Lampung Selatan, sinarlampung.co-Baru menjabat sebagai Plt Camat Merbau Mataram, Jhoni Izral diduga melakukan intervensi terhadap para kepala desa se Kecamatan Merbau Mataram, untuk mendukung incumbent Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto, untuk maju di Pemilihan Bupati Lampung Selatan November 2024 mendatang.
Para Kepala Desa mengaku mulai resah atas ulah Plt Camat tersebut. Para Kepala Desa total 15 dari 16 Kades yang ada sempat dikumpulkan di Kantor Kecamatan Rabu 24 April 2024. Namun Plt Camat Merbau Mataram Jhoni Izral membantah melakukan intervensi, dan berdalih mengumpulkan 15 Kades itu untuk kordinasi tugas.
Sumber Kepala Desa di Merbau Mataram, yang minta tidak disebut namanya menyebutkan ada 15 Kepala Desa yang dikumpulkan di Kecamatan Merbau Mataram Rabu 24 April 2024 itu, setelah waktu solat magrib, para Kepala Desa dikumpulkan di aula kantor Camat.
Sebelum memasuki ruang rapat, Camat memerintahkan jajaran nya untuk mengumpulkan seluruh alat komunikasi (Hanphone) kepala desa dan dikumpulkan kedalam kardus, dengan dalih agar ruang rapat steril dari alat komunikasi.
“Saat rapat tertutup yang dihadiri seluruh pejabat dan pegawai Kecamatan Merbau Mataram, Jhony Izral memaki-maki dan menunjuk-nunjuk beberapa kepala desa dari 15 kepala desa karena diduga tidak memilih partai dan Caleg dari PDIP, dan justru memilih dan mendukung partai dan Caleg yang lain,” katanya.
Bahkan, katanya tidak hanya sebatas memaki dan mengintimidasi kepala desa, Jhony Izral juga mengancam tidak segan-segan akan meminta Tipikor untuk memeriksa seluruh anggaran dana desa dan seluruh bantuan yang masuk ke masing-masing desa apa bila tidak memilih dan memenangkan NE atau calon dari PDIP di Pemilihan Bupati mendatang.
Plt Camat juga mengancam akan memboikot bantuan yang semestinya diterima masarakat melalui pemerintah desa. Di akhir pertemuan para kepala desa juga dipaksa menyampaikan pernyataan kesetian untuk mendukung dan siap memenangkan NE di pemilihan Bupati Lampung Selatan mendatang.
Para kepala desa diminta membuat video pernyataan sikap. Pernyataan sikap berisi kesetiaan kepala desa tersebut videokan langsung oleh Jhony Izral memakai Hp yang sudah dia siapkan dengan alasan untuk laporan kepada Nanang Ermanto. Pernyataan sikap perdana dimulai dari kepala Desa Lebung Sari dilanjutkan secara bergiliran para kepala Desa lainnya. Satu Kepala Desa Sinar Karya tidak hadir, karena memang tidak diundang. Informasi lain menyebutkan Kades Sinar Karya masih kerabat pejabat Lampung Selatan.
Plt Camat Merbau Mataram Jhony Izral juga melakukan road show ke seluruh desa di Merbau Mataram yang dikemas dalam kegiatan Pembinaan aparatur. Kepala Desa diminta mengumpulkan pengurus BPD, Perangkat Desa, Kadus, RT, Linmas, Pengurus PKK, dan seluruh kades yang ada di desa.
Dari beberapa Road show yang sudah dilaksanakan seperti Desa Tanjung Baru, Desa Baru Ranji, Desa Suban, Desa Karang Jaya, Desa Mekar Jaya dan Desa Karang Raja, ternyata pola dan bahasannya sama. Seluruh alat komunikasi peserta yang hadir diminta dikumpulkan dan dilarang membawa alat komunikasi dalam ruangan.
Setelah kepala desa memberikan sambutan awal, kepala desa diminta meninggalkan ruangan, dan selanjutnya Camat Jhony Izral yang didamping pejabat dan staf Kecamatan Merbau Mataram mulai memimpin rapat pertemuan. Dan lagi-lagi Jhony Izral melakukan intimidasi dan mengancam akan memberikan sangsi kepada aparatur desa yang tidak mendukung NE atau calon dari PDIP di PilBub mendatang.
Informasi dari para perangkat desa yang telah melaksanakan kegiatan tersebut, intimidasi dan ancaman yang telah dilakukan Camat Merbau Mataram dan jajarannya, membuat mereka merasa tertekan, was-was, terganggu fisikologinya serta menimbulkan tidak nyaman dalam melaksanakan tugas.
“Waduh, kami ga menyangka pada saat pertemuan yang dibahas justru urusan politik dan meminta seluruh kami yang hadir untuk memilih pak Nanang Ermanto. Ditambah, ancamannya itu yang bikin kami jadi tidak nyaman. Plt Camat mengatakan bila kami tidak memenangkan Pak Nanang didesa kami, maka bantuan desa akan dipangkas.Lalu kami akan diberi sangsi serta pemerintah akan meminta Tipikor untuk memeriksa anggaran Dana Desa dan seluruh Bantuan yang lain,” katanya, diamini perangkat desa lainnya.
