulkan bahwa pidana mati, seumur hidup atau hukuman 20 pidana penjara atas perbuatan para terdakwa merupakan hal yang pantas dijatuhkan. Pasalnya, terdakwa adalah jaringan narkotik yang dikirim dari Aceh hingga ke Jakarta. Perbuatan para terdakwa merusak generasi anak bangsa, tidak mengindahkan program pemerintah dalam pemebrantasan narkotika yang tengah digencarkan saat ini. (lp/nt/*)
Pesawaran (SL)-Tidak terima mendapat perlakuan kasar dan di aniaya, salah seorang wartawan Harian Bongkar Post, Imran (42) warga Desa Karanganyar, Kecamatan Gedong Tataan melapor ke Polresta Bandarlampung, Selasa (9/1). Imron melapor setelah sebelumnya memeriksakan diri ke Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Bandarlampung.
”Ya, semalam kepala saya pusing. Makanya saya periksa ke rumah sakit, sekaligus minta visum guna melengkapi laporan ke polisi,” kata Imron.
Imron, menceritakan kejadian penganiayaan tersebut terjadi saat dirinya diajak bertemu oleh pelaku AN, warga Rajabasa Bandarlampung di rumah makan Puti Minang Gedong Tataan. “Saya ditelepon dan diajak ketemuan oleh AN (pelaku,red)) di Rumah makan Puti Minang, disana saya di desak AN untuk mengakui keberadaan mobil yang tidak saya ketahui,” katanya.
Lalu, kata Imron, dia dibawa menuju kantor Ditshabara Polda Lampung untuk menemui salah satu anggota polisi yang katanya selaku pemilik mobil yang dimaksud. “Habis dari rumah makan, saya dibawa ke kantin Ditshabara Polda Lampung, disana saya dipertemukan dengan anggota polisi yang namanya Bu Yulida,” katanya.
Dan di kantin itu Imran mengaku dicakar dan dipukuli pada bagian kepala serta diludahi muka “Saya diancam akan dibunuh sambil menghunus badik dihadapan aparat polisi, tapi tidak satupun yang menolong saya. Dan setelah itu, dipukuli pada bagian kepala ini. Habis dipukuli disana, saya langsung dibawa pulang lagi ke Gedong Tataan,” katanya.
Imran meminta kepada pihak kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporannya dengan nomor laporan: LP/B/126/1/2018/LPG/RESTA, Bandar Lampung yakni dengan memproses pelaku.”Saya berharap, laporan di Polres Bandarlampung segera ditindaklanjuti. Saya hanya berharap Polisi yang katanya mengayomi dan melindungi masyarakat benar-benar profesional. Dan saya yakin, petugas kepolisian Polres Bandarlampung bisa melaksanakan tugasnya dengan baik,” katanya. (nt/pena/*)
Bandarlampung (SL)-Menindaklanjuti laporan Edi Suroto terkait dugaan penipuan yang dilakukan sejumlah Anggota DPRD Pesawaran, jajaran Polda Lampung akhirnya melakukan pemeriksaan.
Menurut Edi selaku pelapor, Kamis (11/01/2018), pihak kepolisian sudah melayangkan surat panggilan guna pemeriksaan. “Polisi sudah layangkan surat manggil kok, tinggal nunggu langkah selanjutnya,” kata Edi.
Sementara ketika ditanya terkait SPDP ke pihak Kejati Lampung, Edi mengatakan jika spdp sudah diterima Kejati. “Tunggu saja nanti. Pihak kejaksaan juga sudah menerima spdpnya. Tinggal menunggu tahapan aja kok,” timpal Pelapor ini.
Diberitakan sebelumnya, Edi Suroto korban dugaan Penipuan telah lapor ke polda lampung dengan No.STTPL/1531/XII/2017/Lp/SPKT, Tertanggal 21 Desember 2017.
Dalam laporan tersebut, korban mengaku telah tertipu oleh sejumlah oknum anggota DPRD Pesawaran.
