Lampung Selatan, sinarlampung.co-Mantan Staf Khusus Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto, Firdaus mengajukan gugatan permohonan pembatalan penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lampung Selatan terhadap pasangan Calon Nanang Ermanto-Antoni Imam. Permohonan tersebut diserahkan Firdaus tepat sehari setelah penetapan nomor urut pasangan calon Pilkada Lampung Selatan oleh KPU Lampung Selatan, Selasa 24 September 2024.
Eks Staff Khusus Nanang Ermanto saat menjabat tahun 2019 itu menganggap bahwa status hukum Nanang Ermanto sudah menjabat selama dua periode. Oleh sebab itu Firdaus mengajukan permohonan pembatalan ke Gakkumdu Bawaslu Lampung Selatan. “Saya mengganggap Nanang Ermanto sudah menjabat selama dua periode. Oleh karena itu saya mengajukan permohonan ke Bawaslu agar dapat dibatalkan penetapan Paslon oleh KPU terhadap Paslon Nanang–Antoni,” kata Firdaus, kepada wartawan di Kalianda.
Permohonan Firdaus itu diterima oleh koordinator Divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi, Arif Sulaiman dan Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Sumiarto, Bawaslu Lampung Selatan. Pihaknya menyatakan bahwa permohonan tersebut bakal dikaji terlebih dahulu selama dua hari kedepan. Lalu kemudian bakal menggali keterangan dari pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya untuk memastikan apakah itu bagian dari pelanggaran atau tidak.
Arif Sulaiman membenarkan permintaan pembatalan pasangan calon nomor urut 1 Nanang Ermanto – Antoni Imam oleh seseorang yang mengaku mantan Stafsus dengan nama Firdaus. “Bawaslu Lampung Selatan telah menerima apa yang telah disampaikan oleh pihak pemohon tersebut. Sebagai tindak lanjut akan segera melakukan kajian untuk menilai apakah hal tersebut telah memenuhi sejumlah syarat yang telah ditentukan untuk dapat ditindaklanjuti,” katanya.
Dalil Permohonan adalah sebagai berikut:
Dalam Permohonan
1. Bahwa status hukum Sdr. Nanang Ermanto sama dengan status hukum Sdr. Edi Damansyah Bupati Kutai Kartanegara yang mengajukan pengujian frasa “Menjabat” pada Pasal 7 Ayat (2) huruf (n) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang – Undang ke Mahkamah Konstitusi;
2. Bahwa pada pokoknya Sdr. Edi Damansyah memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar masa jabatannya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutai Kartanegara pada periode pertama (2016 – 2021) selama 10 (sepuluh) bulan 3 (tiga) hari tidak dihitung sebagai masa jabatan yang telah dijalani; Bahwa jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Sdr. Edi Damansyah tersebut maka yang bersangkutan memenuhi syarat sebagai Calon Bupati Kutai Kartanegara pada pilkada 2024 karena pada periode pertama (2016 – 2021) hanya menjabat 2 (dua) tahun 9 (sembilan) hari;
3. Bahwa Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor : 2/PUU-XXI/2023 menolak seluruh petitum yang dimohonkan oleh Sdr. Edi Damansyah dengan demikian artinya menurut Mahkamah Konstitusi masa jabatan Sdr. Edi Damansyah sebagai PLT Bupati Kutai Kartanegara selama 10 (sepuluh) bulan 3 (tiga) hari tersebut dihitung sebagai masa jabatan yang telah dijalani dengan demikian artinya masa jabatannya sudah lebih dari 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau tepatnya 2 (dua) tahun 10 (sepuluh) bulan 12 (dua belas) hari pada periode pertama (2016 – 2021);
4. Bahwa Mahkamah Konstitusi melalui pertimbangan hukum Putusan Nomor : 2/PUU-XXI/2023 halaman 50 paragraf (3.13.3) secara tegas menyatakan : masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan yang telah dijalani tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara (halaman 50);
5. Bahwa Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi melalui surat nomor : 2904/HK.07/06/2024 Hal : Masa Jabatan Kepala Daerah bertanggal 12 Juni 2024 yang ditunjukan kepada Komisaris Jenderal Polisi Drs. Tomsi Tohir, Msi selaku Plh. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia, menyatakan bahwa pertimbangan hukum Putusan MK Nomor : 2/PUU-XXI/2023 halaman 50 paragraf (3.13.3) yang berbunyi : masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan yang telah dijalani tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
6. Bahwa Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi melalui surat nomor : 6211/3000/AP.01.00/08/2024 Hal : Surat Jawab, tertanggal 01 Agustus 2024 yang ditunjukan kepada H. Rifai Tajudin, S.Sos menyatakan bahwa pertimbangan hukum Putusan MK Nomor : 2/PUU-XXI/2023 halaman 50 paragraf (3.13.3) yang berbunyi : masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan yang telah dijalani tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara.