Plt Camat Membantah
Menanggapi hal itu, Plt Camat Jhoni Izral yang dihubungi via telpon Selasa, 30 April 2024, membantah melakukan intimidasi dan tekanan kepada kepala desa dan perangkat desa untuk menilih NE di PilBub mendatang. Jhoni Izral mengaku dirinya mengumpulkan kepala desa untuk melakukan koordinasi terkait program-program yang dia laksanakan.
“Sebenarnya tidak ada intimidasi dan tekanan kepada kepala desa diwilayah kerja saya. Saya kumpulkan kepala desa untuk menyampaikan program-program yang akan kita laksanakan dan sebagai pemberitahuan bahwa saya selaku Plt Camat Merbau Mataram yang baru. Dan menyampaikan bahwa saya akan berkeliling ke desa-desa guna berkenalan dengan perangkat desa. Isi tersebut mungkin muncul dari orang yang tidak suka dengan saya. Sudah biasalah kalau ada satu atau dua orang yang ga suka,” dalih Jhoni Izral.
Informasi lain menyebutkan, tadinya para kepala desa dan perangkat desa di Kecamatan Merbau Mataram berharap pasca Camat Heri Purnomo yang non Jobb dapat penggati yang lebih baik untuk memajukan Merbau Mataram.
LSM PRL: Aksi Plt Camat Melanggar Hak Konstitusi
Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Pembinaan Rakyat Lampung (LSM-PRL), menyayangkan sikap oknum Plt Camat Kecamatan Merbau Mataram, Jhoni Irzal, yang diduga telah melakukan intimidasi terhadap 15 dari 16 Kepala Desa yang ada di Kecamatan tersebut.
Tim Investigasi Lembaga PRL, Deni Andestia mengatakan perilaku oknum Camat yang diduga memerintahkan seluruh Kepala Desa di Kecamatan Merbau Mataram untuk memaksakan kehendak atau mengintimidasi dalam memilih salah satu calon pemimpin kepada pihak lain merupakan pelanggaran konstitusi.
“Kejahatan terhadap hak kebebasan memilih adalah kejahatan terhadap hak-hak konstitusional. Tidak boleh ada intimidasi dalam bentuk apa pun mempengaruhi seseorang dalam penyelenggaraan pilkada atau pemilu,” jelas Deni di sekretariat PRL Rabu, 01 Mei 2024.
Menurut Deni, Sanksi bagi yang melanggar tercantum dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 182A yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 24 juta dan paling banyak Rp 72 juta,” katanya.
Deni menegaskan, paksaan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan memilih pasangan calon pemimpin yang diusungnya merupakan kesesatan dalam memaknai loyalitas terhadap calon yang diusungnya. “Seorang atasan di sebuah instansi sah-sah saja mengampanyekan kepada bawahannya untuk memilih calon yang dia suka. Namun, merupakan sebuah pelanggaran jika atasan atau lembaga memaksakan kehendaknya tersebut,” tambahnya.
Disamping itu, Kata Deni dari sudut pandang hukum tentang Pemilu, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Jo. UU Nomor 7 Tahun 2023 telah mengatur netralitas ASN dan sanksi pidananya dalam beberapa pasal antara lain:
1. Pasal 182 huruf k, dan Pasal 240 ayat (2) huruf h menyebutkan “Bakal Calon anggota DPR, DPD, DPRD harus mengundurkan diri sebagai ASN, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali”.
2. Pasal 280 ayat (2) huruf f menyebutkan “Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan ASN”. Lebih lanjut Pasal 493 mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran pasal ini yaitu Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
3. Pasal 280 ayat (3) menyebutkan “Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye Pemilu”. Sanksi pidana bagi pelanggarannya yaitu Setiap ASN, anggota TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) (Pasal 494).
4. Pasal 282 menyebutkan “Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.
5. Pasal 283 ayat (1) menyebutkan “Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye”.
6. Pasal 283 ayat (2) menyebutkan “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.
Selanjutnya dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah juga telah mengatur:
1. Pasal 70 ayat (1) menyebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
2. Pasal 189 mengatur sanksi pidananya bahwa Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
3. Pasal 71 ayat (1) menyebutkan “Pejabat aparatur sipil negara dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.
4. Pasal 188 mengatur sanksi pidananya bahwa Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
“ASN wajib mematuhi pakta integritas tersebut karena sudah menjadi kewajibannya yang melekat sebagai aparatur Negara untuk mengawal dan ikut menyukseskan Pemilu dan Pilkada sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya lagi.
Deni berharap, ASN harus menjaga dan menegakkan prinsip netralitas pegawai ASN (PNS dan PPPK) dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik baik sebelum, selama, maupun sesudah pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah. “Menghindari konflik kepentingan, tidak melakukan praktik-praktik intimidasi dan ancaman kepada Pegawai ASN (PNS dan PPPK) dan seluruh elemen masyarakat serta tidak memihak kepada peserta Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah,” katanya. (Red)