Dikatakan Edi, bahwa dirinya telah tertipu uang sekitar Rp.500jt dengan janji proyek di pesawaran yang dilakukan bersama-sama oleh Eva Sekretariat komisi C,
Yudianto, Gunawan dan Firdayana anggota komisi C DPRD Pesawaran. “Mereka selalu janji dengan berbagai alasan hingga masalah ini saya laporkan ke polisi,”kata Edi Suroto, Rabu (03/01/2018).
Menurutnya, upaya untuk menyelsaikan telah dilaluinya, namun etikat baiknya tidak membuahkan hasil hingga memakan waktu bertahun-tahun. “Saya sudah berusaha agar masalah ini dapet diselesaikan, tapi mereka selalu berdalih macam-macam. Akhirnya saya laporkan agar diproses sesuai hukum,” lanjutnya.
Menanggapi laporan dugaan penipuan yang ditujukan padanya, Yudianto anggota Komisi C DPRD Pesawan, menyanggah jika dirinya melakukan penipuan.
Melalui seluler ketika diminta tanggapan, Yudianto mengaku jika dirinya hanya meminjam Rp.350jt dan sudah mencicilnya. “Tidak benar kalau saya menipu. Saya memakai uangnya 350 juta dan sudah dicicil. Selain itu saya juga menjamin sertifikat tanah,” sanggahnya.
Yudianto juga mengaku jika niatnya untuk mengembalikan sedang diusahakan hingga bulan depan. “Semua masalahnya sudah saya serahkan ke pengacara saya Indra dan akhir bulan dua ini dituntaskan,” tambahnya. (Aan Ansori/*)
Jakarta (SL)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan terkait obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) yang menjerat Ketua DPR RI nonaktif Setya Novanto. Bahkan, kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi dikabarkan sudah menjadi tersangka dalam penyidikan tersebut.
Saat dikonfirmasi, Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah tak membantahnya. Namun Febri belum dapat merincikan pasal yang disangkakan kepada Fredrich. “Ya (benar), informasinya sudah penyidikan. Sore ini akan diumumkan,” kata Febri saat dikonfirmasi, Rabu (10/1).
Dihubungi terpisah, Yunadi mengaku telah mendengar kabar mengenai statusnya di KPK. Namun, ia mengaku belum mendapatkan surat penetapan tersangka dari KPK. “Belum ada (surat dari KPK),” kata Yunadi.
Diketahui, saat KPK memulai penyelidikan dan penyidikan terhadap Novanto pada Oktober sampai November 2017, Yunadi menjadi kuasa hukum yang paling aktif membela mantan Ketum Golkar tersebut. Bahkan, Yunadi menyarankan Novanto untuk tidak memenuhi panggilan penyidik KPK ketika itu, baik sebagai saksi maupun tersangka.
Yunadijuga setia mendampingi Novanto ketika menjalani perawatan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, usai mengalami kecelakaan pada akhir November 2017. Namun, ketika perkara Novanto akan masuk ke pengadilan, Yunadi tiba-tiba mundur sebagai kuasa hukum Novanto.
Sebelumnya, KPK juga telah mencegah Yunadi dan mantan kontributor MetroTV, Hilman Mattauch untuk berpergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan. Selain kedua nama tersebut KPK juga mencegahmantan ajudan Novanto, AKP Reza Pahlevi dan seorang bernama Achmad Rudyansyah. “Dicegah ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 8 Desember2017,” kata Febri, Selasa (9/1) kemarin.
Febri menuturkan, surat pencegahan keduanya telah dilayangkan lembaga antirasuah ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM sejak 8 Desember 2017.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pencegahan terhadap keempat orang tersebut dilakukan untuk kepentingan penyelidikan dugaan tindak pidana mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi KTP-el dengan terdakwa Setya Novanto. “Karena dibutuhkan keterangannya dan saat dipanggil sedang berada di Indonesia,” tutur Febri. Febri menegaskan, pencegahan Fredrich, Hilman, Reza, dan Achmad sudah sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. (rpk/nt/*)
JAKARTA (SL)-Oknum pimpinan redaksi media yang diduga “bodong”, Zaenal Arifin (28) ditangkap Tim Siber Direktorat Tindak Pidana Dibet Bareskrim Pikri, di Pati, Jawa Tengah. Dia ditangkap usai menulis ulang berita kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh anggota DPR Komisi III Mulyadi, Kamis (4/1).