7. Bahwa seluruh Putusan Mahkamah Konstitusi mengandung prinsip Erga Omnes yaitu mengikat semua penyelenggara, kontestan pemilihan dan semua warga negara. Bahkan terkait prinsip Erga Omnes tersebut Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor : 70/PUU-XXII/2024 poin (3.16.4) sampai memberi peringatan keras sebagai berikut : “Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo sebagai pemegang Kekuasaan Kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, dan berpotensi untuk dinyatakan tidak Sah oleh Mahkamah”;
8. Bahwa pada tanggal 22 September 2024 Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Lampung Selatan telah mengeluarkan penetapan terhadap pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan Nomor : 1606 Tahun 2024 tentang Hal menetapkan pasangan calon Nanang Ermanto – Antoni Imam sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati yang telah memenuhi syarat administrasi serta kelayakan dapat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Lampung Selatan;
9. Bahwa berdasarkan uraian pada poin 1 – 8 tersebut diatas, Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Lampung Selatan sepatutnya berpedoman pada surat dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 131.18/6293/OTDA tertanggal 2 Agustus 2018 yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi Lampung tentang Hal “Penugasan Wakil Bupati Lampung Selatan Selaku Pelaksana Tugas Bupati Lampung Selatan”;
10. Bahwa dalam hal menghitung masa jabatan Sdr. Nanang Ermanto yang merujuk pada surat dari Kementerian Dalam Negeri tertanggal 2 Agustus 2018 pada periode pertama serta wajib mematuhi Putusan Nomor : 2/PUU-XXI/2023 karena sesuai Putusan a quo masa jabatan yang telah dijalani oleh Sdr. Nanang Ermanto pada periode pertama adalah 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan 17 (tujuh belas) hari (03 Agustus 2018 s.d 30 April 2020 sebagai PLT Bupati Kabupaten Lampung Selatan dan dilanjutkan sebagai Bupati Definitif sampai dengan 17 Februari 2021);
11. Bahwa terhadap surat Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia tertanggal 2 Agustus 2018 tentang Penugasan Wakil Bupati Lampung Selatan selaku Pelaksana Tugas Bupati Lampung Selatan sebagaimana berdasarkan ketentuan Undang – undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada Pasal 65 Ayat (3) menyatakan “Kepala Daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya”. Kemudian pada Pasal 66 Ayat (1) huruf c secara tegas menyatakan “Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara”;
12. Bahwa pada tahun 2021 Sdr. Nanang Ermanto terpilih kembali menjadi Bupati Lampung Selatan berpasangan dengan Pandu Kesuma Dewangsa pada Peroide 2021 – 2026, dengan demikian sampai dengan masa berakhirnya masa jabatan Nanang Ermanto periode kedua tahun 2024 ini yang bersangkutan sudah menjalani masa jabatan selama 2 (dua) periode;
13. Bahwa kami perlu mengingatkan akibat ketidakpatuhan pada putusan lembaga peradilan oleh Komisi Pemilihan Umum berakibat KPU mendapat sanksi teguran keras dari DKPP sesuai Putusan Nomor : 16-PKE-DKPP/I/2024 dan berakibat hukum dibatalkannya hasil pemilu oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana putusan Nomor : 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 hal itu terjadi pada pemilihan calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Sumatera Barat tahun 2024 akibat KPU mengabaikan Putusan PTUN Jakarta Nomor : 600/2023 yang menyatakan Sdr. Irman Gusman memenuhi syarat untuk menjadi calon DPD RI Daerah Pemilihan Sumatera Barat;
14. Bahwa akibat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan Sumatera Barat rakyat sangat dirugikan/menimbulkan kerugian keuangan negara karena dana yang harus dikeluarkan oleh negara untuk PSU tersebut sebesar Rp350.000.000.000.-(Tiga ratus lima puluh milyar rupiah);
Dalam Pokok Permohonan
Primair:
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan membatalkan penetapan pasangan Calon peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Selatan (Nanang Ermanto – Antoni Imam) oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor : 1606 tahun 2024.
3. Menyatakan membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor : 1606 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Selatan tahun 2024 terhadap Calon Bupati Nanang Ermanto tertanggal 22 September 2024.
4. Menyatakan menetapkan terhadap pasangan Calon Bupati (Nanang Ermanto) telah terhitung 2 (dua) periode masa jabatan sebagai Bupati Lampung Selatan.
5. Memerintahkan kepada Termohon (KPUD Kabupaten Lampung Selatan) untuk patuh dan tunduk melaksanakan terhadap isi putusan ini.
Tanggapan Tim Kuasa Hukum Nanang Ermanto
Ketua Tim Hukum Nanang Ermanto Hasanuddin SH mengatakan bahwa terkait permohonan pembatalan terhadap pasangan calon Bupati Lampung Selatan nomor urut 1 Hi Nanang Ermanto – Antoni Imam (NaTo) ke Bawaslu Lampung Selatan itu adalah sah-sah saja dalam gelaran pesta demokrasi seperti saat ini ada pihak yang pro maupun kontra.