Kanit III Subdit II Dit Siber Bareskrim Polri AKBP Irwansyah mengatakan, pelaku telah menyebarkan kabar bohong sejak 18 Desember 2017. Menurut dia, Zaenal ditangkap di kantornya di Jalan Ronggowasito, Pati, Jawa Tengah, sekitar pukul 14.00 WIB, . “Pelaku dilaporkan oleh Pak Mulyadi dari Komisi III atas kasus pencemaran nama baik dan fitnah,” kata dia di Bareskrim Polri, Jumat (5/1).
Irwansyah menerangkan, tulisan yang ditulis ulang oleh Zaenal soal pengaduan istri Mulyadi, Mefiana Malinani ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) atas kasus KDRT pada Selasa (5/12) lalu. Tapi yang ditulis ulang, tidak benar atau bohong. “Dari hasil pemeriksaan yang bersangkutan memang mengakui sebagai Pimred dan sebagai admin. Dia (Zaenal) mengakui waktu itu memalsukan berita karena sedang viral,” katanya.
Untuk sementara ini hasil pemeriksaan, petugas belum menemukan adanya indikasi orang lain yang menyuruh Zaenal. Menurut pengakuan Zaenal, perbuatannya itu murni dilakukan sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain “Portal beritanya aliansirakyatnews. Kemudian kami berkoordinasi dengan Dewan Pers di sana portal berita itu tidak terdaftar, atas dasar itu kami tindak lanjuti dan melakukan upaya tangkap paksa,” ujarnya.
Sementara itu, Mulyadi mengaku apa yang ditulis pelaku tak benar alias bohong. “Tentu ini berita bohong, saya mengambil tindakan penegakan hukum,” ujar dia.
Sebelum ke Bareskrim Siber, Mulyadi terlebih dahulu ke MKD untuk mencari kebenaran atas berita tersebut. Ternyata, MKD pun tak mengetahui akan hal tersebut yang menuding bahwa adanya laporan pelanggaran etika atas laporan istrinya. “Terhadap beberapa hal yang semuanya tidak benar, MKD sendiri sudah saya konfirmasi tidak tahu,” ucapnya.
Selain itu, Zaenal sendiri sangat merasa menyesal akan apa yang sudah dirinya perbuat tersebut terhadap Mulyadi tanpa terlebih dahulu mengkonfirmasi terhadap yang bersangkutan. Dirinya berjanji akan melakukan klarifikasi akan berita tersebut.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatanya, Zaenal disangkakan dengan jeratan pasal 45 ayat 3 Juncto 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman hukum empat tahun penjara.(nt/*/jpnn)
Istri wakil walikota Gorontalo saat diamankan petugas BNNP
Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Gorontalo, menangkap Serli, istri Wakil Wali Kota Gorontalo, Budi Doku saat pesta narkoba, Selasa (2/1) malam. selain menangkap Serli, juga ikut ditangkap seorang temannya, LN alias Len.
“Keduanya, ditangkap, sekitar pukul 22.00 Wita, oleh petugas BNNP Gorontalo, di salah satu rumah milik AR alias Adrian yang ada di Jalan Hos Cokroaminoto, Kelurahan Limba UI, Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo,” kata Kepala BNNP Gorontalo, Brigjen Pol Oneng Subroto, kepada wartawan, Rabu (3/1/2018).
Dari tangan kedua pelaku diamankan satu buah alat hisap sabu atau bong, tiga sachet plastik berisi butiran kristal diduga narkotika sabu, satu buah korek api gas serta enam buah handphone “Dari tes urine, keduaya positif mengkonsumsi narkoba,” jelas Oneng.
Keduanya masih diperiksa dan dilakukan pengembangan soal asal usul dan kepemilikan barang. “Kita masih periksa keduanya. Mereka sering nangis saat diperiksa,” ucap Oneng.
Kini pihaknya, belum memastikan jenis obat narkoba yang di konsumsi keduanya.
Penangkapan kedua pelaku dari informasi yang diterima pihak BNNP yaitu akan ada pesta narkoba di salah satu rumah. “Masih akan kita bawa ke laboratoriun,” katanya. (nt/*).