“Inikan bukan barang baru. Dari awal memang isu ini gencar dihembuskan. Tapi kami optimis, setelah melalui serangkaian kajian, bahwa memang bapak Nanang Ermanto masih memenuhi syarat untuk maju kembali sebagai calon bupati dalam pilkada serentak Lampung Selatan 2024, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan hukum yang berlaku,” ujar Hasanuddin kepada wartawan, Rabu 25 September 2024.
Terkait dengan dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak tersebut, Hasanuddin tak menampik, bahwa dalil-dalil yang dikemukakan itu adalah dalil yang pernah dikemukakan sebelumnya. Bahkan kata Hasanuddin belum ada sesuatu yang baru dari pihak yang kontra tersebut yang dapat mematahkan bahwa paslon NaTo dapat digantikan dengan kotak kosong.
“Saya fikir tidak ada yang baru ya, apa yang mereka kemukakan itu kan memang sudah pernah disampaikan sebelumnya. Hanya orangnya saja yang berbeda-beda berganti-ganti, kalo subtansinya sih sepertinya sama saja. Nothing new,” ujar lawyer senior asal Kecamatan Sidomulyo ini.
Hasanuddin menjelaskan kaitannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/PUU-XXI/2023 yang menyebutkan tidak membedakan antara jabatan definitif maupun penjabat sementara. “Kan sudah tegas hakim MK menyebutkan tidak membedakan penjabat sementara dengan pejabat definitif. Sekali lagi saya tegaskan pejabat sementara, ndak ada itu sebut Plt atau Plh. Jadi tolong jangan diterjemahkan atas maunya sendiri,” jelas Hasanuddin.
Hasanudin mencontohkan fakta lain Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah pada saat ini telah ditetapkan sebagai calon bupati dan memperoleh nomor urut 1 dalam pengundian yang digelar KPU setempat, pada Senin 23 September kemarin.
Lalu soal poin yang menyebutkan masa jabatan bapak Nanang. Bahwa terhitung 2 Agustus 2018, pak Nanang Ermanto telah ditugaskan sebagai Plt bupati sesuai dengan surat Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 131.18/6293/OTDA. “Dalil tersebut sangat lah tidak beralasan. Itu SK Gubernur, meski SK tersebut berdasarkan surat Mendagri soal penugasan wakil bupati. Hal itu sebenarnya, lebih dari sebagai pengingat dan penegasan dari atasan tentang Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak wakil kepala daerah dalam situasi seperti itu,” ujar Hasanuddin.
Hasanuddin menjelaskan, bahwa sejatinya SK Gubernur tersebut kaitannya dengan dalil yang dikemukakan oleh pihak kontra yang menyebutkan dalam UU Pemda pada pasal 65 Ayat (3) menyatakan “Kepala Daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya. Kemudian pada Pasal 66 Ayat (1) huruf c menyatakan Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
“Dengan kerendahan hati, perlu saya luruskan bahwa pasal 65 dan 66 yang didalilkan itu termasuk dalam paragraf 3 UU Pemda yang mengatur soal Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bukan mengatur soal pemberhentian kepala daerah, itu nanti pembahasannya lebih lanjut,” jelas Hasanuddin.
Diungkapkan Hasanuddin, mengapa penetapan pak Nanang sebagai Plt bupati malah tertanggal 7 Desember 2018, bukannya 2 Agustus 2018 sesuai dengan yang didalilkan oleh pihak kontra. Hal itu sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Pemda pada paragraf 5 tentang Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, khususnya pada pasal 83 ayat (1), (2), (3) dan pasal 86 ayat (1) dan (5).
“Pasal 83 (1) menyebutkan, Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucap Hasanuddin.
Kemudian, sambung Hasanuddin, di pasal 83 (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan. “Sekali lagi saya jelaskan, sesuai dengan pasal 83 (1), kepala daerah diberhentikan sementara kalau sudah jadi terdakwa. Kapan jadi terdakwanya? Pada ayat (2) disebutkan jika sudah terdaftar pada register perkara di pengadilan untuk disidangkan,” ujar Hasanuddin.
“Lalu pasal 83 (3) menyebutkan, Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota,” sambungnnya.
Sedangkan, ucap Hasanuddin, pada Pasal 86 mengatur mekanisme dan kewenangan pengisian jabatan sementara kepala daerah oleh wakil kepala daerah seperti pada pasal 86 (1) menyebutkan, apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Seterusnya ayat (5) “Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri dan Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Jadi seperti yang saya bilang tadi, masih belum ada yang baru. Semua dalil-dalil yang dikemukakan mereka adalah dalil yang pernah saya jelaskan juga sebelumnya. Jujur, lama kelamaan sebenarnya saya agak muak juga bila selalu harus mengulang-ulang penjelasan dari materi yang itu-itu saja,” katanya. (Red)